Aku menyeka sudut mataku yang mulai berair. Kukira tidak sesakit ini. Ternyata mengingat kembali itu sakitnya berkali-kali lipat. Karena, selain harus menceritakan ulang, aku juga harus merasakan kembali. Tapi, tidak apa. Aku harus tetap berusaha melupakanmu.
Sedetik kemudian, suaraku mulai bermain mengisi kaset kosong itu. Seperti senyummu yang mengisi celah kosong dalam hatiku.
Tahukah kamu, setelah kejadian itu, aku tidak bisa melihat D seperti sebelumnya. Aku membuat titel sendiri untuknya, D yang disukai kamu. Tidakkah kamu tahu bahwa D lebih menyukai E, temanmu, dibandingkan kamu sendiri? Dia menyakitimu, terus terang saja.
Jika kamu bersamaku, aku tidak akan menyakitimu. Aku akan membalas semua pesanmu, bukan hanya membacanya.. Jika kamu bersamaku, aku ingin memastikan bahwa, hanya tawa yang akan mengalun dalam 24 jam milikmu.
Tapi, rupanya kamu suka disakiti ya?
Aku juga. Makanya, aku lebih memilih menyayangimu.
Jika kamu juga menyayangiku, aku tidak akan membuat kamu sedih. Jika kamu kembali padaku, aku akan menyambutmu dengan senang hati. Kemudian, kita akan mainkan pena untuk mengisi berlembar-lembar cerita baru. Juga mengisi chatroom yang telah lama hanya berisi "thanks yaa" atau "sama-sama".
Ini kaset terpendek, terima kasih atas waktumu.
Hahaha, siapa yang mendengarkan, sih? Aku terlalu menaruh harapan pada kebisuanmu, rupanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
1 : Adiksi
Teen FictionKetika aku merekam seluruh perasaanku untukmu dalam sebuah kaset, terkadang aku ingin kamu mendengar seluruhnya. Tapi, kurasa kamu tidak ingin dengar karena kamu tidak peduli. Namun, setidaknya, izinkan aku teradiksi olehmu. Izinkan aku jadi yang me...