Masa lalu memang ada, tapi untuk mengenangnya harus membuka lembaran rindu yang menyakitkan.
***
Ia menaruh koper kemudian menyapu pemandangan di sekelilingnya. Lantai kayu yang dipijaknya hangat menjalar dari telapaknya.
Cat tembok putih, lantai kayu bernuansa hangat. Seonggok jendela bertengger di salah satu dinding menghadap ke jalan. Semilir angin dingin menerpa tirai, kemudian memasuki ruangan. Chelsea bergidik sekali. Menoleh, melihat jendelanya yang terbuka.
Dengan langkah gontai, ia menutupnya.
Brug.
Apa yang baru saja kulakukan?
Ia menatap jalanan sepi di bawah sana. Langit malam sudah terbentang, di kota baru.
Setelah empat jam terbang, akhirnya ia sampai juga ke Tokyo. Namun, entah kenapa perasaan hatinya masih tak lega.
Seseorang mengetuk pintu kamar. Chelsea menoleh dan menemukan ibunya sedang melongok memasuki kamar.
"Makan malam dulu, Chels."
Sepiring nasi goreng dengan asap mengepul panas di atasnya. Chelsea menghampiri ibunya dengan perut keroncongan.
Dengan diam, ia menerima sepiring nasi hangat itu, kemudian menyuap sekali.
"Terimakasih, bu," ujarnya sekadarnya.
Selang diam di antara keduanya, ibu Chelsea nampak ragu menatapi putrinya.
"Dengar, aku tahu kau tidak menyukai disini. Tapi. . ." Ibu Chelsea menatap bimbang. Chelsea memperlambat kunyahannya, melirik ibunya sekilas.
"Aku baik-baik saja, bu."
Di antara keheningan, Chelsea menelan nasi, bersama dengan emosinya.
"Di sana, peralatan sekolahmu. . ." Ibu Chelsea menunjuk setumpuk peralatan sekolah diatas meja belajar.
Dan sebuah name tag disodorkan padanya. Chelsea termenung sejenak mengamati nama Jepangnya tercetak disana.
"Kartu pelajarmu."
Dengan ragu, Chelsea menerima benda itu.
"Nah, selamat malam. Bersiaplah untuk besok."
Ibunya bangkit, lalu meninggalkan Chelsea yang masih termenung menatapi kartu pelajar itu.
Seandainya aku bisa memilih.
Mungkin aku tidak akan ada disini...***
"Chels, bawa bekalnya, ya!" seru ibunya dari dapur. Chelsea sedang memakai sepatu pantopelnya di beranda ruang tamu. Kulit sepatunya kaku, sehingga sulit untuk dipakai.
Dari ruang tamu, ia berjongkok, kemudian bergumam tidak jelas.
"Memang di Jepang tidak ada kantin?" balasnya berteriak.
"Tentu ada. Aku hanya ingin berhemat. Tahu, kan, lebih sehat bawa bekal. Lagipula, aku sedang senang memasak."
Chelsea menghela napas. Dalam hati berpikir, bawa bekal itu berat. Mana kali ini ia harus berjalan kaki selama sepuluh menit. Bukan malas atau apa, namun, untuk masuk sekolah di hari pertama ini rasanya sedang tidak berselera saja.
Namun dengan berat hati, Chelsea tetap memasukan kotak bekal dari tembaga itu ke tas ransel kotaknya. Dari pintu tengah, ibunya muncul tergopoh-gopoh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tokyo Kiss
Teen FictionCompleted. #543 inTeenFiction 30Sept2017 #99 in Romance 3Mar2022 Ryu Otosaka pemilik manik cokelat yang penuh pesona. Bertemu dengan Chelsea, Asuka Matsumoto, gadis dari Indonesia yang sama sekali tidak menyukainya. ©Copyright 2016 Nice McQueen Seri...