BAB 26

62 5 2
                                    

Naya baru saja menyelesaikan pekerjaannya. Dia bergegas membereskan semua barang-barangnya. Rasanya dia ingin segera menghabiskan waktu akhir pekannya hanya dengan tidur di dalam kamar kostnya tanpa melakukan apapun.  Seluruh badannya terasa pegal. Perjalanan dari kost ke klinik lumayan jauh, Naya harus bolak balik turun angkutan umum untuk sampai di klinik. Dan dia harus bangun pagi-pagi sekali agar tidak terlambat. Kadang Naya merasa lelah dengan jalan hidupnya. Baru saja dia merasa tenang, merasa bahagia, namun semua itu hanya sesaat. Tuhan sepertinya tidak ingin melihat dia bahagia. Pikir Naya pesimis.

"Saya duluan, ya, Mbak Natasha." Pamit Naya sebelum meninggalkan klinik. Natasha adalah manager Naya di klinik. Orangnya baik walaupun kalau dilihat dari wajahnya memang sedikit menyeramkan. Flat. Mungkin memang begitu karakter orang sini.

Naya berjalan keluar klinik dan disambut oleh gerimis hujan. Spontan dia menarik nafas panjang lalu mengambil tas untuk menutupi kepalanya. Saat Naya berjalan beberapa langkah, tiba-tiba hujan tidak lagi menguyurnya. Naya mendongak ke atas, sebuah payung putih menutupinya. Langkahnya terhenti. Naya memutar badannya dan saat itu juga jantungnya seperti berhenti berdetak.

Kevin.

*****
"Gak baik main hujan. Nanti sakit." Ucap Kevin santai dengan sebelah tangan di dalam saku celananya dan sebelah tangan lagi memegang payung. Wajahnya lurus ke depan namun senyum tipis terurai di sana.

"Kalau lama-lama disini, nanti kita berdua bakal basah kuyup. Payungnya gak cukup soalnya." Ucap Kevin lagi. Naya belum bergeming. Dia masih terlalu kaget melihat sosok laki-laki itu ada di depannya sekarang.

Sambil tersenyum Kevin memutar badan Naya dan mendorongnya agar terus berjalan.

"Mobil gw parkir di sana." Ucap Kevin sambil menarik tangan Naya saat gadis itu akan berjalan keluar komplek pertokoan.

"Hujan gini angkutan umum pasti susah." Ucapnya lagi.

Naya menurut seperti robot. Dia membiarkan saat Kevin menarik tangannya dan membawanya keparkiran.

Sebuah mobil SUV hitam parkir disana. Dengan santai, Kevin membuka pintu mobil dan menyuruh Naya masuk. Lalu dia berjalan ke arah kemudi. Mata Naya tidak berhenti memperhatikan laki-laki itu. Dadanya berdebar kencang. Tanganya berkeringat. Dia sama sekali tidak menyangka akan bertemu dengan Kevin sekarang. Walaupun sejak ibu Sinaga mengatakan bahwa pacarnya datang kemarin, tapi Naya berusaha menetipis kalau itu adalah Kevin.

"Nih, pake jaket gw. Baju loe basah. Nanti masuk angin." Kevin memakaikan jaketnya pada Naya. Jantung Naya semakin berdebar saat wajah Kevin berada begitu dekat dengannya. Kevin tersenyum lalu kemudian kembali ketempatnya.

"Darimana loe tau gw di sini?" Tanya Naya setengah berbisik. Wajahnya tertunduk. Dia tidak berani mengangkat wajahnya untuk melihat Kevin.

Kevin tidak langsung menjawab, dia hanya menghela nafasnya.

"Kemanapun loe lari, gw pasti bakal nemuin loe, Nay." Jawab Kevin singkat.

"Loe gak usah nyari gw."

Kevin kembali menarik nafas dalam dan menghembuskannya dengan kasar. Dia merubah posisi duduknya menghadap Naya. Menatap gadis itu dengan tatapan yang tidak terbaca. Antara amarah dan rindu.

"Kenapa?" Tantang Kevin.

"Karena gw gak pantas buat loe." Jawab Naya dengan nada bergetar. Kevin mendengus. Benci mendengar kalinat yang keluar dari mulut Naya.

Tiba-tiba Kevin melilitkan tangannya dileher Naya, menarik gadis itu dan menciumnya. Ciuman yang dalam namun sedikit kasar. Naya gelagapan. Berusaha meronta namun Kevin tidak  melepaskannya. Kevin justru semakin menarik Naya lebih dekat, mengangkat tubuh gadis itu ke atas pangkuannya dan menguncinya. Membiarkan bibir mereka saling menyatu dalam waktu yang lama.
Naya menyerah. Membiarkan Kevin menciumnya karena dia juga menginginkannya. Dia merindukan laki-laki itu.

Lama mereka saling melepas rindu. Membiarkan rindu itu menyatukan mereka dalam sebuah ciuman panjang sampai akhirnya bibir keduanya terlepas dan mereka saling tertunduk, membiarkan kening mereka saling menyatu.

Beberapa kali mereka sama-sama menghela nafas panjang, seolah-olah sama-sama ingin melepaskan beban berat yang mereka rasakan selama ini.

"Hai...." sapa Kevin saat membuka matanya. Naya tersenyum tipis.

"Hai..." jawab Naya.

Tangan Kevin terulur membelai wajah Naya yang lebih tirus dari terakhir kali mereka bertemu.

"Loe kurus banget.." ada kesedihan dibalik ucapan Kevin.

"Loe juga..." sahut Naya. Kevin memang terlihat lebih kurus dari biasanya, walaupun Naya masih bisa merasakan otot-otot tubuh Kevin yang tidak pernah berhenti membuatnya terbuai. Naya selalu menyukai bagian itu.

What are you doing, Nay?

"Gara-gara loe..."jawab Kevin asal. Dia tidak bisa menyembunyikan kekesalannya karena keputusan sepihak Naya.

"Kenapa gw?" Tanya Naya dengan wajah pura-pura tidak bersalah.

"Loe ngilang begitu aja. Menurut loe apa gw gak panik?" Semprot Kevin.

Naya mengulum senyumnya, membuat Kevin gemas. Lalu Kevin menarik gadis itu agar lebih dekat dengannya.

"Dilarang kabur-kaburan, Nay. Apapun alasannya." Omel Kevin. Naya cemberut. Dia senang menerima perlakuan Kevin tapi dia juga menolak untuk menjadi beban buat Kevin.

Naya melepas pelukan Kevin, lalu berpindah tempatnya.

"Gw malu, Vin." Bisik Naya lirih. Hati Kevin terenyuh.

"Gw ini kotor. Gak pantes buat loe." Kali ini suaranya bergetar. Hati Kevin semakin memanas. Rasanya ia ingin membunuh Sarah dan ketiga bajingan itu.

"Nay..." Kevin menyentuh tangan Naya.

"Loe pantes dapetin yang lebih baik dari gw, Vin. Loe berhak buat itu." Ucap Naya dengan mata berkaca-kaca.

Kevin menghapus airmatanya, lalu tersenyum, senyuman yang begitu teduh,"tapi gw maunya cuma loe..."

Tangis Naya pecah. Kevin menarik gadisnya, membawanya ke dalam pelukan. Mendekapnya erat.

"Gw gak peduli masa lalu loe, Nay. Gw gak peduli semua itu. Gw cuma mau loe." Bisik Kevin. Bahu Naya semakin bergetar hebat.

"Maafin gw udah terlalu keras ke loe waktu itu. Gw sama sekali gak bermaksud buat nyakitin loe. Gw cuma kecewa loe selalu ngedorong gw ngejauh padahal loe tau, gw cinta banget sama loe. I love you so much, Kanaya."

Kevin melepaskan pelukannya, lalu memandang gadis itu lekat-lekat.

"Mulai sekarang, janji sama gw buat gak ngebahas masa lalu loe lagi. Kita jalan ke depan, Nay. Bukan mundur kebelakang. Apapun yang terjadi kemarin, lupain. Kita mulai buka lembaran baru. Loe, gw dan Caca." Mendengar nama Caca, wajah Naya berubah.

"Gw...gw...gw liat senyum itu di Caca." Hati Kevin memanas. Wajahnya menegang. Dia langsung meraih Naya ke dalam pelukannya. Ini gak gampang. Di saat orang yang ngehancurin hari-hari loe ternyata ada di dalam wujud orang yang loe cintai. Bagaimana Naya bisa melupakan wajah laki-laki bajingan itu jika semuanya ada di dalam wajah anaknya? Tapi, apakah ini salah Caca? Bukan. Caca hanyalah korban. Dia sama sekali tidak bersalah.

"Gw belum sanggup, Vin. Belum sanggup ketemu Caca..." isak Naya di dalam pelukan Kevin. Kevin bisa merasakan beban berat yang Naya rasakan.

"Iya. Gw ngerti. Sekarang loe tenangin diri loe dulu. Yang penting, loe gak boleh jauh-jauh dari gw. Ijinin gw bantuin loe ngelewatin semua ini, Nay." Bisik Kevin. Naya mengangguk. Kevin tersenyum lega dan mempererat pelukan di antara mereka.

Cinta butuh pengorbanan, tidak peduli seberapa banyaknya pengorbanan yang harus Kevin lakukan untuk Naya, yang terpenting baginya adalah membuat Naya bahagia. Menarik gadis itu keluar dari lingkaran hitam yang membuatnya sulit bernafas. Dan Kevin akan terus mengandeng tangan Naya sampai kapanpun.

Karena cinta adalah merasa bahagia saat melihat orang yang kita cintai bahagia.

*****

Stay With Me...Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang