10. Do

1.2K 161 3
                                    

"Baiklah, aku akan memberikannya. Tapi dengan satu syarat."

"Katakan sekonyol apa itu."

Masih dengan menahan tawaku.

"Cium aku."

Untuk beberapa saat dia terdiam, sepertinya terlalu terkejut dengan syarat yang kuajukan.

Tring.. tring.. triing...

Bel masuk sudah berbunyi, tapi kenapa malah aku yang gelisah? Dia tetap terlihat tenang dan keren, maju selangkah sampai tidak ada jarak lagi denganku.

"Tidak mau mengajukan syarat yang lebih susah, hm?"

Oh! Senyum miring itu! Kepalaku mendadak terasa berputar.

Aku menggeleng menjawabnya, dia semakin dekat. Jantungku memompa tanpa jeda dan dalam tempo yang tidak karuan, seperti ada sengatan listrik saat itu juga.

Dia menciumku.

Ada suatu energi aneh yang menjalar ke seluruh tubuhku, rasa membuncah yang janggal. Dia tidak berbuat lebih, hanya menempelkan bibirnya begitu saja pada bibirku selama beberapa detik. Sialan, dia berhasil mengambil ciuman pertamaku. Aku ingin sekali meloncat-loncat kegirangan sekarang.

"Gadis bodoh," bisiknya pelan sebelum meninggalkanku yang masih berdiri kaku.

"Hera~ya! Kenapa lama sekali? Bel sudah-"

Dia baru saja mengambil ciuman pertamaku, tapi terasa seperti mengambil jantungku, aku sampai tak bisa merasakan detakannya untuk sepersekian detik.

"Hera~ya.." panggilan Shan menyadarkanku. Kulihat dia berdiri di depanku dengan pandangan khawatir.

"Apa yang terjadi? Kenapa sunbae itu bersamamu barusan? Kau tidak apa-apa kan?"

Aku menahan nafas, menyadari sesuatu yang salah saat itu juga. Dia mengambil kacamatanya sendiri.

"Sialan, brengsek itu." Umpatanku yang diiringi senyum lebar untuk pertama kali.

"Astaga, pasti mulutnya benar-benar akan robek kali ini."

Gerutuan Shan yang berjalan di belakangku. Aku mengemasi bukuku di meja dan segera berjalan menuju kelas.

"Kalian tadi sedang apa? Kau tidak berbuat yang aneh-aneh kan?"
"Kenapa diam saja? Are you just doing something crazy shit with him?"
"Oh my.. seriously!"
"Ya! Choi Hera! Jawab aku!"

Shan terus mengomel sampai duduk di bangku kelas. Dia terus mengatakan banyak hal yang tak ingin kudengar.
Aku masih sibuk mengingat bibirnya yang hangat itu, ah, aku menginginkannya lagi.

"Berhenti buat aku penasaran, katakan saja apa itu maka aku akan diam."

"Kau serius mau dengar?"

"Ya!" Dia mengangguk semangat.

Aku mendekat pada telinganya, dia sudah diam siap mendengarkan.

"Sex."

Tawaku pecah begitu saja, ditambah melihat ekspresi melongo Shan yang aneh sekali, masa bodoh dengan teman sekelas yang memandangku seperti orang gila.

Aku masih tertawa terbahak-bahak saat Shan memukuli lenganku dengan keras.

***

Waktu pulang sudah lewat 10 menit lalu. Shan sudah pulang lebih dulu, sedang aku masih di dalam kelas sendirian menyelesaikan beberapa soal yang tersisa, padahal aku bisa melanjutkannya nanti di rumah. Sekalian menunggu Hyeso unnie yang katanya akan agak telat menjemputku.

Ponselku berbunyi menandakan pesan masuk. Dari Hyeso unnie, dia bilang sudah di depan pagar, aku segera bergegas.

Hatiku seperti akan meledak saat melihatnya yang sudah berdiri di depan pintu kelasku. Mengingat ciuman di perpustakaan tadi, tenangkan jantungmu, Choi hera.

"Baru saja semedi di dalam?"

Aku ingin tertawa tapi tidak bisa. Akhirnya hanya menggeleng dengan canggung.

"Ayo."

Dia berjalan duluan, sial, tidak berniat menggandeng tanganku begitu?
Oh ini masih di sekolah, mungkin dia terlalu malu melakukannya di depan banyak orang, ya, pasti begitu. Tidak, dia tidak akan melakukannya sekalipun hanya berdua denganku di dunia ini.

"Aku pulang bersama Hyesounnie. Maaf tidak bisa pulang bersama."

"Memang siapa yang mau mengajakmu pulang bersama?"

Kuatkan hatimu, Choi, Do memang orang seperti ini sejak dulu, tak pernah berubah sedikit pun.

Sepanjang jalan kami hanya diam, tak peduli sedikit pun akan pandangan dan bisikan siswa-siswi yang dilontarkan jelas pada kami.

Tepat di depan pagar terlihat mobil Hyeso unnie terparkir, kami menghampirinya, Kyungsoo menyapa dengan sopan, kapan dia bisa manis seperti itu padaku?

Aku tak berkata apa pun, langsung masuk di kursi penumpang. Kyungsoo masih berbincang ria dengan Hyeso unnie.
Tak lama kemudian Kyungsoo mengetuk kaca di sampingku, aku dengan malas membukanya.

"Apa?" Sungutku.

"Berikan ponselmu." Katanya seperti preman kelas kakap.

"Untuk apa?"

"Sudah berikan saja."

"Awas kalau kau macam-macam!"

Dengan setengah hati kuulurkan ponselku padanya. Dia sibuk sendiri dengan ponselku, aku memutar mata enggan.

"Ini." Dia mengembalikan ponselku.

Kulihat layar pada ponselku,
"Nomormu? Aku tidak butuh." Kataku sarkatik.

"Kuyakin kau akan meneleponku juga."

"Ya, ya terserah."

"Sudah? Apa kita bisa berangkat?" Tanya Hyeso unnie.

"Ya Noona, urusanku dengan gadis bodoh ini sudah selesai."

Hyeso terkikik pelan. Aku semakin bersungut lagi, sejak kapan mereka jadi seakrab ini? Entahlah, aku merasa seperti, cemburu?

"Hati-hati." Tangannya terulur melewati kaca jendela yang masih terbuka penuh, menyentuh puncak kepalaku dan mengacak rambutku pelan.

Belum sempat aku melakukan protes dia sudah berpamitan pada Hyeso unnie. Jujur saja aku merasa terkesan, tapi juga agak jengkel dia tersenyum selebar itu pada Hyeso unnie.

"Dia manis ya?"

"Apanya." Kataku dongkol, membuang tatapan keluar jendela.

"Kau kelihatan suka sekali."

"Memang."

"Ahhh.. indahnya masa SMA! Andai saja aku bisa kembali. Ah, Hera~ya, mau dengar sesuatu yang menarik?"

Aku hanya bergumam tidak jelas.

"Aku dulu juga punya kekasih saat SMA."

"Lalu?"

"Kau tahu siapa dia?"

"Tidak."

"Kang Jin Ho, suamiku."

Sepertinya aku mulai paham dengan arah pembicaraannya, membuat perutku terasa penuh mendadak.

"Kenapa kau membicarakannya padaku?"

"Yah siapa tahu suatu hari nanti kau akan jadi Do Hera."

"Unnie!!!"











JANGAN LUPA VOTE AND COMMENT GAES~

Kyungsoo-ku SayangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang