Chapter 19 [Weak]

3.8K 283 3
                                    

Part 01

Jika ada yang bisa menjelaskan situasi saat ini, aku akan sangat berterima kasih. Ketua OSIS yang aku harap bisa menjelaskan semuanya padaku kini tak berdaya dan penuh luka.

Dari luka yang terlihat, aku bisa menebak kalau dia habis bertarung. Pertanyaannya sekarang adalah bertarung dengan siapa? Atau dengan apa?

Kita pikirkan itu nanti. Yang penting saat ini adalah...

"Cera, bisakah kau menggunakan sihir penyembuh atau semacamnya?"

"Aku bisa meyembuhkan semua lukanya. Dia bahkan tak akan pernah bisa merasakan sakit lagi untuk selamanya."

Aku menyesal bertanya padanya.

"Bisakah kau melupakan sedikit kebencianmu? Kita butuh petunjuk disini. Satu satunya orang yang bisa memberikan kita informasi saat ini hampir mati, jika dia mati, kita harus mencari sumber lain. Jujur saja aku tak mau melakukan itu."

Aku tak malas. Aku hanya tak mau repot.

"Shin-san, aku tak tahu apa yang kalian bicarakan. Tetapi bukankah saat ini lebih baik kita memberikan pertolongan pertama pada ketua OSIS?"

"....?"

Kenapa aku tak memikirkan itu terlebih dahulu?

"Hime-chan, kau memang malaikatku."

Wajah Hime langsung merah padam. Aku tahu kau malu, tapi itu jujur dalam hatiku yang terdalam.

"Sayang, bisakah kau tak merayu Hime-sama? Aku akan memberi tahu Stania-sama jika kau terus mencari anggota harem baru tanpa seizinnya."

"Bisakah kau tak mengatakan seolah aku adalah karakter utama manga ecchi. Apa kau pikir aku itu Yuu*i Rito?"

Selain itu aku yakin Stania sudah tahu, jadi jangan ingatkan lagi tentang itu.

Tapi aku tak mengerti kenapa semua orang berpikir aku merayu setiap gadis yang kutemui? Hm? Ini buruk.

"Lupakan itu. Ini bukan saatnya membahas ini. Hime, bisakah kau mencari kota P3K?"

"Baiklah."

Bagus. Dia memang cepat tanggap.

Lalu kemudian..

"Cera, tolong ambilkan tisu di meja dan air hangat."

"Bagaimana aku menemukan air hangat di keadaan seperti ini?"

"Aku tahu kau bisa menciptakannya dengan sihir. Jangan seolah kau bodoh hanya karena kau membenci ketua."

"Tch!"

Aku akan berpura pura tak mendengarnya.

Sementara itu, aku mengangkat tubuh ketua ke atas sofa. Untuk yang satunya... Yup. Biarkan saja dia di lantai. Lagipula ada karpet. Aku yakin dia tak kedinginan atau semacamnya.

Aku lalu membersihkan darah yang berada di seluruh tubuh ketua. Sebagian tampaknya bukan dari dirinya. Jika iya, aku yakin ketua sudah mati. Selain itu aku tak menemukan luka yang membuat darah berceceran. Dengan kata lain, mungkin saat ini ketua dan... apapun namanya mengalami luka bagian dalam.

Jika berhubungan dengan luka organ dalam, aku tak bisa berbuat banyak. Aku bukan dokter.

"Shin-san, ini kotak P3K-nya."

"Terima kasih. Bisakah kau membersihkan darah gadis itu? Cera, kau juga membantu."

Aku tahu kau tak menyukai mereka, tapi setidaknya bisakah kau menahan diri? Saat ini masalah terlalu rumit, jadi aku tak ingin menambahnya.

Masalah utama saat ini adalah monster yang sedang bertarung di kota. Ledakan keras terus terdengar. Aku tak tahu seberapa besar kerusakan yang diakibatkan pertarungan ini, tetapi aku yakin ini menjadi berita luar biasa.

"Sayang, apa kau memikirkan pertarungan mereka?"

Cera bertanya seolah tahu apa yang aku pikirkan. Dia memang mulai menjadi istri yang pengertian.

Aku mengangguk. Bagaimanapun juga aku merasa wajar jika kawatir dengan situasi saat ini. Tetapi tak ada yang bisa kulakukan. Disaat yang sama aku juga tak bisa menjadi pahlawan, jadi pilihan saat ini hanya menunggu situasi mereda atau setidaknya pertarunga mereka segera selesai.

"Begitulah. Jujur saja aku ingin melakukan sesuatu. Aku tak ingin kotaku hancur hanya karena dua monster yang berkelahi seperti anak kecil."

"..."

"Tetapi aku bukan superman, apalagi batman. Aku tak bisa berbuat sesuatu dan hanya melakukan hal yang kubisa."

Aku memang bukan kendunya, tapi aku setengah iblis. Sayangnya aku tak tahu apa yang bisa kulakukan. Hm? Kenapa aku tak memikirkan hal ini?

"Shin-san, apa kau memiliki sebuah ide?"

"Bisa dibilang begitu. Cera, tolong lanjutkan. Aku akan menghubungi ibu untuk melakukan sesuatu."

Aku mengambil ponselku dan langsung mencari nomor ibu. Disaat itulah Cera menggenggam tanganku seolah berusaha agar aku tak melanjutkannya.

Dan dugaanku diperkuat saat dia menggelengkan kepalanya.

"Ibu tak akan bisa membantu. Meskipun dia bisa mengalahkan monster itu hanya dengan menyentilkan jari, namun dia terikat dengan perjanjian untuk tak ikut campur dalam urusan dunia. Jika ibu melakukannya, dia akan langsung kembali ke dunia iblis. Sayang, kau tahu apa artinya kan?"

Tentu aku tahu.

Jia ibu tak ada, maka Ruru dan Ruri yang masih kecil akan terus menangis. Aku tak mau mereka merasakan kehilangan sosok ibu di usia kecil.

"Jadi bagaimana menurutmu?"

"Aku pikir keputusan untuk diam dan menunggu adalah keputusan yang tepat. Aku yakin tak lama lagi pertarungan akan selesai."

Aku melirik ke arah jendela. Berbagai cahaya muncul bagaikan festiva di sianh hari. Tetapi cahaya itu bisa menghancurkan bangunan beton tanpa meninggalkan bekas.

Tolong jangan bercanda denganku! Apa kalian ini dunia fantasy?

Tanpa sadar aku mengepalkan tanganku dengan sekuat tenaga. Aku ingat perasaan ini muncul saat aku kecil. Perasaan yang membuat tubuhku seolah terbakar dan ingin menghancurkan semuanya.

Aku benar benar marah. Berapa lama aku tak semarah ini?

Aku marah bukan karena mereka. Tapi karena ketidakberdayaan diriku.

"Cera... Ini keputusan yang tepat kan?"

"Tentu. Tak ada yang menyalahkanmu atau memaksamu untuk bertarung. Yang kuat akan mengalahkan yang lemah. Dan yang lemah tak akan pernah bisa mengalahkan yang kuat. Hanya dengan tekad dan semangat tak akn bisa membuatmu menang dalam pertempuran, apalagi bisa menyelamatkan orang lain."

"...."

Aku tahu itu.

"Tetapi, kau kuat Sayang."

"Eh?"

"Kau memiliki kekuatan yang lebih dari kau pikirkan. Hanya saja saat ini kau belum bisa menggunakanya, tidak, ..lebih tepat jika kekuatanmu belum dibutuhkan saat ini."

"Aku tahu kau ingin menghiburku. Aku memang terkejut kau bisa mengucapkan kata kata keren, tetapi tolong... Aku tahu batas kemampuanku. Apa yang bisa kulakukan dan apa yang tidak aku mengerti semuanya. Tolong hentikan.."

Tetapi Cera menggelengkan kepalanya. Dia tersenyum dengan indahnya dan memegang kepalaku dengan kedua tangannya yang dingin.

"Tidak akan. Kau kuat, Sayang. Tetapi seperti yang kubilang tadi, apakah kau saat ini membutuhkan kekuatan itu? Untuk apa kau menggunakannya dan demi apa kau bertarung?"

Aku tak tahu.

"Pertarungan tak hanya ditentukan oleh kekuatan, tapi juga tekad dan keinginan. Seseorang yang memiliki kekuatan akan kalah jika tak memiliki keinginan dan tekad bertarung."

Dia lalu melihat ke arah jendela. Entah mengapa keributan mulai mereda. Mungkin pertarungan telah selesai.

"Seperti pertarungan di luar sana. Mereka bertarung karena memiliki sebuah tujuan. Mereka bahkan tak peduli dengan keadaan sekitar. Itu adalah bukti kalau mereka memiliki tekad besar yang tak tergoyahkan. Pertarungan antara ksatria. Itu adalah pertarungan yang tak perlu kita ganggu."

"..."

Meskipun ini sedikit aneh saat mendengar seorang iblis berkata tentang pertarungan ksatria, namun aku merasa lebih tenang dan menerima keadaan ini.

Tetapi disaat yang sama aku mulai mengerti apa yang menjadi tujuanku.

"Terima kasih, Cera. Kau memang istriku yang paling pengertian."

"Sama sama."

Dengan senyumannya, aku merasa dunia ini bagaikan surga.

"S-Shin-san, apa maksudmu dengan i-istri? Bukankah kau kekasih Stania-san?"

Sial. Aku lupa Hime berada di tempat ini.

Sudahlah. Sebaiknya aku akan jujur dengannya. Lagipula situasi ini semakin aneh. Dia sahabat baikku, jadi aku merasa bersalah jika terus menyembunyikan ini.

Aku tak tahu apa reaksinya, tetapi aku yakin beban yang kurasakan sejak lama mulai berkurang.

Part 02

Sekitar 20 menit, perisai yang menyelimuti kota menghilang. Waktu berjalan kembali dan kehidupan sekolah mulai berjalan normal.

Karena aku pergi saat waktu berhenti, aku yakin banyak yang bingung karena aku tiba tiba menghilang. Tetapi itu bukan masalah besar.

Kondisi ketua dan gadis satunya masih tak sadarkan diri. Hime dan Cera menidurkan mereka di sofa agar mereka tak semakin parah. Kurasa salah jika menyebut mereka sakit.

Cera memberitahuku pengguna kekuatan supranatural  mungkin memiliki kekuatan dahsyat yang mampu menghancurkan tank bagai tahu, tetapi ketika bertarung dengan pengguna kekuatan lain, mereka akan terlindungi oleh semacam perisai yang membuat mereka tak bisa tertembus oleh peluru, bahkan roket atau bom tak akan bisa menggores mereka.

Mereka mulai terdengar seperti bukan manusia. Tetapi perisai perlahan akan hancur dan disaat itulah mereka akan seperti manusia biasa.

Sekarang, kondisi ketua saat ini bisa dibilang sebuah stress. Meskipun bertarung, tampaknya mereka belum kehilangan perisai mereka sehingga mereka masih utuh. Hanya tinggal menunggu waktu saja hingga mereka sadar.

Masalah pertama selesai.

Lalu masalah kedua saat ini adalah aku menjelaskan semuanya pada Hime. Dimulai kisah pertemuanku dengan Stania, apa yang kulakukan selama di dunia mimpi (tak termasuk tindakan seksual), kemudian pertemuanku dengan Cera dan yang terpenting dari semua itu adalah hubungan kami bertiga.

Dia terdiam mematung setelah mendengarnya. Aku tak heran dengan ini. Siapa yang tak terkejut jika sahabat baik mereka ternyata jauh dari kata 'normal'?

Aku sekarang menunggu reaksi apa yang dia berikan. Sudah hampir lima menit dia membisu seolah memikirkan sesuatu yang sangat rumit.

Sementara itu Cera tak terlalu peduli. Bagaimanapun juga hal ini tak akan mengubah hubungannya dengan diriku. Aku yakin dia pasti mengetahui itu dan tak cemas.

Dia sekarang melihat ke luar jendela. Tepatnya tempat pertarungan sebelumnya. Dia mendesah beberapa kali seolah ini sebuah masalah berat.

"A-ano... Shin-san.. Semua yang kau katakan itu benar...?"

Dia tak percaya kah...

"Tentu. Mana mungkin aku bercanda di situasi seperti ini. Lagipula aku tak mungkin berbohong kepadamu. Karena itulah aku ingin meminta maaf karena melibatkanmu dalam masalah ini."

Hime terdiam dan menaruh tangannya di dada. Aku yakin dia masih belum menerima semua yang kukatakan.

"...aku tak perlu minta maafmu, Shin-san. Aku memang terkejut dengan semua ini, tetapi sekarang semuanya masuk akal kenapa kejadian aneh selalu menghampiri kita."

"Kita?"

Jika hanya aku, itu akan terdengar wajar. Hm.. Oh iya, aku melibatkan mereka dengan masalah dewi loli. Itu juga termasuk kejadian aneh.

"Un.. Kau ingat, saat kita masih kecil kau bilang bertemu dengan Hanako-san, saat kami bertiga menemuinya, kau hanya berbicara sendiri dengan dinding. Awalnya kami mengira kau terluka, tapi sekarang semuanya jelas karena kau bisa melihat hantu dan semacamnya ufufu.."

"...tunggu sebentar. Aku tak ingat kejadian itu."

Hime tertawa lagi.

"Yah.. Mau bagaimana lagi, semuanya kenangan masa kecil. Jika Shin-san tak mengingatnya, itu bukan masalah. Ini akan menjadi kenangan berharga kami."

"Hime.."

Aku terharu bahkan sampai ingin menangis.

"Karena itulah Shin-san.. Jika ada masalah, tolong jangan rahasiakan masalahmu. Kami ada untukmu jika kau membutuhkan bantuan."

"Masalahku tak normal, jadi aku ragu bilang atau tidak."

Ya. Selama ini aku tak pernah berusaha membicarakan dengan mereka karena masalah yang kualami bukan untuk manusia. Aku tak tahu apakah harus melibatkan mereka atau tidak.

"Shin-san.."

Hime memegang tanganku.

"Normal atau tidak, itu bukan alasan untuk tak  membaginya pada kami. Kita adalah sahabat dalam duka maupun suka. Jika masalah tak bisa diselesaikan sendirian, maka kita akan menyelesaikannya bersama sama. Apakah itu masalah normal atau tidak. Itulah gunanya sahabat."

"...aku mengerti, Hime. Seperti yang kau bilang, sepertinya aku harus memberi tahu kalian semua. Tetapi sekarang belum saatnya. Kau lihat sendiri kan, kita masih belum tahu apa yang terjadi sekarang ini. Aku tak tahu apakah ini ada hubungannya dengan Stania atau tidak, tetapi aku tak akan rela jika kalian semua terluka karena semua ini."

"Sayang,  kau berencana untuk terlibat dalam masalah mereka?"

Cera mendekat dan bertanya dengan nada kawatir.

"Tidak juga, tetapi jika saat itu terjadi, aku harus bersiap. Saat ini aku lemah, jadi tak ada yang bisa kulakukan. Jika hal ini terjadi lagi di depan mataku, aku mungkin hanya bisa melihat tragedy di depanku. Aku tak bisa membayangkannya meskipun itu sebuah mimpi."

Mendengar kataku, Cera tersenyum.

"Aku senang mendengarnya, Sayang. Tetapi kau jangan lupa. Aku ada di sisimu. Dan aku yakin Stania-sama tak akan berdiam diri jika terjadi sesuatu padamu. Mungkin saja dia akan membelah dunia menjadi dua jika itu sungguh terjadi."

Seram. Apa itu yang akan Stania lakukan jika aku dalam bahaya? Dia bukan White Queen kan?

"Terima kasih atas peringatannya. Tetapi aku tak ingin mengandalkan kekuatannya. Aku harus berjuang dengan tanganku sendiri."

Aku tak tahu apa yang harus aku lakukan untuk menjadi kuat, tetapi ini sebuah awal bagiku.

Aku tak pernah memiliki sebuah keinginan yang tercapai dalam hidupku. Tetapi sekarang aku memilikinya.

"Shin-san... Bolehkah aku bertanya satu hal lagi?"

"Apa yang ingin kau tanyakan?"

"Kau saat ini sudah menikah dengan Stania-san dan Cera-san kan?"

"Aku tahu. Aku memang sudah poligami dan umurku belum cukup dewasa. Tetapi kau tahu, aku setengah iblis dan mereka iblis, jadi aturan manusia tak berlaku pada mereka. Dengan kata lain, secara teknis saat ini aku masih belum menikah."

Hime terdiam sesaat. Wajahnya memerah dan terlihat gugup.

"Kalau begitu... Shin-san, apa kau juga akan menikah dengan kami?"

"................apa?"


Part 03


Pertarungan antara dua <Candidate> merupakan pertarungan hidup dan mati. Jika menang berarti hidup dan yang kalah akan mati. Karena itulah setiap <Candidate> akan bertarung tanpa peduli dengan keadaan sekitar mereka atau bahkan mereka terlihat atau tidak.

Mereka bisa memilih untuk bertarung dalam perisai, namun juga bisa dilakukan di tengah kota. Mereka tak akan bersimpati pada orang biasa yang terlibat dalam pertarungan, bahkan ada  <Candidate> yang menggunakan mereka sebagai pengalih perhatian atau bahkan perisai daging.

Hingga saat ini pertarungan antara dua <Candidate> terus berlangsung. Setiap yang selamat akan bertarung dengan lawan selanjutnya. Membunuh atau dibunuh. Itulah inti dari <Selection>.

Mereka diperbolehkan bekerja sama, tapi itu hanya berlaku pada orang yang percaya pada orang lain. Percaya pada orang lain itu mungkin hal yang baik, tapi itu sebuah kesalahan fatal dalam <Selection>.

Pada akhirnya mereka saling membunuh untuk menjadi yang tertinggi. Tak ada kata 'teman' bagi <Candidate>, yang ada hanyalah lawan.

Cara licik bahkan sering digunakan, tetapi tak semuanya seperti itu.

"Ini yang kelima..."

Seorang pemuda dengan jubah hitam berdiri di pusat kawah lebar di tengah kota. Seluruh sekitarnya hancur tak berbentuk lagi. Yang terlihat hanyalah reruntuhan dan mayat yang tercerai berai. Meskipun begitu, itu bisa termasuk beruntung karena masih memiliki bagian yang tersisa. Sebagian besar mayat akan musnah tanpa terkecuali. Satu hal yang baik adalah tak ada satupun korban yang sadar bagaimana mereka mati. Mereka tak merasa sakit atau tersiksa.

Ya. Itu sebuah keberuntungan.

Seorang <Candidate> memiliki kekuatan setara bom nuklir. Setiap mereka mampu menghancurkan kota tanpa menggunakan kekuatan penuh. Dan mereka bertarung satu sama lain dengan kekuatan sebesar itu.

Tetapi, itu tak membuat mereka menjadi abadi.

Seperti pertarungan lainnya, pasti akan ada pemenang dan yang kalah. Dan disaat meraih kemenangan, pemenang akan lengah walau hanya sesaat apa karena merasa senang atau sudah tak memiliki kekuatan untuk melihat sekitarnya.

Inilah yang dilakukan pemuda itu.

Menggunakan kesempatan untuk membunuh pemenang setelah bertarung merupakan tindakan pengecut. Tetapi ini bisa dibilang sebuah taktik untuk meraih kemenangan.

Tetapi semua itu tak berlaku pada pemuda itu. Dia memiliki alasan lain untuk melakukan tidakan pengecut itu.

"Fufufu.. Meskipun kau tak memiliki niat berpartisipasi dalam <Selection>, tetapi kau tanpa ragu membunuh <Candidate> lain. Ini menyenangkan, kau berusaha menjadi pahlawan, tetapi kau pasti tahu tak ada pahlawan yang tak membunuh penjahat. Fufu.. Bukankah lucu, penjahat atau pahlawan, keduanya pada kenyataannya adalah pembunuh."

Seorang gadis kecil muncul dari udara tipis. Orang yang bisa melakukannya tak diragukan lagi bukan manusia.

Gadis itu tersenyum tipis bagaikan iblis kecil yang merayu manusia ke dalam kegelapan.

"Apa kau sudah puas bicara, Asmodeus?"

"Entahlah. Aku bicara bukan untuk mencari kepuasan. Tetapi kau tahu, yang membuatku puas adalah melihat manusia seperti dirimu terus mencoba untuk tak membuang prinsip hidupnya meskipun semua tak berjalan seperti yang diinginkan. Ah.. Sudah lama aku tak menikmati keputus asaan seperti itu.. Fufu.."

Pemuda itu mendesah berat. Bagaimanapun juga iblis di dekatnya memiliki sifat yang tak normal. Seperti dalam legenda, iblis tak pernah bisa dipercaya dan makhluk yang hina. Tak ada alasan untuk mendengar ucapannya.

"Jika tak puas, lakukan sesukamu. Bukankah kau salah satu iblis terkuat? Membunuh satu orang untuk membuat mereka putus asa pasti mudah bagimu."

Tiba tiba raut muka gadis itu menjadi suram. Dia mendekati pemuda itu dan memukulnya berkali kali seperti anak kecil. Meskipun gadis itu iblis, setiap pukulannya tak memiliki tenaga.

"Mouu... Bisakah kau tak mengejekku? Aku memang salah satu yang terkuat, tetapi bukankah aku sudah menceritakannya tentang segel itu?"

"..."

"Kami, iblis dan malaikat tak bisa menyentuh dunia ini dengan keinginan merusak. Jika bisa, itupun harus menggunakan perjanjian. Seperti saat ini yang terjadi padamu. Perjanjian kita adalah aku membantumu dalam <Selection>, dan sebagai gantinya kau akan membiarkanku memakan emosi negatif. Tetapi sejauh ini kau sama sekali tak melakukannya.. Moouu.. Setidaknya belikan aku donat."

"...Kau hanya ingin donat. Aku tak percaya dengan lelucon ini. Baiklah, akan aku belikan nanti. Sebaiknya kita pergi. Tempat ini akan segera kembali normal."

Pemuda itu memutar tubuhnya ke kiri dan mulai berjalan. Gadis kecil tersenyum dengan senang sebelum mengikutinya. Disaat yang sama, perisai mulai hancur.

"Ngomong ngomong kau tak berbohong soal keberadaan iblis kuat di kota ini kan?"

"Tak ada gunanya aku berbohong. Masalahnya aku hanya merasakanya sesaat. Selain itu entah mengapa terlihat begitu kecil."

"Mungkinkah dia sebenarnya lemah?"

"Tidak. Lebih tepat jika dia menyembunyikan diri. Tetapi yang menjadi masalah adalah perasaan waktu itu."

"Yang kau maksud iblis lainnya kan?"

"Begitulah. Ini mungkin sudah lama. Tetapi aku masih ingat betul perasaan ini."

Gadis memeluk kedua bahunya dengan gemetar seolah ketakutan. Dia mengingat sesuatu yang ingin dia lupakan dalam kenangan hidupnya.

"...Jika Demon Queen bangkit, aku tak tahu apakah bisa menghindari tragedi itu lagi."



Love and Soul [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang