Tinggal bersama Uzumaki Naruto? Kepala Hinata berdenyut mendengar penjelasan Naruto, walaupun semua ini demi Rei tapi jika dipikir lagi Hinata punya kesempatan menolak lebih dari lima puluh persen.
Kehidupan Uzumaki Naruto bukanlah urusannya, begitupula dengan kehidupan Rei. Hinata tidak punya pengaruh apapun untuk kehidupan mereka dan seharusnya dengan senyum mengembang Hinata bisa menolak permintaan, ralat mungkin itu termasuk perintah.
Tapi lihat sekarang, Hinata tak lebih seperti tikus yang ketakutan berada di sarang ular. Keringatnya menetes tepat di pelipisnya, Naruto berdiri di hadapannya mempersempit jarak yang tercipta.
"Jadi?"
"Aku menolaknya." semoga saja Naruto tak mendengar getar dalam suaranya. "Itu sudah jelas jawabannya, kau bisa cari orang lain. Aku yakin akan banyak perempuan mengantri hanya untuk menjadi Ibu dari anakmu."
"Tidak." ucapan Naruto membuat alis Hinata berkedut, sejak awal pria di depannya memang pemaksa. Hinata bahkan tidak habis pikir bagaimana Uzumaki Naruto mengetahui segala hal tentangnya, padahal mereka baru bertemu kemarin. Sudah jelas jika pria itu pasti menyelidiki asal-usul Hinata, tapi untuk apa?
"Jadi kau memilih apa?" tanya Naruto lagi, seharusnya Hinata bisa membuat ini mudah hanya dengan mengatakan Ya sejak awal.
"Kau tidak membiarkan ku memilih." Hinata menjerit frustasi.
"Aku memberikan pilihan, bukan?"
"Tidak, Kau hanya berkata. Kau bisa menjadi Ibu dari Rei dan tinggal bersamaku atau menjadi Mommy Rei saja tapi tetap tinggal bersama Rei, meski kau bukan type perempuan yang ingin ku ajak tinggal bersama. Tapi demi Rei aku akan menekan egoku ." Hinata mendengus kesal, harga dirinya sedikit terluka saat beberapa saat lalu Naruto berucap seperti itu, "Coba jelaskan! di bagian mana aku bisa memilih?"
"Kau gadis bodoh, itu justru sebuah pilihan."
"Hahahaha... Pilihan yang menyuruhku untuk tetap tinggal bersamamu?" Hinata terus berucap seraya tertawa mengejek.
Naruto mengangguk membenarkan, ia mengamati setiap ekspresi wajah Hinata. "Kita cari win win solution?"
"Tidak, win win solution itu pasti hanya menguntungkanmu." elak Hinata.
"Kau boleh meminta apapun yang kau mau."
"Aku tidak butuh apapun, hidupku sudah cukup terpenuhi semuanya. Aku tidak membutuhkan apapun darimu." Hinata bicara dengan begitu percaya dirinya.
"Kau harus mau." ucap Naruto tegas, Hinata harus mau melakukannya. Ini demi Rei, dan Naruto tak ingin melihat anaknya bersedih. "Ia sedang menunggumu sekarang di rumah sakit, Rei takut kau tak kembali."
Hinata termenung, ia teringat janjinya yang tak akan meninggalkan Rei. Anak itu terlihat begitu menyayangi Hinata, Rei tak ingin kehilangan Mommynya lagi.
"Temuilah dia sore ini, aku bilang kau akan kembali sore nanti." suara Naruto kali ini terdengar lebih rendah.
"Baiklah demi Rei, tapi aku mempunyai beberapa syarat. Aku akan memikirkannya lebih dulu." Hinata berpikir tak ada salahnya membantu Rei, ini demi Rei bukan demi pria sombong arrogant.
"Baiklah. Akan kuturuti semua keinginanmu."
"Kau tidak menolak? Bagaimana jika aku meminta seluruh hartamu, atau sebagian sahammu. Lalu aku akan menjualnya." Hinata mencoba berpikiran picik, padahal ia sama sekali tidak pernah ingin hal-hal seperti itu. Hinata hanya meniru salah satu percakapan dari telenovela yang sering ia tonton minggu pagi, seharusnya pria itu marah dan membatalkan kesepakatan seperti yang ada dalam telenovela.
"Kau tidak akan melakukannya, menggertakku saja kau tidak bisa. Apalagi memerasku?" sudut-sudut bibir Naruto terangkat, ia mendekatkan wajahnya pada wajah Hinata. Wajah gadis itu merona. "Lihat, baru ku dekati saja kau sudah gugup seperti ini. Bagaimana bisa gadis bodoh sepertimu memerasku."
Hinata menggerutu sebelum akhirnya ia punya kekuatan untuk mendorong dada bidang Naruto. "Aku akan menulis di List paling atas, jika kau tidak boleh memangilku bodoh."
Wajah Hinata merenggut menunjukan ketidaksukaannya saat Naruto terlalu sering memanggilnya bodoh.
"Kelinci bodoh." Bisik Naruto tepat di telinga Hinata, pria itu berhasil memblokade pergerakan Hinata dalam kungkungan lengan panjangnya. "Sepertinya itu cocok, aku melihat sesuatu di bawah sana bergambar kelinci berwarna biru."
Di telinga Hinata suara Naruto lebih terdengar seperti desahan. Pikiran Hinata masih belum terkoneksi dengan ucapan Naruto, kelinci? Berwarna biru? Di bawah sana?
Dalam sekejap Hinata merapatkan kedua kakinya. "Kau pria mesum."
Seharusnya Hinata memarahi Naruto, paling tidak ia memukul kepala Naruto. Tapi yang dilakukannya malah menyembunyikan wajahnya di dada Naruto, pria itu tersentak kaget saat kepala Hinata menelisik dada bidangnya.
"Kau mempermalukanku, seharusnya sebagai pria baik kau tidak perlu mengatakannya pada ku." Hinata merengek malu, wajahnya masih ia sembunyikan di dada Naruto. "Kalau sudah begini aku pasti akan mengingat kejadian ini terus menerus, dan merasa kalau aku gadis bodoh."
"Kau terlalu berlebihan, tapi pada akhirnya kau mengakui kalau kau adalah gadis bodoh." tanpa Hinata sadari bibir Naruto mengurva membentuk senyuman tipis.
"Kau memangilku bodoh lagi." Hinata mendongak, amethystnya menatap Sapphire Naruto dalam ketidak sengajaan.
"Karena kau memang kelinci bodoh."
Naruto mengacak pelan surai indigo Hinata, ia begitu berusaha mengurai kecanggungan yang terjadi di antara mereka.
Takdir tidak pernah bisa ditebak, Naruto tidak pernah menyangka jika ia akan berhubungan dengan Hinata. Orang asing yang terasa begitu dekat, semuanya seperti sudah direncanakan Tuhan. Pertemuan Rei dengan Hinata tidak pernah ia sangka, tapi Tuhan dengan begitu ajaibnya mempertemukan mereka seolah terikat sejak awal.
*******
"Yang benar saja?"
"Kau bisa membuatku tuli, Sakura!" geram Hinata. Ia mengaduk-aduk lemon tea miliknya dengan malas, setelah selesai dengan segala urusannya di Kantor Uzumaki corp. Sakura mengajaknya ke caffee agar Hinata bisa menceritakan semuanya.
"Kau." Sakura mendengus tak percaya. "Tinggal bersama Uzumaki Naruto? Apa yang akan kau katakan pada ayahmu?"
"Karena dari itu aku butuh bantuanmu, Aku akan tetap mengaku tinggal bersama dirimu. Kau tidak boleh membocorkannya pada siapapun, termasuk Neji."
"Kau gila!"
"Hanya itu satu-satunya jalan, meskipun aku menolak ia akan tetap memaksaku."
"Aku semakin tidak mengerti ini semua, bagaimana bisa kau memiliki wajah yang mirip dengan mendiang istrinya."
"Entahlah." Hinata menggeleng tak yakin. "Yang jelas ini semua membuatku terjebak dengan pria arrogant itu."
"Aku harus ke rumah sakit setelah ini." Hinata kembali menyesal lemon tea miliknya.
"Lalu apa yang harus ku katakan pada Kakashi?" tanya Sakura bingung.
"Apa saja terserahmu." Hinata beranjak dari kursinya, "Aku pergi dulu."
"Hei! Hinata berhenti, aku harus berkata apa?" Sakura terus meneriaki Hinata, sementara Hinata hanya memasang senyum lebar yang menurut Sakura begitu menyebalkan.
TBC
Yiiiiiipiiiiiii.... XD XD
Seneng banget bisa lanjut ini FF meski pendek banget. Yang penting lancar heheheh
Ditunggu part selanjutnya ya ~~
Salam Hangat
Selingkuhannya Seunghoon XD
KAMU SEDANG MEMBACA
Missing You (Completed)
Fanfiction[A NaruHina Fanfiction ] [Naruto (c) Masashi Kishimoto ] "Mom." Hinata tersentak kaget saat anak lelaki kecil memeluknya, "Maaf membuatmu lama menunggu." Apa telinganya sedang bermasalah? Mom? ia bahkan belum menikah. "Daddy bilang ia tak bisa menje...