Kakashi menghela nafasnya pelan. Berkas permintaan cuti Hinata sudah selesai ia urus. Semua berjalan lancar tanpa kendala. Pihak kampus menerima alasan cuti Hinata tanpa banyak bertanya. Menguntungkan baginya. Ia tak harus menyusun kebohongan-kebohongan hanya untuk melindungi image gadis kecil itu. Kakashi kembali menghela nafasnya berat, entah untuk keberapa kalinya. Ia buang batang rokok yang masih tersisa setengah itu lalu menginjaknya kuat-kuat. Kedua matanya menerawang jauh. Terkekeh pelan, Kakashi mengacak rambut silvernya yang berantakan tertiup angin.
"Berhenti melankolis, Hatake" gumamnya lirih sambil berjalan pelan menuju mobilnya.
"Masih ada yang harus kau kerjakan, Hatake" lanjutnya seraya berjalan santai menuju tempat ia memakirkan mobilnya.
*****
Semrawut, begitulah kata yang tepat ditujukan untuk ruang kerja sang boss saat ini. Ruangan yang biasanya rapi dan lenggang itu berubah total. Tumpukan map yang menggunung dilantai dan berkas-berkas yang berantakan diatas meja membuat ruangan terasa penuh. Belum lagi para karyawan yang hilir mudik dari satu brankas ke brankas lain membuat suasana semakin tak enak dirasakan.
"Cari sampai dapat!" bentak Sasuke keras yang membuat para karyawan semakin kalang kabut.
Sasuke menyandarkan tubuhnya pada sandaran kursi kebanggaannya. Lalu memijat pelan pelipisnya, berharap rasa pening yang menyerangnya sedikit berkurang. Biasanya ia selalu sedia analgesik dan sedatif di laci meja kerjanya. Tetapi, akhir-akhir ini banyak urusan yang harus ditangani hingga ia lupa untuk sekadar menghabiskan uang di apotek.
"Mencari ini, Sasuke?"
Onyx yang semula terpejam kini membelalak ketika suara lembut khas perempuan tertangkap indra pendengarannya.
Semua atensi penghuni ruang kerja Sasuke tertuju pada sosok wanita dewasa yang tiba-tiba sudah berdiri beberapa meter dari meja kerja sang boss.
"Long time no see, my king"
Sasuke terdiam beberapa saat. Mata onyxnya menatap dalam mata emerald yang tak asing baginya.
"Kalian bisa pergi" ucap Sasuke yang langsung dipatuhi karyawan tanpa protes.
"Welcome back, my enemy"
Dan senyum wanita itu semakin lebar.
Keduanya duduk santai diatas sofa super mahal milik sang Uchiha. Saling diam, tak ada inisiatif untuk membuka suara. Begitu sunyi. Keduanya masih sibuk saling tatap manik sang lawan.
"Hah, kau semakin memesona" sang wanita memilih untuk menjadi yang pertama bersuara. Bibir semerah mawar itu masih setia menebar senyum manisnya.
Haruno Sakura?
Sosok yang nyaris sempurna.
Tanpa cela. Begitu mengagumkan. Wanita manapun pasti iri hati dengannya. Pria manapun pasti bertekuk lutut padanya.
Tak ada kata 'berlebihan memuji' baginya. Terlahir dari keluarga kaya raya nan bermartabat. Sang Pencipta memberinya anugerah paras yang cantik, tubuh yang proporsional dan otak yang cemerlang. Dibesarkan di lingkungan yang teramat baik membuatnya pantas mendapat gelar 'woman goal' dan juga 'wife materials'.
"Dokumen itu, bagaimana bisa kau memilikinya?" tanya Sasuke tanpa basa-basi.
"Wah, ternyata kau masih tak mengerti etika menyambut tamu dengan baik, ya? Kau bahkan tak menawariku minum. Aku jauh-jauh dari Paris langsung menemuimu dan seperti ini sambutanmu?" balas Sakura panjang lebar. Bibir merahnya mengerucut manja. Mata emeraldnya enggan menatap sang lawan. Seolah berusaha merajuk sang pangeran.

KAMU SEDANG MEMBACA
The Fact
RomanceTakdir begitu menggelikan. Saat ia menyerahkan hati dengan tulus, saat itu juga ia merasakan sakit.