Anggap saja kamu adalah adiksi buatku. Berarti, melupakanmu bagaikan sebuah rehabilitasi yang aku butuhkan. Karena mengingatmu tidak selamanya menyenangkan
Saat kamu membalikkan badanmu, masih ada hal yang belum tersampaikan olehku. Lalu, hal itu menjadi sebuah adiksi yang mewarnai kelam hidupku. Adiksiku adalah sebuah kisah yang memilih September sebagai latarnya dan memilih kamu sebagai tokoh utamanya. Juga aku, yang mungkin sebagai figuran.
Anggap saja aku kecanduan, nyatanya memang aku candu akan keberadaanmu. Tapi, aku butuh direhabilitasi, karena adiksiku padamu sudah melewati batas wajar. Rehabilitasinya adalah melupakan bahwa kamu pernah singgah di hidupku. Agenda dari rehabilitasi tersebut adalah mengingat kembali. Karena, seseorang bilang bahwa cara terbaik dari melupakan adalah mengingat kembali. Mungkin maksudnya merelakan.
Entah aku mampu atau tidak. Sebab kamu tidak hanya mampir sepintas di kehidupanku. Sebab namamu sudah menjalar di nadiku. Sebab pikiran tentangmu sudah merintiki pikiranku seperti hujan sore ini.
Jika kamu hujan, biarkan aku jadi tanah. Biarkan aku merasakan bagaimana kamu jatuh dan kembali untukku.
Tuhkan, aku sudah bilang. Adiksiku adalah kamu, dan ini sudah berlebihan. Jadi, selamat menikmati tahap rehabilitasiku. Aku akan merekam suaraku yang menceritakan cerita tentang kita—yang aku kurang yakin kamu mengingatnya—dalam sebuah kaset. Aku tidak berharap kamu mendengarnya. Aku hanya merekamnya.
Kenapa kaset?
Sebab, seperti yang kamu tahu, aku suka barang-barang lama, barang vintage. Lagipula, di rumahku ada banyak kaset kosong tidak terpakai beserta alat untuk merekamnya.
Mungkin tidak semua kaset mengisahkan suatu kronologi yang utuh. Terkadang ada kaset yang hanya merupakan pelampiasanku. Isinya hanya berupa kata-kata yang sudah lama berdiam di ujung lidah. Biasanya tentang kamu. Atau mungkin isinya hanya seputar perasaanku, tanpa suatu cerita terikat.
Karena, perasaanku tidak terikat dimensi waktu. Kamu boleh saja hidup di masa tanpa aku yang hadir di 24 jam milikmu. Tapi, ketahuilah, aku akan hidup di dimensi lain, masa saat kamu selalu ada di 86.400 detikku.
Mungkin gaya berceritaku akan berubah-ubah, terkadang melankolis dan puitis kemudian menjadi bahasa santai seperti aku mengobrol biasa. Semua tergantung moodku dan bagaimana cerita yang kusampaikan, yah, kamu tahulah—seharusnya, kalau kamu ingat.
Mungkin nanti akan ada keraguan di setiap kasetnya. Tapi, ini bagian dari rehabilitasiku yang harus aku lakukan. Meskipun begitu, melupakanmu adalah hal terakhir yang ingin aku lakukan.
Karena aku sayang kamu.
—dari yang menyukai jaket biru tuamu, juga kamu.
KAMU SEDANG MEMBACA
1 : Adiksi
Teen FictionKetika aku merekam seluruh perasaanku untukmu dalam sebuah kaset, terkadang aku ingin kamu mendengar seluruhnya. Tapi, kurasa kamu tidak ingin dengar karena kamu tidak peduli. Namun, setidaknya, izinkan aku teradiksi olehmu. Izinkan aku jadi yang me...