KASET 9 : Tentang Rasa

1.4K 175 5
                                    

Aku yakin ini akan jadi bagian yang setidaknya, cukup panjang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku yakin ini akan jadi bagian yang setidaknya, cukup panjang. Oleh karena itu, pastikan waktumu benar-benar luang agar dapat mendengarnya dari awal sampai akhir. Haha, memangnya kamu mendengarnya ya? Maaf terkadang aku lupa bahwa kamu tidak peduli.

Tapi untuk kaset yang satu ini, anggap saja kamu peduli.

Baiklah, aku akan mulai bercerita.

Mungkin kamu pernah bertanya-tanya, apa sebenarnya yang kurasa untukmu?

Mungkin kamu pernah memerhatikanku jalan melewatimu begitu saja, tanpa repot-repot menatapmu. Padahal dulu, itu semua berbeda 180 derajat. Dulu, aku selalu meluangkan beberapa detikku untuk menyapamu dan mengobrol denganmu. Memperbincangkan apa saja.

Tapi, sadarkah bahwa dulu kamu juga begitu? Dulu, kamu juga senang bertukar canda tawa denganku, menyapaku di koridor, bertukar senyum, dan masih banyak hal lainnya.

Singkat saja. Kamu sudah berbubah. Maka, aku harus beradaptasi dengan perubahanmu itu. Seperti pohon jati yang meranggas di kemarau, aku juga harus membuang perasaanku secara bertahap dan berusaha untuk tidak tergoda menyapamu saat kita berpapasan. Itu sebabnya, aku tidak pernah menatapmu.

Tapi, tahukah kamu ketika dirimu sudah berjalan agak jauh, aku berbalik kemudian menatap punggungmu dalam diam. Entah apa yang membuat menatap punggung seseorang dapat terasa sebahagia ini. Mungkin kamu perlu bertanya pada para pengagum dari jauh-maksudnya aku.

Pengagum dari jauh sesungguhnya tidak begitu suka ada jarak. Tentu saja, mereka ingin mengagumi dari dekat. Tapi, daripada yang dikagumi justru risih? Lebih baik dari jauh.

Tahukah kamu betapa aku ingin bercanda dan tertawa denganmu saat kudengar tawamu menggema di koridor?

Tahukah kamu betapa aku ingin menyampirkan jaket untukmu saat kulihat kamu berlari hujan-hujanan menuju mobilmu?

Tahukah kamu, disaat yang bersamaan, aku tidak ingin bertemu denganmu?

Ternyata, bukan kamu saja yang suka menghindar. Sejujurnya, aku juga.

Tadinya, aku ingin membahas tentang rasaku sedikit lebih panjang. Namun, ternyata rasa ini menolak kudeskripsikan. Mungkin ia ingin kamu saja yang mencari tahu sendiri.

Aku ingin menceritakan mengenai perasaan seseorang untukmu. Ya, tentu saja kamu tahu siapa yang kumaksud.

C.

Aku semakin sering memasang ekspresi 'sedang tidur' di kelas. Semakin sering pula mendengar namamu disebut oleh C dan sahabatnya. Semakin sering pula hatiku terasa sakit saat mendengar kedekatan kamu dan C.

Mengapa kamu bisa berbicara santai dengan C, sementara denganku yang kamu lakukan hanya menghindar?

Malah, ada suatu waktu dimana aku sedang menguping pembicaraan mereka.

"...jadi tadi malem itu lo ngomongin apa aja sama dia?"

"Ya banyak, lah. Macem-macem."

"Wah, seru, dong,"

C hanya terkekeh saat mendengarnya.

"Late night conversation, nih, ceritanya?"

"Kurang lebih,"

Kemudian C menceritakan beberapa hal menarik yang dia dan kamu perbincangkan. Sesekali, C dan sahabatnya menertawakan tingkahmu.

Hei, aku juga ingin merasa dekat denganmu. Saat itu, hal itulah yang melintas di benakku.

Kemudian, aku mendengar sahabatnya C berkata, "Mungkin dia suka sama lo, C."

C terdengar tersipu-sipu sementara aku, tidak usah ditanya. Perasaanku teriris. Ya, memang, jika dilihat dari cerita-cerita C, ada probabilitas dimana kamu menyukai C.

Namun, adakah sepersekian probabilitas bahwa sebenarnya kita memendam perasaan yang sama, hanya saja kita enggan mengungkap?

Aku tidak ingin kamu menyukai C, tentu saja. Jelas sekali bahwa aku ingin kamu menyukaiku atau setidaknya, kembali seperti kamu yang dulu. Kamu yang tidak ragu menyapaku saat kita berpapasan, kamu yang tidak membuang muka, kamu yang tidak menghindar.

Karena, jika kamu berubah, aku juga akan berubah. Aku bukan cewek yang akan mengirimu line pada malam hari, berharap kamu menjawabnya, kemudian aku akan mencari topik agar kita bisa terus mengobrol.

Aku pernah seperti itu, terus terang saja. Namun, C berkata bahwa kamu justru 'melaporkan' hal tersebut kepada C bukannya malah membalas pesanku. Tidakkah kamu tahu berapa usaha yang aku butuhkan untuk memilih tombol send ketimbang meninggalkan pesan itu begitu saja tanpa mengirimnya? Tidak usah pakai rumus usaha, kamu pasti enggan menghitungnya. Cukup pakai perasaanmu.

Aku berharap ada waktu satu hari dimana kamu merasakan bagaimana jadi diriku. Iya, itu klise. Aku hanya ingin kamu tahu bahwa sejujurnya aku tidak ingin menghindarimu, tidak lagi. Aku ingin kamu tahu bahwa, aku selalu disini, seperti bulan yang mengorbit bumi. Bulan akan tetap pada orbitnya yang memiliki jarak terhadap bumi. Seperti aku, aku akan tetap pada orbitku, agar tidak mengusikmu. Juga agar tidak membuatmu risih.

Tahukah kamu aku hanya ingin kamu bahagia? Oleh karena itu, aku jadi tidak suka saat C mengatakan bahwa kamu merasa risih dengan keberadaanku. Kesannya, aku adalah faktor perusak kebahagiaanmu.

C selalu begitu. Jika sudah bersangkutan dengan hubungan aku dan kamu, ia akan mengatakan hal-hal negatif tentang segala hal.

Oh, tapi, dulu dia tidak begitu. Dia bahkan sempat menawarkanku untuk bertemu denganmu face-to-face guna menyelesaikan hal-hal tidak jelas ini. Namun, aku hanya terlalu pengecut untuk mengambilnya. Lagipula, aku ingin kamu yang memulai. Bukan aku. Kamu cowok, kan? Tolong, deh, tidak ada dalam sejarah kehidupan manusia dikatakan bahwa ovum yang mengejar sperma. Jadi, kamu tahu maksudku. Aku ingin kamu yang memulai. Bukan aku. Aku pernah memulai namun kamu memilih untuk mengakhiri. Entah kamu terlalu takut atau bagaimana.

Kamu juga harus tahu bahwa, aku disini merindukanmu. Merindukan canda tawamu.

Bisakah kita memulai pembicaraan seperti kamu dan C? Ataukah kamu memang menyukai C? Aku butuh jawaban, bukan wajah yang berpaling.

C sudah tidak pernah bercerita tentangmu lagi kepadaku. Aku tidak tahu harus menyebut ini hal baik atau tidak. Karena sejujurnya, setiap ia membicarakan kedekatan kalian, aku merasa irisan di hatiku semakin banyak. Jadi, lebih baik kuhentikan. Lagipula, tampaknya C lebih nyaman bercerita tentang perkembangan hubungan kalian kepada sahabatnya.

Aku baik-baik saja, kalau kamu penasaran. Aku sudah kebal.

Apa kamu memang mendengarkan seluruh kaset ini? Ataukah kamu tertidur pada beberapa bagian? Maaf, aku memang membosankan. Tapi aku tidak pernah bosan menyayangimu, juga merindukanmu.

1 : AdiksiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang