Kalau boleh jujur, bagian inilah yang membuatku enggan merekam cerita ini sejak kaset pertama. Namun, ini sudah sampai kaset 10. Bagian yang bisa kuanggap penting. Bagian yang menjatuhkan segala ekspektasi dan probabilitas
Ingin ragu, namun, aku sudah berjalan sejauh ini. Aku menghela napas kemudian mengeluarkan suaraku.
Tahukah kamu bagaimana rasanya diterbangkan ke awan lalu dihempas ke dasar jurang? Sebuah ungkapan klise tentang disakiti oleh harapan semu. Klise, namun, kamu harus mengalaminya untuk memahami ungkapan tersebut.
Minggu itu, semua berjalan seindah pelangi. Oh, maksudku, harapan-harapanku. Segala ekspektasi dan probabilitas tentangmu. Entah mengapa, saat itu aku sering menangkap pandangan matamu yang tertuju padaku, atau kode-kode kecil yang dibuat oleh teman-temanmu. Tidak hanya aku yang merasa begitu, teman-temanku juga menyadari hal tersebut.
"Kayaknya dia emang suka sama lo, deh," ujar salah seorang temanku. "Tuh buktinya dia liatin lo terus."
Berkali-kali teman-temanku mengatakan hal yang kurang lebih sama. Perasaanku juga berkata demikian. Aku merasa semakin hari, harapan itu semakin menjadi-jadi.
Karena aku tidak tahu akan datangnya hari itu. Hari dimana desas-desus itu mulai terdengar. Tentu saja aku mendengarnya dari C.
Saat itu, seperti biasa, aku sedang pura-pura tertidur di hadapan C dan sahabatnya. Untuk mendapat informasi, tentunya. Tetapi, siapa sangka bahwa informasi yang kudapat itu malah menjadi moodbreaker sepanjang hari?
Waktu itu, C dan sahabatnya tampak sedang membicarakan teman sekelas kami, D dan E. Mereka memang tampak lucu. Semacam mau-tapi-malu.
Tiba-tiba, C berkata, "Ngiri tuh yang disana, pengen juga dia deket-deket sama D."
Aku tertegun. Siapa yang dimaksud C? Perasaanku mulai memburuk.
"Hah, siapa C?" tanya sahabatnya dengan nada penasaran.
"Siapa ya?" ujar C dengan nada misterius. Sahabatnya tampak langsung mengerti kemudian menyebutkan namamu.
C hanya terdiam, mungkin memasang ekspresi entah apa, aku kan tidak bisa melihat. Kan ceritanya pura-pura tidur.
"Beneran, C?" tanya sahabatnya kaget. "Astaga, kan gak keliatan banget. Dia aja diem gitu."
"Ya mana gue tau," sanggah C. Namun, anehnya, C tidak merasa terdengar sakit hati atau apa. Sedangkan aku-yang sedari tadi pura-pura tidur-malah merasakan sakit hati yang luar biasa.
Kemudian, pintu terbuka, sebuah suara muncul dari ujung sana.
"Ada bu Rina, gak? Ini gue mau-" kemudian suara itu terhenti, berganti dengan sebuah ledekan dengan nama D sebagai subjeknya.
Aku tahu suara itu. Itu suaramu. Aku segera terbangun dari tidur pura-puraku, tentu saja karena kebisingan itu. Aku menatap ke sekeliling, mendengar nama D yang memantul di dinding kelas. Kamu diam saja, datar, tanpa sanggahan.
Kamu menatapku. Aku ingin merasakan bahagia saat kamu menatapku. Tapi, tidak. Aku masih tidak mengerti. Apa maksud ini semua? Kenapa teman-temanmu diam saja?
Aku bingung.
Apa pula maksud tatapan itu?
Yang aku rasakan pada hari itu hanyalah, sakit tak terkira. Karena selama ini aku berpikir bahwa- Ah, sudahlah! Menjadi seseorang yang muncul di pikiranmu rasanya hanya sebatas anganku.
Selamat, kamu menjadi penghancur hariku yang utama.
Mungkin bukan salahmu, salahku yang terlalu berharap.
Namun, aku merasa menemukan banyak keanehan dalam semua ini. Entah karena aku yang terlalu tidak ingin percaya bahwa kamu lebih memilih D daripada aku atau bagaimana.
Aku mencoba bercerita kepada beberapa temanku. Ada yang berkata bahwa aku hanya tidak ingin percaya-ya, itu memang benar, ada juga yang berkata bahwa, sebenarnya banyak keanehan disini.
Pertama, E merupakan salah satu teman dekatmu. Mungkinkah kamu 'makan teman'? Apalagi, desas-desus mengenai D dan E sudah cukup lama tersebar.
Kedua, teman-temanmu tidak ikut meledekmu dengan nama D.
Entahlah, mungkin hanya aku yang tidak ingin percaya. Aku hanya ingin percaya suatu hal yang membuatku senang. Misalnya, kabar kalau ternyata kamu selama ini menyukaiku.
Maaf, aku terlalu berharap.
Mungkin karena itu kamu jadi risih.
Tapi, tolong biarkan aku jadi pengagummu dari jauh saja, ya. Aku janji tidak akan mengganggumu dan kamu boleh datang padaku kapanpun,
KAMU SEDANG MEMBACA
1 : Adiksi
Fiksi RemajaKetika aku merekam seluruh perasaanku untukmu dalam sebuah kaset, terkadang aku ingin kamu mendengar seluruhnya. Tapi, kurasa kamu tidak ingin dengar karena kamu tidak peduli. Namun, setidaknya, izinkan aku teradiksi olehmu. Izinkan aku jadi yang me...