"Diam atau ku robek mulut manismu itu!"
"Kau yang diam, brengsek!"
"Ino!"
"Apa? Kau pikir aku takut denganmu begitu? Aku tahu semua kelakuan busukmu Uzumaki Naruto. Kau menghancurkan segalanya dengan otak picikmu itu."
"Aku tak segan main tangan denganmu Ino! Hentikan ocehan murahanmu itu!"
"Sekalipun kau membunuhku aku tak takut. Dengar brengsek, keberuntunganmu akan berakhir. Kau akan dapat balasannya! Saat hari itu tiba, aku dengan senang hati menerima vonis hukuman mati untukmu Uzumaki Naruto!"
Aquamarine dan sapphire blue.
Keduanya sama keras kepala. Tak ada yang ingin kalah ataupun mengalah. Mereka akan selalu menyerang tanpa akhir yang pasti. Berlomba-lomba ingin menjatuhkan harga diri sang lawan. Tak peduli jika pada kenyataanya mereka itu.... saudara. Rasa kesal yang lambat laun menjadi kebencian membuat ikatan darah itu semakin tak berarti.
Tak ada yang bisa memperbaiki hubungan buruk antara Naruto dan Ino. Sekalipun ayah dan ibu mereka yang sudah tidur tenang di alam lain.
Mereka itu Air dan Api. Bertentangan namun penuh ikatan.
Mereka adalah sang pewaris keluarga Uzumaki.
Uzumaki Naruto dan Uzumaki Ino.
*****
Hyuuga Hinata, gadis bersurai indigo itu menghela nafasnya pelan. Sejenak mata amethystnya menatap awan hitam yang hampir memenuhi langit. Pagi ini udara begitu dingin. Rintik hujan masih membasahi bumi sejak semalam membuat sebagian orang malas untuk beraktifitas. Sama halnya dengan Hinata. Sedari tadi ia hanya duduk termenung di perpustakaan tempatnya menimba ilmu. Buku tebal mengenai anatomi tubuh manusia yang ada didepannya ia hiraukan. Ia kehilangan fokus untuk membaca. Sesekali ia alihkan pandangannya pada danau buatan yang menampilkan riak pantulan air. Beruntungnya ia duduk di dekat jendela kaca yang berhadapan langsung dengan taman belakang Universitasnya.
"Hinata?" Gadis surai indigo itu tersentak ketika seseorang menyentuh bahunya. Sedikit mengulum senyumnya ketika menyadari jika yang menegurnya adalah penjaga perpustakaan.
"Ah, ya?"
"Kau tak ada kelas?"
"Iya, Yuui-san"
"Sayang sekali kau terlanjur datang."
"Tak masalah Yuui-san. Lagipula dirumah aku tak ada pekerjaan."
"Aku mau ke keluar sebentar, kau ingin pesan sesuatu?"
"Tidak, terima kasih"
Setelah kepergian Yuui, Hinata langsung membereskan buku-bukunya. Ia terlanjur malas untuk sekadar membaca. Mungkin akan ia lanjutkan nanti. Lebih baik ia segera datang ke tempat kerjanya. Tak masalah jika ia datang dua jam lebih cepat dari biasanya. Setidaknya ia tak akan sendirian. Ia bisa membantu Kamui, teman kerjanya yang mendapatkan shift pagi. Siapa tahu juga atasannya memberikan bonus tambahan gaji padanya.
Halte bus hanya berjarak beberapa meter dari gerbang utama Universitasnya. Untung saja ia selalu membawa payung lipat dalam tas selempangnya.
"Hyuuga-san?"
Hinata tersentak saat tiba-tiba sosok pria berbaju hitam berdiri tak jauh darinya. Payung yang baru saja ia pegang secara spontan terlepas dari genggamannya.
"Hyuuga-san, lama tak jumpa"
"Kakashi-san? Ada apa?" tanya Hinata lirih seraya mengambil kembali payung miliknya.

KAMU SEDANG MEMBACA
The Fact
RomanceTakdir begitu menggelikan. Saat ia menyerahkan hati dengan tulus, saat itu juga ia merasakan sakit.