Who deserve it?

26.2K 2.1K 52
                                    

A NaruHina Fanfiction

Helaan napas itu saling beradu, bertukar oksigen hembusan demi hembusan. Hinata masih tak mengerti, kenapa ia bisa begitu dengan mudahnya jatuh pada Naruto. Pesona Naruto yang kuat? Atau Hinata yang lemah?  Hatinya sudah terlalu mendamba, sudah berapa lama Hinata tak menjalin hubungan.

Ia bahkan tak ingat, sejak kali pertama ia berpacaran Hinata tak pernah mau mencoba lagi, takut pada kegagalan yang menyapa. Naruto dengan mudah mengirim getar-getar hangat pada hatinya, gairah bercintanya membumbung tinggi saat bersama Naruto. Oh Tuhan,  Hinata bahkan harus menahan kuat-kuat dirinya agar tak terlihat bodoh di depan Naruto.

"Kau akan pergi bersama Shion?" tanya Hinata, bibirnya bengkak nyaris berdarah Naruto terlalu kuat menciumnya.

"Kemana?" suara Naruto terdengar lebih serak kali ini, bibirnya masih menempel di atas pipi Hinata. Keduanya masih berdiri, di ruang tengah.

"Ke resepsi pernikahan Kakashi." jelas Hinata, ia mencoba tak mendesah saat Naruto mencium sudut-sudut lehernya. Lengan kekar Naruto semakin melilit erat, tak membiarkan Hinata bergerak sedikitpun.

"Entahlah." jawaban Naruto menggantung di udara, hening. Rasa canggung menyeruak membingkai rasa gugup di hati Hinata, apa yang harus ia lakukan sekarang? Hinata tak menyukai ini, ia tak suka terlihat begitu mudah jatuh dalam pelukan Naruto.

"Ini sebuah kesalahan." Hinata mencoba melepaskan pelukan Naruto, meski sedikit sulit tapi akhirnya ia bisa melepaskannya. "Kau dan aku tak seharusnya seperti ini....,"

Hinata menatap Naruto, mencoba menjelaskan ucapannya begitu melihat raut kebingungan terlihat di antara guratan wajah Naruto. "Ehm... Maksudku, aku...,"

Apa yang perlu dijelaskan dari semua ini? "Hubungan kita, Kurasa kita sudah melewati batas yang kita sepakati. Dan aku mohon padamu berhenti menebar feromon seperti aku seorang gadis yang mendamba."

Meskipun sudah menarik napas-napas dalam entah mengapa paru-parunya masih terasa sesak, Hinata lebih memilih meninggalkan pria berambut pirang itu. Tapi sebelum Hinata menyentuh handle pintu kamarnya, Naruto sudah menghimpit tubuhnya.

"Aku tak mengerti maksudmu." Naruto menatap tajam Hinata yang menciut di bawah kungkungan tubuh tegapnya. "Menebar feromon? Gadis yang mendamba?"

Sebelah alis Naruto terangkat, yang benar saja. Apa gadis di depannya sedang mengira bahwa Naruto menebar feromon untuk menggodanya. "Aku tak melakukan itu, itu reaksi alami seorang pria ketika ada sesuatu yang membuatnya bergairah."

Bibir Hinata mengatup rapat, sebenarnya apa permasalahannya dengan Naruto? Batas, ada batas yang tak boleh ia lewati. Kenyataan mengingatkannya jika ia hanya seorang gadis yang dimintai pertolongan oleh Naruto, dan tak boleh berharap lebih hanya karena Naruto menciumnya dua kali.

"Aku ingin pergi tidur." Hinata menundukan kepalanya, ia tak mau berdebat.

Setelah ini Hinata harus menjaga sikapnya, ia harus menjaga hatinya agar tak jatuh sakit.

.
.
.
.
.
.

Suasana caffe tak begitu ramai, hanya beberapa meja yang berisi pengunjung. Hinata mengambil tempat duduk dekat barista, setelah memesan Coffee Americano Hinata duduk di mejanya menunggu kedatangan seseorang.

"Hai." tubuh wanita itu menjulang di depan Hinata. Blouse peach yang di kenakannya begitu pas dipadankan dengan celana berwarna coklat muda. Dengan anggun wanita itu meletkan tas urban icon yang Hinata tahu itu edisi terbaru bulan ini.

"Namaku Shion, kita sudah bertemu satu kali. Tapi rasanya tak lengkap tanpa berjabat tangan dalam sebuah perkenalan." tangannya terulur, Hinata menyambut uluran tangan iti dan mengucapkan namanya dalam suara rendah yang nyaris tak terdengar.

Missing You (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang