9. Kiss Me

910 135 4
                                    

"Sebaiknya kau berikan pada orang lain saja."

"Maaf, tapi aku hanya mau Hera sunbae yang menerimanya, aku sudah mempersiapkan ini jauh-jauh hari untuknya."

Kyungsoo mendesah keras, dia memasukkan kedua tangan dalam saku celananya dan memandangku malas. Oh Tuhan! Dia sudah berani bergaya tengil sekarang? Tidak sadar pandangan siswa-siswi yang melihatnya seperti gangster?

"Apa kau mau menerimanya?" Tanyanya ogah-ogahan.

"Bagaimana menurutmu?"

"Menolak pemberian orang memang tidak baik, tapi aku agak tidak suka melihatnya."

Dia pergi begitu saja tanpa memperdulikan aku yang menjadi tawanan saat ini. Kenapa dia tidak bilang saja aku ini pacarnya? Kan beres, tidak akan ada lagi yang berani menganggu atau menggodaku kalau tahu dia adalah kekasihku, dia cukup ditakuti di sekolah.

Ah dia membuatku makin pusing. Aku beralih pada Mark, memandangnya penuh rasa bersalah.

"Hera~ya!"

Itu teriakan Shan. Dia berlarian menghampiriku.

"Ada apa? Kenapa ribut sekali? Kau tidak apa-apa kan? Astaga!" Dia berteriak heboh, lalu berjingkat saat melihat Mark yang masih berdiri mematung dari tadi.

"Sunbae, kumohon terimalah."

Rasa bersalahku berkali lipat pada Shan, gadis itu berdiri kaku di tempatnya sekarang.

"Mark," aku menarik nafas dalam-dalam lalu melanjutkan,
"Aku-"

"Anggap saja ini hadiah dari penggemar, aku tidak berniat jadi kekasihmu, sunbae. Jadi kumohon, terima hadiah dari fanboymu ini."

Aku berpandangan dengan Shan, kulihat dia mengangguk dan tersenyum samar, aku tidak begitu yakin, tapi melihat Mark yang sepertinya benar-benar meletakkan harapan padaku aku jadi tidak tega melihatnya.

"Baiklah, terimakasih."

Mark langsung memasang senyum lebar,
"Harusnya aku yang berterimakasih karena kau mau menerima hadiah kecil dariku. Tapi, sunbae, apa kalian pacaran? Maksudku, sunbae dengan Do Kyungsoo sunbaenim. Dia terlihat marah, apa aku baru saja membuat kalian bertengkar? Apa aku harus menghadap pada Kyungsoo sunbaenim secara langsung?"

Aku kelabakan, dia masih terlalu polos sehingga bisa berkata semudah itu di depan banyak orang. Benar juga, ini semua salah Do Kyungsoo si brengsek itu.

"Jangan terlalu dipikirkan. Sekali lagi terimakasih atas hadiahnya, Mark. Kami duluan!"
Aku bergegas menarik tangan Shan yang malah diam membatu memandangku.

"Ah ya! Semoga harimu menyenangkan, untuk Shan sunbaenim juga! Aku mencintaimu Hera~ssi!"

***


12.30

Bel istirahat baru saja berbunyi. Aku dan Shan berjalan menuju kantin, makan siang dengan tenang sembari berbincang ringan. Aku bersyukur dia tidak canggung atau marah padaku, bahkan dia bilang dia senang sekali karena Mark tahu namanya, siapa juga yang tidak tahu tentang bel sekolah kedua?

"Oh ya, apa tugasmu sudah?" Tanya Shan saat kami baru saja kembali ke kelas.

"Tugas apa?"

"Sejarah, kata Heechul saem besok- Ya! Mau kemana?"

"Perpustakaan."

Aku langsung pergi setelah mengambil buku tugas dari dalam tas, baru ingat ada puluhan soal yang di berikan dan harus dikumpulkan besok. Sedang Heechul saem bukan tipe guru yang membiarkan muridnya bisa duduk tenang, semua jawaban soalnya pasti ada di perpustakaan.

Perpustakaan sangat sepi tentu saja karena murid-murid lebih memilih untuk ke kantin. Aku mencari buku dengan cepat karena sudah nyaris hafal semua letak buku di sini, kemudian duduk di salah satu kursi dekat dengan rak buku sejarah yang berada paling sudut ruangan.

Tak lama kemudian Shan menyusul dengan wajah masam, dia duduk di depanku dan menyalin pekerjaanku dengan malas.

"Jangan meniru sama persis."

"Aku tahu,"

Aku terkekeh pelan melihat ekspresi wajahnya, lalu kembali fokus pada serentetan soal di buku.

"Sebentar, jawaban soal nomor 15 tidak ada di buku ini, akan kucarikan buku lainnya dulu."

"Hmm."

Setelah mencari lebih dari 5 deret, akhirnya aku menemukan buku yang kutahu, untung saja ada di bawah, aku mengambilnya dan segera kembali.

"Oh!" Pekikku kaget.

Orang itu hanya memandangku sekilas, kemudian memandangi rak buku di belakangku. Ya, dia Do Kyungsoo.
Kenapa tiba-tiba muncul di depanku sedekat ini? Dia tidak tahu kalau aku sedang marah padanya? Aku kan bisa khilaf.

"Sedang apa?" Tanyaku mencoba seketus mungkin. Sial, kenapa suaraku malah terdengar gemetar?

"Mencari sesuatu."

Dia melangkah mendekat, membuatku harus mundur menghindarinya, tapi dia terus mendekat sampai kurasakan nafasnya pada dahiku. Dia masih memperhatikan rak di belakangku, tangannya terulur, seperti mengabsen buku-buku di sana, dan anehnya malah terlihat seperti sedang memojokkanku saat ini.

"Aku harus pergi."

"Hmm." Dia hanya bergumam pelan.

Sepertinya dia serius sekali, aku berdehem pelan dan mencoba mendorong lengannya menjauh, tapi yang kudapatkan setelahnya malah pandangan mata yang selalu bisa meluluhkanku.

Kami beradu pandang beberapa saat, tidak usah ditanya aku juga tahu, aku tahu aku akan kalah.

"Kau menerimanya."

Aku memandangnya tidak percaya, dia benar-benar marah? Astaga, sekarang aku malah bingung harus sedih atau senang. Tapi pada akhirnya, saat bibirku terangkat membentuk sebuah senyum, aku sadar bahwa aku sedang benar-benar senang.

"Jangan tersenyum. Apa aku terlihat sebodoh itu sekarang?"

Aku mengangguk. Dia mendesah berat.

"Berhenti menerima hadiah dari para laki-laki itu."

"Wae? Itu kan hadiah dari penggemar, aku tidak boleh egois untuk menolaknya." Aku mencoba membantah dengan menahan senyum.

"Tetap saja, aku tidak suka melihatnya."

Kini dia membuang tatapannya.

"Sunbae."

"Hmm."

Tanganku terulur ke arah wajahnya, secepat kilat mengambil kacamata minusnya itu dan memasukkannya ke dalam saku kemeja sekolahku.

"Jangan membuatku bertambah marah."

Matanya tajam sekali, tapi malah puluhan kali makin imut. Dia melirik ke arah kacamatanya yang ada di sakuku dengan pandangan tidak suka, tentu saja karena dia tipe siswa baik yang tidak akan dengan mudah menyentuh dada kekasihnya.

"Aku suka melihatmu marah, itu imuuuut sekali."

"Aku tahu, jadi jangan buat aku semakin terlihat imut."

Tawaku nyaris meledak, tapi langsung ingat bahwa ini perpustakaan.

"Baiklah, aku akan mengembalikannya. Tapi dengan satu syarat."

"Katakan sekonyol apa itu."

Masih dengan menahan tawaku.

"Cium aku."






















































Kyungsoo-ku SayangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang