Chapter 5 Part 8

1K 122 13
                                    

Chelsea berdiri di depan lorong ruang kesehatan sekolah menunggu Osamu  senpai di dalam. Pria itu sedang mendengarkan keterangan untuk melakukan pergantian perban jika tidak ada orang di dalam sana. Chelsea mendegus sekali sambil mengamati perban putih yang melingkar di telapak tangannya dengan perasaan---masih tak menyangka.

Tidak ada gunanya lapor polisi, semua orang di Tokyo tunduk pada Yakuza.

Begitu kata Osamu tadi pagi waktu mengantarnya ke sekolah. Karna bertepatan dengan itu, malam kemarin Osamu-lah yang menemukan Chelsea hampir terjatuh di antara perkumpulan itu. Hal menyeramkan yang pertama kali ia lihat, katanya. Haruka sudah keterlaluan dan ia tak bisa dicegah lagi, Chelsea sudah terlalu jauh masuk ke dalam kehidupan itu. Dan itu semua karna..?

Ya Tuhan.

"Maaf, menunggu lama, kenapa? Apa tanganmu masih sakit?" tanya Osamu perhatian sambil mengamati tangannya dan wajahnya bergantian.

Chelsea tersenyum rendah dan menggeleng, "tidak, hanya saja..."

Dari ujung lorong Chelsea mendapati tubuh pria jangkung sedang berbelok dan berjalan hendak ke arahnya. Oh salah. Mungkin ia ingin berjalan ke ujung lorong tangga sana tapi melewati ruang kesehatan.

"Apa?" tanya Osamu.

Chelsea merasakan tenggorokannya kering dan tercekat saat ia melihat wajah pria itu keluar dari bayangan.

Ryu.

Pria itu berjalan seolah tak menyadari kalau ada Chelsea di sana. Ada Chelsea.

"Senpai, bisakah kita kembali ke kelas sekarang? Aku harus..." suara Chelsea tertahan saat matanya tak sengaja bertabrakan dengan mata pria itu. Dan saat itu, kerut di wajahnya terpancar cukup jelas.

Osamu tersadar dari penglihatan Chelsea dan langsung menoleh kearah yang sama.

"Oh ya aku mengerti. Ayo."

Tangan Osamu memutar pundaknya lalu mendorongnya perlahan menghindari Ryu. Tapi suara nyaring menghentikan langkah keduanya.

"Asuka!" panggilnya.

Dan tanpa sadar, degup jantung Chelsea mulai berdentum keras.

Aku tidak...

Mata Chelsea terpaku pada lantai bening di bawahnya, kemudian ia merasakan seseorang melewati tubuhnya dan berdiri di depannya. Tangan Osamu terlepas, kepala Chelsea terangkat dan melihat wajah Ryu di sana.

"Kau kenapa?" tanyanya dengan nada penuh khawatir. Matanya mengamati perban di tangannya lama lalu baru beralih ke wajahnya. Chelsea ingin tersenyum dan mengatakan tak ada apa-apa, tapi kembali lagi, tenggorokannya tercekat dan ia tak bisa mengeluarkan suara. Yang ada malah, pandangannya perlahan-lahan memburam dan dadanya sesak.

"Asuka," Ryu menyentuh tangannya. Chelsea melihat itu dan ingin menariknya lagi, tapi ia bungkam.

Ryu mengangkat kepala dan menoleh ke arah Osamu di belakangnya, "senpai, maaf, aku ingin bicara padanya."

Sebelum Osamu sempat menjawab, tangan Chelsea yang tidak diperban sudah ditarik duluan. Dan tarikan itu membawa Chelsea dan Ryu ke taman belakang koridor.

***

Ryu harus mengakui ini.

Pikirannya akhir-akhir ini jadi tidak fokus, ia berusaha fokus tapi entah kenapa, bukan itu yang membuatnya puas saat ia sudah berhasil fokus pada hal itu. Melainkan, ia menjadi mudah marah dan emosional. Entah pada Hendo dan Kento atau pada keluarga terutama ibunya.

Ia tak mengerti kenapa ia sangat sulit melupakan gadis itu. Ia tak mengerti kenapa hanya padanya, ia tak bisa memutuskan aliran darah yang selalu menegang jika sedang memikirkannya.

Ia ingin bertemu Chelsea. Ia ingin gadis itu ada di sampingnya, membuat kehidupan setelah dua tahun lalu menjadi semanis ciuman pertamanya. Semanis bagaimana ia tahu kalau ia tak pernah tahu sebuah rasa yang benar-benar tulus, membekas dalam hati dan pikirannya. Ia tahu sekarang, ia tahu hal itu adalah hal yang paling membuatnya uring-uringan tidak jelas.

Tapi, apa hanya dirinya yang merasakan seperti itu?

"Asuka, siapa yang melakukan ini padamu?" tanyanya yang kedua kali. Tapi gadis itu hanya tersenyum pahit dan memandangi buntelan perbannya.

"Lucu sekali jika diingat," ujarnya pendek.

Alis Ryu bertautan, "apa yang lucu? Apa kau sedang memotong apel? Atau saat kau..."

"Sama sekali bukan seperti apa yang kau pikirkan," Chelsea mengangkat dagu dan menatapnya, "dan kau tak perlu tahu itu."

Dada Ryu serasa berhenti dan matanya terasa mengering. Apakah ia sudah sebegitu menyebalkan? Kenapa mendadak rasa nyeri yang begitu hebat menyerang hatinya?

"Terima kasih telah bertanya, aku masih ada kelas," sahutnya sambil berlalu.

"Asuka," panggil Ryu lagi. Gadis itu berhenti tapi tidak menoleh, hanya diam dan menunggunya melanjutkan.

"Apa aku tak boleh mengetahuinya, sedangkan Osamu sialan itu mengetahuinya?"

Chelsea menoleh cepat dan memicingkan matanya, "sialan? Kau bilang sialan?"

"Apa yang sebenarnya terjadi padamu? Kenapa kau jadi seperti ini?"

Napas gadis itu berat, Chelsea berusaha menahan sesuatu yang entah Ryu tahu apa. Tangis? Amarah?

"Asal kau tahu, Asuka, aku juga tak ingin bertemu lagi denganmu, tapi aku..." Ryu merasa tenggorokannya tercekat, bukan karna kering tapi karna kenyataannya ia harus mengakuinya.

"Aku terlalu terlambat menyadari kalau aku, benar-benar mencintaimu."

***

Yabariiineee gw berhasil nepatin janji hehe ya walaupun telat tp jadi juga dua part hari ini.
Baiklah smoga part ini menjawab kepenasaran kalian(bagi yg msh stay tune) hehe

Terimakasih arigatouuuu😘

Tokyo KissTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang