Happy Reading ^^
***Hari ke-20 setelah perjanjian bodoh itu.
Langit terlihat begitu cerah saat ini. Burung-burung pun bernyanyi riang menyambut hari baru yang indah. Matahari mulai menampakkan wajahnya. Sinar keemasannya menelusup masuk kedalam kamar kesil itu lewat sela-sela jendela yang masih tertutup rapat. Mengusik tidur nyenyaknya namja tampan itu.
Ia segera bangun dari tidurnya, lalu melirik sebentar kearah jam kecil diatas mejanya. Pukul 13.30.
Apa? 13.30? Gawat.
Ia harus segera pergi kerestoran untuk bekerja. Tumben sekali Saeron tidak membangunkannya pagi ini. Tunggu, yeoja bodoh itu tidak ada dikamarnya. Kemana dia pergi? Banyak pertanyaan yang saat ini tengah bermunculan dikepalanya. Namun ia tak mau ambil pusing dengan kelakuan yeoja itu dan segera masuk kedalam kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya.
Beberapa menit kemudian, Woohyun keluar dari dalam kamar mandinya dengan keadaan sudah rapi. Celana jeans biru yang sudah usang dan berlubang dikedua lututnya masih setia ia kenakan. Tidak lupa dengan kaos putih lengan panjangnya. Ia lalu mengambil jaket denim-nya dan pergi menuruni anak tangga menuju restoran untuk bekerja.
Woohyun sangat terburu-buru siang itu. Sampai lupa untuk sarapan. Oh, atau makan siang? Entahlah. Yang pasti belum ada sedikitpun makanan yang masuk kedalam perutnya dari pagi. Salahkan yeoja bodoh itu yang berani-beraninya pergi begitu saja tanpa membangunkannya.
"Selamat siang, Park Ahjussi. Selamat siang, Jiyeon-ah." Sapa Woohyun ketika memasuki restoran tersebut. Yang disapa hanya melemparkan senyum manis kepadanya. Park Ahjussi sedang sibuk memanaskan minyak goreng yang akan digunakan untuk memasak nanti. Sementara Jiyeon sedang sibuk mengelap meja-meja dan meletakkan sendok dan sumpit kedalam tempatnya. Tanpa aba-aba, Woohyun segera melesat kebelakang untuk mengambil alat pel.
Bahunya kini sudah kembali sehat seperti sedia kala. Berkat rajinnya ia pergi kerumah sakit untuk terapi ditemani oleh Saeron. Sebenarnya, Woohyun sangat tidak ingin pergi ketempat mengerikan itu lagi. Namun karena tidak tahan dengan ocehan dan rengekan yang Saeron berikan, ia lebih memilih pasrah. Toh ini untuk kebaikannya juga, bukan?
Selama terapi, Saeron selalu setia berada disampingnya dan terus memantau perkembangan kesehatan bahunya. Yeoja itu benar-benar sudah membuat Woohyun berubah. Ketakutannya akan rumah sakit sudah mulai berkurang. Mimpi-mimpi buruk itu perlahan mulai pergi. Perasaannya begitu hangat saat melihat senyum yang Saeron sunggingkan. Ia tidak pernah merasa sebahagia ini.
Meskipun Saeron sudah berperan penting dalam hidupnya, ia masih belum bisa menjatuhkan harga dirinya untuk mengucapkan terima kasih. Menurutnya, dengan menampung dan mengurus Saeron dirumahnya, itu sudah cukup baginya untuk membuktikan rasa terima kasihnya tanpa harus berbicara secara langsung.
"Woohyun-ah, apakah kau sudah makan siang?" Tanya Jiyeon pelan.
"Ajik. Bahkan sarapanpun belum. Aku lapar sekali." Woohyun memelaskan wajahnya dihadapan Jiyeon yang tengah mencuci piring-piring kotor.
"Lebih baik kau makan dulu. Serahkan pekerjaan ini kepadaku. Lagipula jam makan siang sudah lewat. Pelanggan tidak terlalu ramai seperti tadi."
"Apa tidak apa-apa, Jiyeon-ah?"
Jiyeon hanya tersenyum lalu menganggukkan kepalanya. Dibalas dengan senyum Woohyun, lalu pergi kesebuah ruangan dibelakang restoran, tempat dimana biasanya ia beristirahat.
Dengan lahap, ia memakan 3 buah paha ayam hingga hanya tersisa tulangnya saja. Ia benar-benar kelaparan. Ditambah lagi dengan kimbab segitiga yang tersedia didalam lemari pendingin. Jiyeon biasa membeli beberapa kimbab segitiga dan memasukkannya kedalam mesin pendingin. Karena ia tahu, Woohyun sangat menyukainya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love From The Sky (END)
FanfictionKehilangan orang yang sangat berharga dalam hidup memang sangat menyakitkan. Membuat kita jatuh, terpuruk dan tak berdaya. Namun, kehilangan juga mengajarkan kita untuk selalu bersyukur atas apa yang masih kita miliki hingga detik ini. Karena, ketik...