Sekarang aku justru bingung, ingin memulai dari mana. Perlahan, setelah menemukan kata yang pas, aku tersenyum dan mulai membuka mulutku.
Hari itu kau datang. Sebuah nama asing yang perlahan memasuki cerita hidupku. Pertemuan memang seringkali tidak pernah kita duga-seperti perpisahan.
Aku selalu mengingat hari itu. Bagaimana obrolan singkat kita malah menjadi sebuah candu yang membuatku tak mampu berhenti tersenyum saat menatap ponselku. Saat ponselku bergetar-menandakan sebuah notifikasi-hatiku selalu mengharapkan namamu yang muncul.
Aneh.
Kita baru memulainya beberapa menit yang lalu.
Namun, kita terus melanjutkannya seakan kita adalah dua orang teman yang memang sudah kenal lama. Dulu, aku bahkan hanya tahu namamu. Sekarang, aku bahkan tahu kau sedang minum teh kotak.
Lucu.
Hari itu, kita tak mampu berhenti bercerita. Membagi cerita mulai dari yang jelas sampai yang absurd sekalipun. Kau tetap mengomentarinya. Aku tetap membaca cerita anehmu tentang dirimu yang naik sepeda namun terperosok ke got.
Aku tertawa, aku yakin kau tak mampu mendengarnya. Tapi, kau menghiburku.
Terima kasih,
Hari selanjutnya tetap sama. Obrolan itu mengalir bagaikan air. Tidak ada yang hendak menghentikannya. Aku menyukainya, bahkan menikmatinya, untuk apa aku hentikan?
Saat itu, kamu tidak berhenti. Kamu terus melanjutkan obrolan tersebut dengan berbagai topik, seakan kita adalah dua orang sahabat lama yang baru saja bertemu kembali.
Saat itu juga, perlahan, aku berharap kamu tidak pernah berhenti.
Tidak. Aku tidak merasakan perasaan itu dulu. Aku baru menyadarinya semenjak hari itu ada.
Aku terdiam sejenak memandangi alat yang sedari tadi merekam suaraku dalam sebentuk kaset. Perasaanku bercampur aduk. Ada perasaan senang menyelip diantara berbagai perasaan yang tak jelas wujudnya.
Perasaan senang seakan aku kembali ke hari itu. Kembali mengenal kamu. Kemudian aku sadar, betapa inginnya aku untuk kembali mendengar suaramu. Bukan hanya menatap punggungmu yang perlahan berjalan pergi. Bukan pula menatap wajah tanpa ekspresi yang selalu kamu palingkan dariku.
KAMU SEDANG MEMBACA
1 : Adiksi
Novela JuvenilKetika aku merekam seluruh perasaanku untukmu dalam sebuah kaset, terkadang aku ingin kamu mendengar seluruhnya. Tapi, kurasa kamu tidak ingin dengar karena kamu tidak peduli. Namun, setidaknya, izinkan aku teradiksi olehmu. Izinkan aku jadi yang me...