12

49 8 1
                                    

Kebahagiaan awan mungkin memang tidak terlihat.
Dan, penyebab awan menangis pun
tidak terlihat.

---

Aku langsung menuju kamarku.
Ya, rumahku kosong, hanya ada pembantu ku yang berada dirumah ku.

Mama dan ayah keluar kota atau pun keluar negeri.

Sedangkan ismi masih les.

BUKKK!!!

meydina kembali menabrak pintu kamarnya, Lagi.

"Kenapa non?" kata bi atun terpogoh-pogoh sambil menaiki anak tangga.

"Gapapa ko bi, cuma nabrak pintu doang kok." ucapku sambil mengelus anak rambut yang berlari ke arah jidat ku.

"Oh iya non, ibu nitip pesen ke saya, ibu dan bapa ke Bandung, seminggu."

Aku hanya mengangguk pelan dan langsung masuk ke kamar ku.

Aku menghempaskan tubuhku ke kasur.

mungkin aku terlalu lelah, aku terlelap, aku tak sadar bahwa, aku terbang menuju taman impianku.

---

Kepalaku terasa sakit, seperti terbentur benda tumpul secara keras.

Ah, aku tak perduli.
Sebentar lagi pasti hilang.

Ku dengar suara seseorang sedang membaca puisi.

Puisi yang pernah ku baca.

Puisi yang pernah seseorang kirim padaku.

Mungkin ada beberapa yang dia tambahkan, aku lupa.

"Sang pemimpi tak akan meninggalkan impiannya sedikit pun.
Walau dia tahu bahwa impiannya tak akan segalanya tercapai.

Tetapi

Paling tidak, sang pemimpi telah memikirkan apa yang ingin dicapainya.

Takdir tidak akan curang.
Takdir selalu adil.
Takdir akan menyampaikan skenario indah dari tuhan.

Namun,

Takdir selalu bersama waktu.
Waktu juga salah satu pemeran dalam skenario yang telah Tuhan berikan.
Waktu akan mengatur semua jadwalnya.

Masa lalu akan Menyisakan goresan indah.
Sekarang akan membentuk goresan indah.
Masa depan akan merancang goresan indah lain.

Bukan masalah bila sang pemimpi tidak dapat menggapainya.

Tapi

Yang menjadi masalah adalah
Mengapa sang pemimpi tidak dapat meraih mimpi tersebut.

Apakah terlalu jauh untuk dicapai?
Apakah terlalu sulit?
Apakah terlalu menyakitkan untuk dicapai?"

Puisi itu dibacakan olehnya, Dengan suara bergetar, tegas, dan berat.

Aku hanya mampu diam, mendengarkan sang pembaca, membacakannya.

Aku masih menunggu, apakah ada suara itu lagi untukku dengar.

"Andai hari ini bisa ku berhentikan,
maka aku akan berhentikan demi dirimu.

Andai hari esok bisa ku prediksi,
Maka aku akan prediksikan
Bahwa aku dan kamu adalah kita.

Andai kamu sadar, aku pernah berada diantara kalian.
Andai kamu sadar, dia ingin bersamamu--

Meydina.

Suara itu hilang.

"KRINGG!!!"

Aku tersadar dalam mimpiku, melihat sekitar.

"Itu cuma mimpi." Sambil mengusap wajah.

Aku bangun untuk meneguk segelas air.

Ternyata masih pukul tujuh malam.

"Gue tidur jam empat ya? Ah iya kali." gerutu ku dalam hati.

"KA MEYDINAAAAA!!!!" sambil memegang sebuah surat, biru langit.

"Kenapa?"

"Ada surat, tadi digantung didepan." memberikan surat itu padaku.

"Makasih ya, jangan lupa mandi terus makan, mama sama ayah ke Bandung."

Aku pun menaiki anak tangga, menuju kamar ku.

Untuk membaca surat itu.





Lanjut? 10+ vote ya.
Jangan lupa di vote!

Makasih--

I Just Locked In My MindTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang