Part 5 : Rencana

4.4K 80 0
                                        

Setelah selesai mandi, aku langsung turun dan membuatkan sarapan untuk suamiku di dapur. Aku memang jago masak. Bukannya sombong, tapi memang sejak usiaku 15 tahun aku sudah diajarin memasak sama bunda. Kata bunda sih biar ga malu-maluin kalau udah nikah. Hari ini aku memutuskan untuk membuat nasi goreng.

"Mba kok pake sweater yang ada kerahnya sih? Mba sakit yaa",tanya Nara. Adik dari mas Zivan. Bagaimana cara aku menjawab pertanyaan Nara. Ini semua karena kelakuan abang kamu Nara, gerutuku dalam hati.

"Ah tidak. Mba tidak apa-apa Nara, mba hanya ingin memakainya saja". Nara hanya bisa ber'O'ria.

"Mba lagi masak apa?"

"Mba cuma bikin nasi goreng saja. Apa Nara mau? Nara udah sarapan belum? Kalau belum mba buatin sekalian", ucapku.

"Beneran mba? Tapi Nara takut abang bakal marah",ujarnya.

Aku bingung. "Iya tidak apa-apa. Kenapa abang harus marah?", tanyaku sedikit penasaran. Lalu Nara pun menceritakan semuanya, bahwa Zivan tidak suka bahwa sesuatu yang sudah menjadi miliknya dibagi dengan orang lain. Sekalipun itu adiknya maupun keluarganya. Sungguh aneh!

"Yasudah mba Nara keluar dulu ya", ucapnya. Dan aku hanya menjawabnya dengan anggukan.

Selang beberapa menit setelah Nara keluar. Kini tubuh serasa ada yang memelukku dari belakang. "Kamu sedang masak apa sayang?", tanyanya sembari mengeratkan pelukannya, sesekali dia mengecup leherku.
"Mas.. Bagaimana kalau ada yang lihat?", ujarku takut ada orang yang melihat.

"Tidak akan. Sebentar saja yang". Terserahlah kali ini aku sedang malas berdebat dengannya.

"Astaga! Mentang-mentang pengantin baru. Cari kamar mas, jangan ditempat umum gini dong. Kasihan disini banyak jomblo, nanti pada kepengen gimana? Kan aku jadi pengen", ucap Dion dengan kesal, melihat kakak sepupunya sedang dicumbui oleh suaminya.

Mukaku kini benar-benar merah seperti tomat. Malu? Pasti.
"Ck, kau ini mengganggu sekalin yon", gerutu mas Zivan. "Nanti juga kamu bakal ngarasain kayak mas", ucapnya lagi.

"Tuhkan mas. Yasudah sekarang kamu mau ngapain yon?", tanyaku.

"Tadi kata Nara, mba buat nasi goreng yaa. Dion mau dong mba bikinin yaa". Dan ku jawab dengan anggukan.

"Enak saja kau yon, memangnya istri mas ini pembantu. Suruh bikin sendiri saja yang", ujar mas Zivan. Ternyata benar apa yang diucapkan Nara tadi.

***
"Mas, cuti kerja sampai kapan?", tanyaku sambil menyenderkan kepalaku didada mas Zivan.

"Minggu depan. Memangnya kenapa yang?" sahutnya.

"Tidak apa-apa".

"Oh iya. Nanti kamu ikut mas pindah ke Bandung yaa. Kan mas kerja disana".

"Pindah? Aku gabisa mas", seruku.

"Iya,kan kamu sekarang istri mas. Jadi kamu harus ikut sama suami kamu yang. Kenapa tidak bisa ? Apa alasannya?", tanyanya.

"Mungkin aku sedikit egois mas, tapi mau gimana lagi. Aku gamau ninggalin ayah sama bunda sendirian disini. Siapa yang akan merawat dan menjaga mereka? Aku tidak punya kakak dan adik, dan ini adalah tanggung jawabku mas", jawabku.

"Aku tau yang, tapi nanti aku bisa suruh Nara biar jaga ayah sama bunda atau kamu aku izinin untuk pulang seminggu sekali. Gimana yang? Bisa ya", rengeknya.

"Bisa saja, tapi aku tidak enak dengan Nara", sahutku.

"Yasudah nanti kita bicarakan lagi." aku hanya bisa menganggukkan kepalaku.

***

Sebulan sudah kami menjalani hidup sepasang suami-istri. Aku sering bolak-balik Cirebon-Bandung seminggu sekali. Tiba-tiba teleponku berdering.

Drrrtt.. Drrrtt

"Hallo, dengan siapa saya berbicara?"

"Saye Lydia lah. Vera kat sini sedang terjadi masalah nih. Kau harus cepat datang kat Malaysia."

"Ada masalah ape kat sana Lyd?", tanyaku.

"Kau datang je lah kat Malaysia. Penting ni Ver."

"Yasudeh. Nanti saye datang kat sana, oke."

Klik.

"Siapa yang?"

"Lydia sahabatku dari Malaysia. Dia menuruhku untuk ke Malaysia. Apakah mas Zivan mengizinkanku? Katanya penting", ucapku sambil berdoa supaya diperbolehkan oleh mas Zivan.

"Memangnya ada apa disana?"

"Yang pasti aku tidak tau. Tapi Lydia bilang terjadi masalah penting disana. Apa mas memberiku izin, please..", ucapku sambil memohon.

Dia menghela nafas panjang. "Yasudah. Berapa hari disana? Dan yang pasti kamu harus memberiku jatah untuk malam ini yang".

"Ck. Masalah jatah aja selalu inget",gerutuku. Mas Zivan hanya menyengir layaknya kuda.

Pantaskah Aku Berada Disisimu 18+Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang