Pagi-pagi sekali Hinata sudah memasak untuk sarapan, para maid hanya membantunya memotong sayuran dan hal kecil lainnya.
Asap yang mengepul dari panci sup menguarkan aroma yang menyengat, Hinata sudah mencicipinya ia hanya perlu menyajikannya di meja makan."Mommy...." suara Rei terdengar dari arah living room, Hinata mematikan kompornya. Ia menyuruh beberapa maid untuk merapikan sisa pekerjaannya di dapur.
Setelah membuka appron biru mudanya, Hinata berjalan ke arah dimana Rei berada. Dalam balutan piyama motif kelinci Rei bersandar di atas Sofa dengan tangan yang mengucek pelan kelopak matanya.
"Mommy...." ulang Rei saat melihat Hinata mengambil langkah untuk duduk di sampingnya. Suaranya sedikit serak khas suara bangun tidur.
"Hm?" Lengan Hinata memeluk erat bocah berusia enam tahun itu, Rei bukan puteranya tapi entah mengapa Hinata merasa sudah mengenal sejak lama.
"Pergi ke taman bermain besok?" tanya Rei dengan mata yang mengerjap, ia menyusupkan kepalanya ke bahu Hinata... Mencoba mencari sandaran karena sisa kantuk yang enggan pergi.
Senyum lembut menggurat wajah Hinata. "Tentu saja!"
"Aku pergi bersama Shion nanti malam." ujar Naruto tiba-tiba saja muncul di ruang tamu, tangannya sibuk mengancingkan lengan kemeja. Jam tangan rolex melingkar tepat di pergelangan tangan Naruto, pukul 9 pagi dan ini hari sabtu. Kemana Naruto akan pergi sepagi ini?
Hinata tak tahu harus berkata apa, bibirnya seolah terjahit rapat enggan mengucap. Apa yang sebenarnya ia inginkan, ketika mulutnya mengizinkan Naruto dengan Shion lalu mengapa hatinya terasa sakit. Seperti ada sesuatu yang menghantamnya tepat di dasar hati.
"Kau jangan pulang terlalu larut!" Lanjut Naruto, ujung matanya melirik Rei yang tertidur kembali dalam pelukan Hinata dengan nyamannya.
Lalu kau sendiri? Apakah kau akan menghabiskan sisa malammu bersama Shion?
"Aku bukan lagi anak kecil, aku tahu kapan aku harus pulang." akhirnya deretan kata itu mampu keluar dari mulutnya sebagai bentuk konfrotasi jika Naruto tak berada dalam teritori mampu mengatur dirinya.
Layar ponsel Hinata menyala pertanda pesan masuk, seketika amethystnya teralihkan menatap deretan kata yang menghiasi layar ponselnya.
Kalaupun Naruto menyukaimu, itu karena dirimu sangat mirip dengan Lisa. Yang ia inginkan bukan Hyuuga Hinata, tapi Lisa. Menyedihkan bukan? Disukai karena menjadi bayang-bayang orang lain.
By 0XXXXX77777
Dahi Hinata menggernyit membaca pesan itu, siapa yang mengiriminya pesan seperti ini? Tak bisa dipungkiri ada luka yang tergores membaca deretan kata itu.
"Kau memang bukan anak kecil." Ucap Naruto, safirnya menatap wajah Hinata yang tiba-tiba saja menekuk. Ada sesuatu yang terjadi, Naruto yakin itu. Rasanya ingin bertanya, kenapa? Apa kau baik-baik saja? Tapi pertanyaan itu hanya mampu terbungkus di ujung lidahnya tanpa terlontar. "Tapi kau seorang perempuan, akan sangat berbahaya jika pulang larut."
"Aku pergi." sebelum pergi Naruto menghampiri Rei yang berada dalam dekapan Hinata. Menundukkan kepalanya hanya untuk sekedar memberi kecupan pada Rei, Hinata bernapas dengan resah saat helaian pirang itu menggelitik dagunya. Semoga Naruto tak bisa mendengar degup jantungnya yang mengumandangkan keresahan.
*
*
*
*Ponsel Hinata terus berdering, ia masih sibuk dengan adonan cookies yang sedang ia buat bersama Rei.
"Halo." Hinata menempelkan ponselnya tepat di telingannya, sementara tangannya menuntun Rei untuk duduk di atas kursi. Memberi cetakan cookies pada Rei agar ia bisa membentuk adonan sesuka hatinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Missing You (Completed)
Fanfiction[A NaruHina Fanfiction ] [Naruto (c) Masashi Kishimoto ] "Mom." Hinata tersentak kaget saat anak lelaki kecil memeluknya, "Maaf membuatmu lama menunggu." Apa telinganya sedang bermasalah? Mom? ia bahkan belum menikah. "Daddy bilang ia tak bisa menje...