Part 12

2.6K 83 0
                                    


"Tere juga masuk!"

"kita kita gak masuk Pril! Yaa lo tau lah, suara dan kemampuan musik kita." sambung Dini.

"pas pasan !!" celetuk Siva, diiringi tawa mereka.

"Yeee, kalian gak boleh gitu kali!" jawab Prilly sambil mengeluarkan buku dan ballpoin dari dalam tasnya. "Kalian tetep juara dimata gue."

Terharu mendengar perkataan Prilly, Viara, Fika, Siva dan Dini mendekati Prilly lalu memeluknya. Prilly menatap temannya satu persatu, lalu merasa seolah ada yang kurang. "Tere sama Vina mana?"

"Telat mungkin ya?"

"Tere kan gak pernah telat!"

Prilly merogoh tasnya kembali, mengeluarkan handphonenya. Lalu mengetik nama Tere dan menekan tombol hijau. Sempat berfikir takut kalau temannya masih dalam perjalanan, lalu dengan menerima panggulan dari Prilly akan mengganggunya mengendarai motor. Karena Tere biasa menggunakan motor scoopy merah coklat kesayangannya untuk pergi kesekolah. Belum sempat Prilly menarik handphone dari telinganya, Prilly merasakan getaran handphonenya, tanda bahwa telponnya terangkat. Karena tidak ada suara, Prilly melirik handphonenya memastikan jika memang sudah terhubung dengan Tere.

"Re, lo kenapa?" sahut Prilly. Prilly membatalkan niatnya untuk menanyakan dimana Tere sekarang setelah mendengar suara isak tangis. Prilly panik, teman temannya bingung dan menanyakan apa yang terjadi. Prilly hanya menutup mulutnya dengan jari telunjuk, memberi aba aba agar teman temannya menghentikan pertanyaan. "Re?" panggil Prilly lagi dengan pelan dan hati hati. "Lo kenapa?"

"Pril, Vina dirumah gue!"

Prilly mendengarkan Tere baik baik. Jelas suara isakan tangis bukan dari Tere, tapi suara seorang lainnya yang berada satu ruangan dengan Tere.

"Vina Prill...." belum sempat Tere menyelesaikan perkataannya, sambungan terputus.

"Vina dirumah Tere! Terus ada suara nangis gitu!" Prilly menjawab serbuan pertanyaan dari teman temannya. Prilly berniat untuk bolos dan segera meluncur ke rumah Tere untuk mengetahui hal apa yang sedang terjadi. Prilly bergegas membereskan barang barangnya, lalu berdiri bergegas meninggalkan kelas. Sesampainya depan Pintu Bu Santi, guru killer yang mengajar kimia datang dengan membawa penggaris saktinya. Wajah Prilly pucat lalu mereka mengurungkan niat untuk membolos. Akhirnya Prilly dan yang lainnya kembali ke tempat duduk masing masing.

"Selamat pagi." Nada dingin itu membuat semua murid berubah 180 derajad. Kelas menjadi hening tanpa suara sedikitpun. Karena Bu Sinta terkenal galak, apabila ada yang ribut dia akan menghabiskan jam pelajaran dengan berceramah. Tidak pernah main fisik, tapi sekali berbicara langsung membuat hati para pendengarnya retak dan hancur berkeping keping.

"Kumpulkan tugas!"

Mampus gue!!!  Prilly menepuk jidadnya. Viara melihat kelakuan aneh Prilly sambil merogoh buku didalam tasnya. Viara mengangkat alisnya menanyakan apa yang terjadi pada Prilly. Prilly mengatakan bahwa dirinya belum mengerjakan tugas dengan bahasa tubuhnya. Viara mengerti apa yang dimaksud Prilly langsung kaget. Viara menyerahkan bukunya agar Prilly bisa mengerjakan dengan cepat selama anak lainnya bergerombol mengumpul tugas. Harapan Prilly pupus, saat namanya dipanggil. Ternyata Bu Sinta mengetahui bahwa Prilly baru mengerjakan tugas, mencontek pula.

"Kamu berdiri ditiang bendera! Sampai jam pelajaran selesai." Dengan wajah marah tanpa maaf, dia memerintah Prilly yang masih kaku di tempat duduk saat mengetahui dirinya sudah kepergok.

"Bb..baik bu!" tidak ada pilihan lain. Prilly harus mengikuti perintahnya. Prilly senang diberi hukuman berdiri ditiang bendera, daripada harus berdiri di depan kelas dan mendengar ceramah sepanjang jam pelajaran berlangsung.

Prilly segera berjalan keluar kelas dan menuruti perintah Bu Santi untuk berdiri didepan tiang bendera. Cuaca sangat mendukung, tidak terik. Prilly berdiri, ya hanya berdiri. Karena tidak diperintahkan untuk hormat dengan kaki diangkat sebelah atau jewer telinga. Bu Santi akan keluar kelas, menjenguk Prilly beberapa kali untuk bersiaga.

Prilly masih memikirkan sahabatnya Tere dan Vina. Apakah yang terjadi? Kenapa Vina dirumah Tere? Suara siapa yang menangis? Ada beribu pertanyaan dibenak Prilly. Perasaan cemas menghantui dirinya.

"Hey!"

Prilly mendongakkan kepalanya saat seseorang mengejutkannya. "Jangan panggil gue hey! Gue punya nama!"

"Oke ulang, Prilly!" kata Aliando sambil tersenyum.

"hmmm" Prilly hanya berdehem, dan kembali menundukkan wajahnya. Tangan dibelakang dan memainkan batu yang ada disekitar kakinya.

"Ini bukan waktunya upacara kali Pril. Ngapain disini?"

"Gue dihukum! Puas lo!" menatap sedetiknya kembali menundukkan wajah.

"Lah kenapa dihukum?"

"Mau tau aja!"

"Galak banget sih, yaudah gue bantu!"

Prilly mendongak kembali, melihat Aliando membelakangi dirinya menjauh. Prilly hanya bisa memandangi punggungnya yang semakin menjauh dan memikirkan maksud dari perkataannya. Selang berapa menit kemudian panggilan terdengar di seluruh ruangan, menyebutkan nama 10 finalis kontes music untuk pergi ke aula segera. Prilly baru mengerti yang dimaksud Aliando dan segera meninggalkan lapangan untuk pergi ke Aula. Kakinya sudah penat berdiri hampir setengah jam.

Bu Santi melihat Prilly meninggalkan lapangan langsung berteriak keras memanggil Prilly. Semua anak anak disekitar yang melihat kejadian itu langsung menatap mereka satu persatu, bertanya tanya apa yang terjadi. Prilly menghentikan langkahnya saat melihat Bu Santi menghampirinya.

"Mau kemana kamu?" nada tinggi itu tidak berhasil membuat Prilly kaku.

"Mau ke Aula bu!" Prilly menjawab sambil tersenyum menang, "Ibu gak denger nama saya dipanggil?" tambah Prilly lagi.

"Iya bu maaf permisi. Saya sedang perlu Prilly untuk audisi musicnya." tambah seseorang yang muncul dari belakang Prilly dengan nada yang sopan. Entah terkena hipnotis apa, Bu Santi langsung mengijinkan Prilly dengan syarat tidak boleh lagi lupa mengerjakan tugas. Aliando menahan tawanya saat tau gadis cantik ini dihukum karena tidak mengerjakan tugas. Bu Santi kembali ke kelas, Aliando berjalan menuju aula diikuti oleh Prilly.

Sesampai di aula, Prilly dan 7 finalis lainnya duduk bersampingan sambil mendengarkan Aliando selaku Juri memberikan arahan mengenai bermusic sambil menunggu juri yang satu lagi datang.

"Kalian semua mempunyai bakat music dengan alat yang berbeda beda. Clarisa biola, Prilly gitar, Tio drum, dan yang lainnya juga. Jangan lupa, hal yang kita senangi jika ditekuni baik baik maka hasilnya akan luar biasa! Ajang ini bukan hanya mencari kontestan untuk tampil di acara promnight dan mendapatkan hadiah juga penghargaan. Tapi justru untuk membuat pribadi kalian lebih percaya diri menampilkan bakat yang kalian punya."

"Permisi!" seorang wanita dengan mengenakan rok selutut berwarna biru, dan sweater pink memasuki ruangan. "Maaf pak Ali saya terlambat."

Pak? Udah bapak bapak to. Prilly menyembunyikan tawanya. Sok bijak banget dipanggil bapak.

"Oke maaf, karena sebelumnya saya belum memperkenalkan diri. Perkenalkan saya Ashila, panggil saja Shila. Saya dipercayakan SMA 9 sebagai juri kontes music. Selamat untuk 10 finalis." kata katanya terhenti saat sadar bahwa dikelas tidak semuanya hadir. "satu dua.. Tujuh.. Kok cuma tujuh? Yang tiga orang tidak bisa hadir?"

"Teman saya Tere tidak masuk kelas hari ini!" sahut Prilly.

"Oke, yang dua lagi?"

"Kalau tidak salah mereka ujian dikelas, jadi tidak bisa ditinggal."

"Oh oke, untuk Tere dan dua orang lainnya tolong dikabari besok ke aula yah jam 9 pagi. Kalau tidak terpaksa kita eliminasi." wanita itu menaruh tasnya ke kursi dan meminta mereka maju satu persatu kembali untuk diwawancarai dan di tes kemampuannya sudah sampai mana.

"Prilly !" Aliando langsung memanggil nama Prilly sebagai nomor urut pertama saat Prilly baru saja ingin berdoa agar dirinya dipanggil nomor urut terakhir. Dengan terpaksa Prilly berjalan ke atas panggung dan mengambil gitar yang tergeletak di pinggir dekat tangga.

"silakan perkenalkan diri kamu." ujar Shila.

...

Bintang Dilangit SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang