Meet [Part 4]

3.9K 329 13
                                    

Hinata sangat menyukai ketenangan. Tapi tidak untuk kali ini. Suasana sunyi kali ini tak memberinya rasa tenang. Sebaliknya, ia merasa seperti tercekik. Susah payah ia menghirup oksigen yang rasa-rasanya menjadi pahit di tenggorokan. Ia tak menyangka akan bertemu dengan Uchiha Sasuke secepat ini. Setidaknya ia berfikir akan bertemu dengan pria itu esok hari. Tapi, nyatanya pria itu sekarang disini, berdiri angkuh tak jauh darinya dan terus-terusan mengintimidasinya. Hinata tak bisa berkata apapun. Karna memang ia tak menyiapkan perkataan apapun. Ini terlalu mendadak.

"Jadi, kau orang yang dipilih ayahku?"

Hinata mengangguk penuh keraguan, ia melirik sekilas sosok Sasuke yang terpantul di kaca meja rias.

"A-aku..."

"Tak usah terlalu gugup. Siapa namamu?"

Kenyataannya Hinata semakin gugup.

"Hi-hinata"

"Mari permudah saja, Hinata"

"A-apa mak-"

Belum selesai Hinataa berucap, sepasang lengan tiba-tiba melingkari lehernya.

"Datanglah kepadaku saat masa suburmu tiba"

"...."

"Tapi jika kau ingin bermain-main dulu, aku tak keberatan"

"....."

Brengsek! Saat itu juga Hinata sadar jika buah jatuh tak jauh dari pohonnya.

Sasuke tersenyum sinis merasakan tubuh Hinata yang semakin menegang. Ia tegakkan tubuhnya. Kedua telapak tangan memegang bahu Hinata. Mengusapnya pelan namun penuh penekanan. Onyx dan lavender, keduanya saling menatap pada pantulan kaca.

********

Naruto itu memang menyusahkan. Suka buat onar. Bertingkah sesuka hati tanpa pikir panjang. Menjengkelkan. Lagi-lagi ia yang kena imbasnya. Oh God! Jika saja pria kuning itu bukan seorang pewaris -yang bertemen lama dengannya- maka sudah dari dulu ia melakukan aksi pencekikan sadis khusus untuk seorang Uzumaki Naruto. Terhitung sudah puluhan kali ia harus menjadi baby sitter saat Naruto sedang mabuk parah, teler. Chouji si bartender itu juga tak kalah sialan. Dari sekian banyak kontak nomer di ponsel Naruto, kenapa harus dirinya yang dijadikan korban?

"Kau! Berani kau muntah di pakaianku, ku bunuh kau!" sentak Gaara geram.

"Naruto! Bedebah kau!"

Kesal juga murka, Gaara kembali menghempaskan tubuh Naruto yang semula di rangkulannya.

"Brengsek! Kenapa kau membiarkannya semabuk ini, Chouji?" tanya Gaara pada Chouji, bartender yang -cukup- ia kenal.

"Yah, kau tau sendirikan bagaimana keras kepalanya Naruto" Chouji jelas tak mau disalahkan.

"Argh! Kemejaku! Aku baru membelinya, sialan"

"Kau berlebihan Gaara. Sudah, cepat bawa dia pulang"

Gaara memejamkan matanya sejenak. Menghilangkan pikiran bodohnya yang ingin sekali memukul kepala Naruto dengan botol wine.

Uh, rasanya menyenangkan sekali melihat rambut kuning Naruto menjadi seperti rambut miliknya.

Gaara memejamkan matanya sejenak, mencoba menurunkan amarahnya. Naruto harus cepat ia urus jika ia ingin cepat-cepat pulang. Ia sangat mengantuk juga ingin segera ambruk di ranjang kesayangannya.

"Gaara....?"

Lagi, Gaara kembali menghempaskan tubuh Naruto saat merasakan bahunya ditepuk seseorang. Gaara langsung menolehkan pandangannya. Satu detik kemudian ia menggeram tertahan.

The FactTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang