Laptop di depannya masih setia menampilkan deretan kata yang membentuk sebuah informasi tentang Uzumaki Naruto, seminggu sudah terlewati sejak ia tinggal bersama Rei.
Hinata cukup penasaran dengan Uzumaki Naruto, pria itu terlalu misterius baginya. Terkadang dia bisa sangat baik tapi ada saatnya pria itu sangat kejam, saat Hinata pulang terlambat dua hari lalu misalnya. Naruto memaki Hinata tanpa ampun seperti seorang ayah yang mendapati anak gadisnya pulang malam dari pub.
Pertengkaran itu terjadi begitu saja, Naruto mengklaim dirinya mempunyai kewajiban menjaga Hinata karena ia sudah berada dalam teritori dimana Naruto harus bersifat protektif. Sementara Hinata sama sekali tidak peduli dengan kewajiban yang Naruto terangkan, ia dan Naruto tak terikat dalam hak dan kewajiban apapun.
Setahu Hinata ia sudah menekankan sejak awal bahwa tugasnya hanya mendampingi Rei, kehidupan pribadinya sama sekali tidak boleh dicampur adukan. Tapi kembali lagi ke realita, yang diajak berdebat adalah Uzumaki Naruto. Pria yang tidak pernah mau dibantah dan begitu otoriter dalam segala hal.
"Kenapa tidak langsung bertanya padaku, berita dari internet belum tentu kebenarannya."
Hinata terperanjat kaget, ia sudah mengenal jelas suara itu. Tangannya dengan reflek menutup Laptopnya, ia membalikan badan menatap seseorang yang sudah menginterupsi kegiatannya.
"Apa yang ingin kau tahu dariku?" Naruto melipat kemejanya hingga siku, pria itu baru saja pulang. Hinata menarik napas dalam melihat jam yang menggantung di dinding, pukul dua malam dan Uzumaki Naruto baru tiba di rumah?
"Tidak ada." Hinata berusaha menutupi rasa malunya, ia begitu ceroboh melupakan keberadaan Naruto. Rasanya ia ingin segera berlari ke kamar dan membenamkan diri di antara selimut tebalnya.
"Sudah jelas kau sedang mencari sesuatu tentangku di sana." Naruto mengangkat dagunya menunjuk pada laptop Hinata yang sudah tertutup.
Bibir bawahnya ia gigit pelan berusaha mencari alasan logis yang tak mempermalukannya untuk kedua kali, tapi apa? Bahkan otak Hinata tak bisa berpikir ketika Naruto memenjarakannya dalam tatapan sensual.
"Kau salah lihat." Hinata mengalihkan pandangannya, kemanapun. Asal tidak menatap seringai nakal yang tercetak jelas di wajah Naruto.
Alis Naruto terangkat sebelah, kakinya melangkah mendekati Hinata. "Mataku masih belum rabun, Hinata. Kalau begitu kenapa tidak kau buka kembali laptopmu, kita bisa lihat historynya."
Salah satu sifat menyebalkan Naruto adalah tidak mau dibantah, ketika ia meyakini sesuatu maka ia akan meyakininha dengan begitu sangat. "Tidak perlu."
Naruto menyeringai melihat Hinata terpojok, geraman kesal itu terdengar begitu menyenangkan di telinganya.
"Tapi bagiku itu perlu."
Entah bagaimana caranya kini wajah Naruto dan Hinata terpaut beberapa centimeter. Kegugupan luar biasa mendera Hinata, ia semakin kencang menggit bibir bawahnya. "Itu t-tak p-penting."
"Bagiku itu penting, untuk mengetahui seberapa tertariknya dirimu padaku." napas hangat Naruto berhembus tepa di wajahnya, Hinata yakin sekali jika saat ini wajahnya pasti sangat merah.
"Kelinci bodoh."
Cup.
Tolong seseorang sadarkan Hinata sekarang juga, pria di depannya sudah mencuri ciuman pertamanya. Oh Hinata yang malang, bahkan remaja saja tahu jika itu hanya sebuah kecupan bukan ciuman.
"Daddy...."
"Rei...."
Hinata mendorong dada Naruto, sebelum akhirnya menatap pada Rei yang tengah sibuk mengucek matanya pelan. "Kenapa terbangun, Rei?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Missing You (Completed)
Fanfiction[A NaruHina Fanfiction ] [Naruto (c) Masashi Kishimoto ] "Mom." Hinata tersentak kaget saat anak lelaki kecil memeluknya, "Maaf membuatmu lama menunggu." Apa telinganya sedang bermasalah? Mom? ia bahkan belum menikah. "Daddy bilang ia tak bisa menje...