Hanya Perkenalan

53 3 0
                                    

SAMUEL beringsut dari salah satu tempat duduk yang terdapat di sebuah peron. Ia bergegas merapikan seluruh peralatan lukisnya setelah menerima telepon dari Om Jati, seorang kurator yang selalu menantikan lukisan monumental yang tercipta dari imajinasi sesaat Samuel. Sam, begitu orang terdekat memanggilnya, adalah seorang pelukis amatir. Jadi, ia melukis jika memang ingin dan suka. Sekedar untuk melampiaskan perasaan yang berkecamuk di hatinya. Sebut saja, hanya semata untuk kesenangan.

Subject matter yang diciptakan dalam tiap lukisan Sam selalu kuat. Berani. Kata pelukis senior yang membimbingnya: itu bisa-bisanya Sam menegaskan goresan kuasnya. Tapi tak dinyana, Sam juga terbilang pandai memainkan warna primer sehingga lukisannya pun terkesan hidup. Ada yang selalu menonjol dibalik lukisan Sam. Semangatnya mengajari pemerhati lukisannya termangu berpikir kemudian manggut-manggut karena paham. Ini merupakan prestasi hebat buat Sam. Karena diusianya yang seharusnya masih labil, Sam cenderung menjadi seseorang yang pandai memainkan emosi.

Sama seperti remaja lainnya, Sam juga masih menuntut ilmu. Malahan ia mengambil kelas akselerasi di salah satu SMA yang sangat terkenal karena memperjuangkan seni dan sangat menghargai kreatifitas para siswanya.

"Oh ya, saya tahu itu."

Sam berjalan menjajari langkah Rosa yang kian cepat dan tak terkendali. Dan inilah sebab kenapa Sam sangat betah menghabiskan waktu di peron Stasiun Gambir.

"Tapi saya tidak memerlukanmu. Saya tahu tempatnya," tegas Rosa. Ia menolak tawaran Sam terang-terangan.

"Oh ya? Saya rasa kamu pasti butuh kendaraan. Daerah Tebet, sekitar 30 menit dari sini. Saya dengan senang hati akan mengantarkanmu."

Samuel tak menyerah. Ia terus mengejar gadis bernama Rosa itu. Agaknya seniman muda amatiran itu semakin penasaran dengan sikap introvert Rosa.

Dasar orang aneh, cetus Rosa dalam hati. Tak semestinya orang yang belum kenal menawarkan diri untuk mengantar seseorang ke tempat tujuan. Kecuali apabila orang itu mempunyai maksud lain yang tentunya tercela. Dan karena merasa tak mengenal Sam, maka Rosa terus berjalan tanpa memedulikan Sam yang tak henti-hentinya berkoar.

Sebenarnya bagi Rosa pribadi, Sam bukanlah orang asing. Rosa sering melihat gelagat Sam di peron itu. Pandangan Rosa pun tak pernah lekang dari Sam. Diam-diam ia juga sering memperhatikan polah Sam.

Rosa cukup mengenal kepribadian Sam dari hasil analisanya selama ini. Sam adalah seseorang yang hangat. Padahal darah seniman biasanya kurang ambil peduli terhadap sekitarnya jika hanya sepintas melihat saja. Selain itu, Sam merupakan orang yang ramah. Ia dapat membuat orang lain di dekatnya hospitable. Tapi kenapa ketentuan itu justru tak berlaku bagi Rosa ya? Bukannya nyaman, Rosa malah grasak-grusuk sendiri jika Sam menyapanya. Terlebih lagi mengejarnya seperti sekarang ini. Rasanya Rosa ingin kabur secepatnya dan menghilang.

* * *

Di perpustakaan sekolah, Sam menumpuk-numpuk beberapa buku ensiklopedia baru. Ini pekerjaan rutin yang ia lakukan saban istirahat tiba. Ia memang tak memiliki sahabat intens untuk berbagi cerita ketika istirahat tiba. Tapi Sam tidak pernah kesepian. Kepiawaiannya dalam bergaul cukup dapat meraup banyak teman meski pada akhirnya tak satu pun berhasil ia jadikan sahabat yang sesungguhnya.

Di mata teman-temannya, sosok Sam dikenal baik luar-dalam. Sam yang jarang bergaul –tapi juga bukan termasuk jajaran siswa kurang pergaulan— dianggap cool oleh teman-temannya. Terutama para siswinya. Uuuh, mereka bisa histeris sendiri melihat gaya aristokrat Sam yang melekat kuat dengan auranya.

"Gue berani taruhan, tuh cewek pasti bakal ngibrit lagi," desis Oji sembari menekan-nekan tuts keyboard pada laptopnya.

Beginilah jika teknologi Wi-Fi sudah merambah dunia sekolah. Sekarang, perpustakaan adalah sarana wajib guna bagi siswa untuk menjamahi dunia internet. See, jika seluruh perpustakaan dijadikan hotspot, pasti tidak akan pernah sepi. Dan tak mencegah kemungkinan bahwa anak serampangan macam Oji justru sering menjabani perpustakaan sambil menenteng laptopnya ketimbang membolos.

Gugusan Rasa (Buku Satu)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang