4. Roller Coaster

957 128 2
                                    

Jantungku sudah nyaris melompat saat itu juga, setelah sekian lama, kenapa aku tidak mencobanya lebih awal?
Dia tidak seburuk itu, meski cara bicaranya tetap agak sarkatik, dan menyebalkan, tapi dia benar-benar tidak buruk.

"Hei,"

Aku beralih dari catatan Bahasa Koreaku pada Shan yang memandangku aneh.

"Berhentilah tersenyum seperti itu, ini sudah lewat 3 jam setelah istirahat dan kau masih betah tersenyum seperti mulutmu itu bisa robek kapan saja."

Aku tidak tahu bagaimana caraku tersenyum saat ini, yang kurasakan hanyalah kesenangan luar biasa yang memenuhi tiap rongga tubuhku sekarang. Aku kembali menulis, masih mengingat jawabannya tadi.

"Sepertinya, tidak buruk. Asal jangan berniat memberiku daging kepiting lagi."

Aku tersenyum lagi.

"Oh ayolah Choi Hera, kau membuatku mulai takut!"
"Astaga gadis ini."
"Kau kerasukan sesuatu?"

Jadi mulai besok, apa aku harus bersiap untuk lebih sering bicara dengannya?
Aku yakin, persis seperti kata Shan, mulutku akan robek sebentar lagi jika aku masih bersikeras terus tersenyum seperti ini.

***


07.48 am

Kesiangan. Aku berangkat kesiangan, bukan karena bangun telat. Aku bangun jam 5 subuh tadi, dan akan kujelaskan nanti pada guru piket bahwa aku memaksa ibu bangun untuk memasak bekal makan siangku hari ini. Nyatanya memang begitu, aku menolak berangkat bersama orangtua dan memilih menyiapkan bekal makan yang rencananya akan kumakan siang ini, aku mengela nafas pelan, bersama Kyungsoo sunbaenim.

Sekarang bukan waktunya untuk bisa tersenyum lagi. Bel akan berbunyi 12 menit lagi, dan aku baru sampai pagar depan komplek. Sial, masih ada 250m lagi untuk sampai halte bus terdekat.

Langkahku yang terseok-seok terhenti saat sebuah mobil hitam mengkilap tiba-tiba berhenti tepat di depanku dengan suara klakson yang memekakan telinga, lalu saat kaca kemudinya di turunkan, rahangku terasa bisa menyentuh tanah sekarang.

"Sunbaenim?"

"Mau lari marathon sampai sekolah?"

"Oh?" Aku masih cukup terkejut sampai tidak mendengar apa yang di katakannya dengan jelas.

"Ayo masuk, waktu kita 10 menit."

Sungguh, ini sungguh dia? Do Kyungsoo si kutubuku itu?
Nyawaku seperti baru saja melayang karena saking terkejutnya, dan kembali saat aku sudah duduk manis di sampingnya, bagaimana caranya aku bisa masuk ke sini?

"Pegangan erat-erat, aku tidak suka kau menjerit berlebihan, ok?"

Yang terjadi selanjutnya memang benar, aku menahan nafas sembari mencengkeram tali tasku erat-erat. Sialan! Sungguh demi apa pun, aku bisa menaruhkan nyawaku sekarang juga, dia bisa mengendara segila ini?

Gila! Aku pasti sudah terlalu gila sekarang, melihatnya mengendara mobil ini saja sudah nyaris membuatku terpesona setengah mati, dan sekarang dia malah menjalankan mobilnya dalam kecepatan cahaya.

Ok aku berlebihan, tapi melihat jarum speedometer melewati angka 120 itu rasanya agak.. Aku hanya sedang berharap dia mendapat lisensi mengemudinya dengan cara yang benar.

Mobil berhenti di parkiran sekolah, rasanya aku mendesah lega keras sekali. Masih terngiang-ngiang jalanan di depanku bak rollercoaster tadi, sampai tak mendengar panggilannya.

"Hei, mau duduk di situ sampai jam pulang?" Tanyanya yang sudah diluar pintu pengemudi, kepalanya menyembul dengan sebelah tangan yang menyangga pada atap mobil. Sedang berusaha menggodaku dengan pose seperti itu? Sial, dia memang sangat menggoda pagi ini.

Tapi kenapa dia terlihat agak berantakan dan tidak serapi biasanya? Rambutnya agak acak-acakan, dan itu! Itu! Astaga! Kancing kemejanya yang paling atas terbuka. Sial, kurasa wajahku panas sekali.

Aku buru-buru turun dan ikut berjalan di belakangnya.
Sepertinya beberapa orang melihatku yang berjalan dengannya keluar dari mobil.

Dukk..

"Ahh.." pekikku pelan. Siapa yang menyuruhnya mendadak berhenti dan membuatku harus menabrak punggungnya?

"Jangan berjalan seperti anak ayam mengikuti induknya."

"Eh?"

Aku baru bisa mencerna kata-katanya setelah dia sudah beberapa langkah di depanku. Aku langsung menyusulnya, kali ini berjalan tepat di sampingnya. Entah kenapa, kurasa aku berpikir terlalu lamban akhir-akhir ini.

"Aku tidak tahu kau bisa mengemudi, sunbaenim."

"Memang kau harus tahu?"

Sialan!

"Yah, tidak juga sih. Tapi aku sangat terkejut melihatmu tadi."

"Apalagi aku."

"Memang kenapa?"

"Apa perlu kujelaskan raut wajahmu tadi seperti apa?"

Aku tersenyum kikuk.
"Tapi kau cukup baik tadi, aku menikmatinya, seperti naik rollercoaster. Whooo~ kapan-kapan kau harus ajak aku naik itu lagi, ya?"
Aku sampai menirukan gaya orang yang naik rollercoaster. Dia melirikku enggan, astaga, pasti aku sudah berisik sekali.

"Guru piket hari ini Heechul saem."

"Wah pantas saja, kau sampai bawa mobil sendiri begitu memang punya alasan yang akurat ya sunbaenim."

Tidak tahu, tapi sepertinya dia tersenyum?

"Jadi, mau sampai kapan mengoceh dan tidak masuk ke kelas?"

"Oh?" Aku terkejut saat melihat sekitar, sudah selama apa kita berdiri di depan kelasku?

"Aku duluan,"

"Ah sunbaenim?"

Dia berbalik, sial tampan sekali.

"Terimakasih."

Dia berlalu begitu saja tanpa berkata apa pun. Aku masuk ke dalam kelas bersamaan dengan bunyinya bel, dan disambut pandangan penuh tanya dari seisi kelas.

Sampai kutemukan Shan yang duduk melongo di tempatnya.

"Astaga! Kau! Kenapa bisa dengan that nerd sunbaenim!?"

"Oh, aku hanya dapat tumpangan gratis. Wae?" Tanyaku santai, duduk dan meletakkan tas di atas meja.

Shan meletakkan punggung telapak tangannya di dahiku.

"Kau tidak sakit kan?"

"Wae?" Tanyaku lagi, dia menggelengkan kepala.

"Kau tidak boleh, Hera~ya."

"Wae?" Tanyaku sekali lagi, kali ini terdengar seperti protes tidak terima.

"Kau tahu dia itu aneh, misterius, apa kau tidak takut?"

Aku memasang senyum sinis,
"Wae? Kenapa harus takut padanya?"

Kulihat wajah Shan yang sulit diartikan, entah dia tertohok, takut, sedih, atau senang.

"Kau tidak benar-benar kan." Tangannya menutup mulut tidak percaya.

"Kalau memang benar bagaimana?"
Aku tidak bisa menahan senyumku lagi,

"Tidak, pasti maksudmu berbeda denganku-"

"Hei, mau dengar sesuatu?" Potongku, dia terlihat setengah hati mengangguk.

Aku mendekatinya, berbisik tepat di samping telinga gadis keturunan Belanda itu.

"Dia seksi sekali."

Kyungsoo-ku SayangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang