BAB 9

80 7 0
                                    


Kanaya berdiri mematung di depan cermin sambil memandangi dirinya sendiri. Gaun mini hitam ketat membalut tubuhnya dan memperlihatkan lekuk tubuhnya yang indah. Kanaya terlihat sangat cantik, aura positif masih memancar dari dalam dirinya, hanya saja wajahnya yang dulu selalu ceria kini terlihat lebih muram. Sekuat apapun ia menutupinya tapi tetap saja kenangan pahit itu tidak pernah bisa benar-benar hilang dari ingatannya.

"Mama....." Caca berteriak dan lari ke dalam pelukan Naya.
"Ops...anak Mama cantik banget."seru Naya sambil mencium pipi puteri kecilnya. Satu-satunya hal baik yang ia dapatkan dibalik semua kenangan pahit yang ia alami.
"Mama juga cantik." Sahut Caca sambil mencubit pipi Naya.
"Ah..masa. Cantikan mana sama tante Vanya?" Goda Naya sambil melirik Vanya yang berdiri di depan pintu kamar.
"Tante Anya.." jawab Caca polos. Vanya tersenyum girang mendengar jawaban Caca dan memberi ekspresi wajah puas pada Naya.
"Anak pinter.." seru Vanya sambil mengacungkan jempol pada Caca.
"Iya,dech..cantikan tante Anya. Berarti coklatnya gak jadi Mama kasih buat Caca..." goda Naya.
"Caca mau coklat....." rengek Caca.
"Kalau gitu bilang dulu, cantikan siapa Mama atau tante Anya?"
"Mama...." Naya tertawa melihat kepolosan Caca dan kemudian memeluk putri kecilnya. Naya sangat menyayangi Caca. Tak perduli bagaimana cara dia ada di dalam diri Naya, tak perduli siapa laki-laki bejat yang tega menyakitinya, Naya akan selalu mencintai putri kecilnya sampai kapanpun.

Caca turun dari gendongan Naya dengan riang dan berlari keluar sambil membawa sebungkus coklat.

"Loe udah selesai belum dandannya?" Tanya Vanya yang sekarang duduk di pinggir tempat tidur sambil mengamati Naya.
"Udah. Emang dibawah udah banyak orang?"
"Udah..makanya gw ke atas manggil loe. Ayo, turun." Ajak Vanya. Dia tau betul kalau sahabatnya ini sengaja bersembunyi dari keramaian dan lebih memilih mendekam di kamar. Dan Vanya tidak akan membiarkan itu terjadi, dia tidak akan membiarkan Naya semakin kehilangan rasa percaya dirinya. Kejadian itu benar-benar telah merubah Naya begitu jauh.
"Loe duluan,dech. Ntar gw nyusul. Kan ini ultah loe." Elak Naya. Dia belum siap bertemu dengan banyak orang dengan seribu pertanyaan seputar dirinya. Tidak di acara seperti ini.
"Ya karena ini ultah gw, makanya loe harus ada dibawah." Tanpa menunggu jawaban apapun dari Naya, Vanya langsung menarik tangan Naya dan membawanya ke halaman belakang yang sudah ramai dengan para tamu undangan. Naya berjalan sambil menundukan kepalanya. Entah kenapa dia merasa takut ada seseorang yang mengenalinya dan dia belum siap untuk itu. Tiba-tiba langkah Vanya berhenti.
"Hei, Dit. Gw pikir loe gak datang," seru Vanya.
"Gak mungkin gw gak dateng ke ultah sepupu gw yang paling cantik dan galak ini." Goda Radit. Mereka kemudian berpelukan.
"Loe sama siapa?cewek loe mana?" Tanya Vanya, sementara itu Naya hanya berdiri dibelakang Vanya dan lebih memilih memandang rumput-rumput hijau dibawahnya.
"Temen gw," sahut Radit sambil mencari-cari Kevin yang tadi ada dibelakangnya. Semoga saja Kevin tidak sedang mengoda rombongan wanita seksi yang tadi mereka lewati. Kenyataannya, wanita-wanita itu tanpa malu-malu mengoda Kevin ketika ia dan Kevin melewati mereka. Kevin memang selalu tau cara untuk mengalihkan perhatian para wanita.
"Ntar gw kenalin." Ucap Radit ketika matanya tidak berhasil menemukan Kevin. Sebenarnya dia tidak perlu mengenalkan Kevin pada Vanya karena mereka sudah saling kenal tapi karena kali ini Radit sedang dalam misi mencari informasi lebih banyak lagi tentang Naya, jadi dia harus berpura-pura tidak tau apa-apa.
"Nay...sini." Vanya menarik tangan Naya yang dari tadi lebih memilih mematung dibelakangnya.
"Dit, ini sahabat gw yang pernah gw ceritain...Naya. Nay, ini sepupu gw, Radit." Naya melirik Vanya. Apa maksudnya 'pernah gw ceritain' ? Apa Vanya menceritakan masa lalunya pada Radit? Oh tidak..tidak...Vanya tidak mungkin melakukan itu. Radit mengulurkan tangannya. Cantik banget nih cewek, pantes aja Kevin gak mau ngelepasin. Dasar...dia bener-bener bajingan yang beruntung. Umpat Radit dalam hati. Vanya memang pernah menceritakan soal Naya pada Radit waktu Radit mencari informasi tentang Naya empat tahun yang lalu, tapi Radit tidak pernah bertemu dengan aslinya dan baru kali ini ia melihat sosok Naya sesungguhnya dan ia langsung mengagumi wanita itu.
"Radit..."
"Kanaya..." Naya menyambut uluran tangan Radit dan memberinya sebuah senyuman kecil yang lagi-lagi membuat Radit tidak bisa mengalihkan pandangannya.
"Woi...udah kali salamannya." Goda Vanya sambil menarik tangan Naya. Radit menyeringai malu.
"Sial loe, pergi gak bilang-bilang..." seru Kevin yang tiba-tiba memukul pundak Radit dari belakang dan membuat mata kedua wanita cantik yangbada disana melotot kaget. Vanya berusaha menelan ludahnya sendiri namun rasanya sulit sekali, tenggorokannya tiba-tiba terasa kering, begitu juga dengan Naya. Kenapa Kevin bisa ada disini? Kenapa Radit bisa kenal Kevin? Apa jangan-jangan Kevin sudah tau soal Naya? Apa Kevin orangnya yang dimaksud Radit selama ini? Pikiran Vanya melayang sendiri memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang ada. Vanya tau, walaupun Naya mengatakan kalau dia membenci Kevin tapi dari cara sahabatnya menatap Kevin saja, Vanya semakin yakin kalau Naya tidak benar-benar membenci laki-laki itu. Apalagi saat ini Kevin terlihat semakin tampan dan dewasa. Jangankan Naya, Vanyapun tidak bisa mengalihkan pandangannya dari Kevin. Sial. Dia seperti dewa yunani. Wajahnya tampan dengan rahangnya yang keras sehingga membuatnya terlihat sempurna. Belum lagi bentuk tubuh Kevin yang semakin berisi dan seksi. Vanya yakin, semua wanita ingin berada di dalam pelukannya. Bersandar di dadanya yang lebar dan bersembunyi dibalik tangannya yang kokoh. Vanya kembali menelan ludahnya. Come on, Nya. Itu Kevin. Laki-laki yang dicintai sahabat loe dan sekaligus laki-laki yang dibenci sahabat loe. Dia juga laki-laki yang ninggalin sahabat loe begitu aja disaat sahabat terbaik loe butuh dukungannya. Vanya berusaha  menyadarkan dirinya dari hipnotis daya tarik Kevin.
Vanya melirik Naya yang masih mematung ditempatnya.
"Apa kabar, Van? Udah lama ya kita gak ketemu," sapa Kevin memecah keheningan.
"Baik. Loe apa kabar?" Jawab Vanya berusaha seramah mungkin.
"Baik. Eh...happy birthday ya.."
"Thanks..." sahut Vanya. Kemudian dia kembali melirik sahabatnya yang saat ini sudah membangun kembali benteng pertahanannya dengan melipat tangannya di dada.
"Hai, Nay. Gak nyangka ketemu loe disini." Lagi-lagi Kevin bersikap seenaknya tanpa peduli ekspresi cemberut di wajah Naya. Naya sama sekali tidak berharap bertemu Kevin malam ini. Sejak Naya pergi dari apartemen Kevin waktu itu, Naya selalu berusaha menghindari Kevin di klub walaupun sesungguhnya jauh di dalam hati kecil Naya, dia ingin sekali melihat laki-laki itu namun Naya selalu berusaha meyakinkan hatinya bahwa Kevin tidak pernah punya perasaan apapun padanya dan semua yang Kevin lakukan hanya karena mereka teman lama. Atau bisa jadi Kevin punya maksud tertentu dibalik semua kebaikannya. Entahlah...yang Naya tau, dulu Kevin senang mempermainkannya bahkan di malam yang seharusnya menjadi malam gencatan senjata untuk mereka berdua dan malam terbaik di sepanjang hidup Naya justru menjadi malam terburuk dan malam itu,  Kevin menghilang bak ditelan bumi. Naya menarik nafas panjang, dadanya tiba-tiba sesak mengingat kenyataan yang ada.

Stay With Me...Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang