Hinata duduk di depan ruang perawatan hampir dua jam menunggu Rei terbangun, seharusnya ia bisa pergi begitu saja dari Rumah sakit ini tanpa perlu menunggu bocah kecil itu sadar. Tapi ada sesuatu yang mendorong hati kecil Hinata agar melakukan ini semua.
"Rei alergi kacang, kau seharusnya tak memberinya kacang." suara datar Naruto menyentak Hinata, gadis itu mendongak hanya untuk memastikan raut wajah Naruto.
Pria itu sudah tak rapi seperti saat bertemu di taman bermain tadi, Jas biru tuanya sudah tak melekat lagi di tubuhnya. Naruto mengenakan kemeja putih dengan garis hitam dan celana hitam yang terlihat pas di tubuhnya, kekhawatiran tersirat jelas di setiap guratan wajahnya.
"A-aku tak memberinya kacang," Ucap Hinata, ia mencoba mengingat apa yang ia berikan pada Rei. "Aku hanya memberi es krim dengan butiran kacang."
Wajah Naruto mengeras mendengar penuturan Hinata, "Itu sama saja bodoh! Kau nyaris membunuhnya."
"Bodoh?"Hinata mendengus, ia tak suka saat Naruto membentaknya. "Aku tidak tahu jika Rei alergi kacang, aku tidak tahu jika ia akan kesulitan bernapas."
Naruto masih menatap tajam Hinata, gadis di depannya masih setia menunggu Rei sadar. Padahal ia bisa saja pulang dari tadi. "Salahmu bukan itu saja, kau tahu aku hampir saja mengerahkan seluruh polisi Tokyo untuk mencari anakku."
"Ini jelas bukan salahku, Rei merengek memanggilku Mommy. Lalu ia memaksa ingin ikut denganku, saat aku mencoba membawanya kembali ke Kindergarten ia tak mau." Hinata menggeram kesal, ini bukan salahnya. Ia tak suka cara Naruto menghakiminya seolah-olah Hinata adalah dalang di balik ini semua. Meskipun secara tak langsung ini memang salahnya tapi bukan sepenuhnya.
"Dan kau begitu saja membawa anakku tanpa tahu siapa dia?" tanya Naruto sarkastik.
Hinata memijit pelan dahinya, entah dengan cara apa ia harus menjelaskan tentang kejadian yang ia alami. Sakura, Mr Alex dan Taman Bermain. Hinata tak yakin jika pria di hadapannya mau mendengarkan penjelasannya, yang Hinata ingat sejak tadi pria itu terus menerus menatapnya tajam.
"Mommy."
Itu suara Rei, Naruto dengan cepat masuk dengan Hinata yang mengekorinya. Pria itu mengusap kepala Rei, raut ketegangan sirna seketika tergantikan senyuman. "Kau baik-baik saja, Jagoan?"
"Ya, aku baik-baik saja. Daddy."
"Bukankah sudah Daddy bilang jangan mengkonsumsi kacang, Rei tak menuruti kata-kata Deddy."
Bocah itu hanya mengangguk dengan raut ketakutan, Hinata mendengus tak percaya. Rei baru saja sadar dan Naruto langsung menyudutkanya. "Hei, jangan merenggut seperti itu, Daddymu hanya khawatir padamu. Seharusnya Rei mengatakannya padaku, jika kau alergi kacang. Lain kali jangan lakukan itu lagi, okay?"
Hinata menyodorkan tangannya untuk melakukan high five dengan Rei, "Ku pikir Mommy akan meninggalkanku."
"Tentu saja Mommy tidak akan meninggalkanmu Rei, kau sedang sakit dan Mommy tak meninggalkanmu saat sakit."
"Apa itu artinya setelah aku sembuh Mommy akan meninggalkanku? Apa aku harus sakit selamanya agar Mommy tak meninggalkanku lagi?"
Oh Tuhan, ini jelas bukan perkataan yang Hinata ingin dengar dari anak berusia enam tahun.
"Heiii. Kenapa Rei berkata seperti itu? Tentu saja Mommy akan menemanimu, justru Rei harus segera sembuh agar kita bisa kembali bermain."
"Benarkah kita bisa pergi ke taman bermain lagi? Lain kali kita pergi bersama Daddy." sapphire Rei menatap Naruto penuh harap, menunggu persetujuan secara verbal dari sang ayah yang masih tak mengerti dengan jalan cerita yang Hinata mainkan.
Naruto mengangguk, membiarkan euforia kebahagiaan melingkupi putera kecilnya.
"Kau...!" Naruto menunjuk Hinata. "Kita harus bicara."
Hinata menarik napas dalam, mungkin kepalanya sudah terbentur sesuatu hingga ucapannya tak synckron lagi. Sakura pasti akan tertawa mendengar kejadian yang ia alami hari ini.
****
"Mommy?" alis Naruto bertaut, pria itu menyilangkan kedua lengannya di depan dada. Menatap Hinata tanpa berkedip, "Kau becanda, bagaimana bisa kau membohongi Rei."
Setelah menunggu Rei tertidur Naruto membawa Hinata ke taman yang ada di lantai atas, tempatnya cukup sepi tapi dari sini langit malam terlihat jelas.
"Membohongi Rei?" desis Hinata tak percaya. "Aku melakukan ini karena mu, kau yang berkata padanya jika Mommynya akan kembali dari surga. Bagaimana bisa seseorang kembali dari Surga?"
"Kau selalu menyalahkanku sejak awal, seolah-olah aku yang menyebabkan kekacauan ini. Kau bahkan tidak tahu jika hari ini aku hampir kehilangan kontrak kerjasama karena seorang memanggilku Mommy." Hinata berteriak meletup-letup mencoba menyalurkan kekesalannya. "Kau bahkan menuduhku penculik, lalu sekarang kau marah? Apa yang harus ku ucapkan pada Rei, saat ia rela sakit selamanya hanya demi menahanku agar tetap di sisinya."
"Karena ini memang salahmu, kau seharusnya tidak muncul di depan Rei." Geram Naruto.
"Ini lucu, kau bahkan masih menyalahkanku. Kita bahkan tak saling mengenal dan kau sejak tadi terus menyudutkanku." Hinata mengangkat tangannya ke udara dengan ekspresi lelah. "Aku pulang, tidak ada gunanya berdebat denganmu. Sampai kan salamku pada Rei."
Naruto hanya bisa memandangi punggung kecil Hinata yang semakin menjauh, pria itu sungguh tidak mengerti apa yang ia lakukan sekarang. Hanya karena gadis itu mirip dengan istrinya, semua memori kenangan buruk terhampar jelas membuat suasana hatinya kacau.
TBC
Update cepet Kakak~~
Kayaknya emang bakalan sering update walau wordnya dikit hehhehheGue masih bingung sama dunia oren ini, ganti cover aja gak bisa-bisa. *emang dasarnya kudet*
Thanks For Reading,
Selingkuhannya Seunghoon XD XD
KAMU SEDANG MEMBACA
Missing You (Completed)
Fanfiction[A NaruHina Fanfiction ] [Naruto (c) Masashi Kishimoto ] "Mom." Hinata tersentak kaget saat anak lelaki kecil memeluknya, "Maaf membuatmu lama menunggu." Apa telinganya sedang bermasalah? Mom? ia bahkan belum menikah. "Daddy bilang ia tak bisa menje...