BAB 4

92 9 0
                                    

Kevin melirik ke arah Naya, gadis itu masih menunduk sambil memainkan jari-jarinya. Mata Kevin beralih ke arah baju Naya yang sedikit terbuka dibagian dadanya dan memperlihatkan sepasang bukit yang kini tumbuh indah. Tiba-tiba darahnya berdesir ketika pikiran cabul mulai mengisi otaknya. Hentikan Kevin!!! Gadis itu sedang bersedih dan kau sedang menolongnya bukan ingin menidurinya! !

Kevin membuka pintu mobilnya dan menyuruh Naya masuk, gadis itu menurut tapi matanya masih tidak mau menatap Kevin. Kevin belum berniat bertanya apapun padanya mengingat kami baru saja bertemu jadi tidak heran kalau dia bersikap seperti itu, pikir Kevin. Lagipula bukan hanya Naya yang merasa gugup, sejujurnya Kevinpun merasakan hak yang sama. Empat tahun dia mencoba mencari tau tentang Naya tapi semua jawaban blank, kosong, seolah-olah semua informasi tentangnya sengaja dikunci rapat-rapat dan hari ini mereka bertemu dalam kondisi yang sama sekali tidak mereka harapkan.

Kevin sudah berada di dalam mobil ketika tanpa sengaja matanya tanpa sengaja pada jari telunjuk Naya yang berdarah. Dengan cepat Kevin mengambil kotak P3K yang selalu tersedia di mobilnya dan menarik tangan Naya. Naya menolaknya tapi Kevin tidak kenal penolakan.

"Itu luka. Harus diobatin." Ucapnya dan menarik tangan Naya dengan paksa. Akhirnya Naya menyerah dan membiarkan Kevin mengobati lukanya.

"Gak ada belingnya." Gumam Kevin setelah selesai memastikan bahwa tidak ada beling yang tertinggal di dalamnya. Kevin membersihkan jari Naya dengan alkohol kemudian meneteskan sedikit betadine. Naya meringis kesakitan ketika cairan betadine masuk ke dalam lukanya. Kevin meniup jari Naya pelan. Setelah itu menutupnya dengan plester tipis.

"Udah tau beling, malah loe pegang." Omel Kevin setelah selesai mengunting ujung plesternya. Dengan cepat Naya menarik tangannya dari Kevin tanpa mengucapkan apapun. Lidahnya kaku menerima semua perlakuan Kevin. Kevin hanya mengelengkan kepalanya melihat sikap Naya yang masih tidak mau bicara sepatah katapun walaupun itu hanya sekedar ucapan terima kasih.

Kevin menghidupkan mobilnya dan keluar dari parkiran klub menembus jalanan ibukota yang tidak terlalu ramai. Tentu saja karena sekarang sudah menunjukkan pukul setengah satu malam dan Kevin bingung akan membawa Naya kemana karena nyatanya Naya masih menjadi gadis bisu yang tidak mengeluarkan suara sama sekali selama perjalanan. Dia benar-benar diam.

Tiga puluh menit berlalu, Kevin mulai kehabisan akal karena daritadi dia sudah memutar mobilnya dijalan yang sama berulang-ulang kali. Kevin melirik Naya yang sedang menatap keluar jendela. Akhirnya setelah menimbang-nimbang Kevin memutuskan untuk mengarahkan mobilnya kesalah satu hotel miliknya yang kebetulan ia lewati. Hotel itu memiliki coffee shop yang buka 24 jam jadi dia bisa mengajak Naya untuk bicara sambil memesan segelas kopi.

Kevin mematikan mesin mobilnya dan mengeser duduknya menghadap Naya yang sedang mengerutkan keningnya ketika menyadari bahwa mereka sedang berada di salah satu hotel besar yang ada di ibukota.

"Turun. Kita makan." Kevin merutuki dirinya sendiri yang tidak mampu merubah nada bicaranya agar terdengar lebih lembut.

"Gak usah. Gw gak laper." Naya mengeleng. Kevin hampir tidak bisa mendengar suaranya karena Naya mengucapkannya dengan sangat pelan.

"Kita bisa ngopi sambil ngobrol." Sahut Kevin.

"Gak usah. Gw mau pulang aja." Tolaknya lagi.

" Ya udah klo loe gak mau. Sekarang kasih tau gw loe mau dianter kemana. Ke rumah ortu loe?" Pancing Kevin dan berhasil. Dengan cepat Naya mengelengkan kepalanya.

"Jan-jangan!" Jawabnya panik. Kevin tersenyum tipis mengetahui triknya agar Naya mau bicara dan melihat kearahnya berhasil.

"Gw gak tinggal disana." Lanjut Naya pelan.

Stay With Me...Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang