Ternyata saat Galuh keluar dari stasiun radio itu, sudah ada yang menjemputnya. Bukan mang Rahman ataupun supir kakaknya, mang Udin. Tapi bodyguard yang biasa bersama Arga untuk menemaninya menyelesaikan masalah. Leo. Sejenak ia menekan pinggangnya untuk menghilangkan sakit yang entah sejak kapan ia rasakan namun akhir akhir ini semakin sering.
Setelah mobil melaju dengan kecepatan sedang membelah keramaian kota malam itu, akhirnya mereka sampai di cafe ditempat Arga menunggunya.
Tatapan tatapan ramah dari para pelayan sudah menyapanya saat ia baru turun dari mobil. Kali ini ada yang berbeda. Cafe itu, sudah dihiasi dengan sedemikian rupa, namun tidak ramai seperti biasanya.
Leo masih berada dibelakang gadis itu, mengawalnya hingga benar benar sudah sampai di depan mata Arga. Setelah memasuki satu ruangan yang di tunjukkan Leo, sukses membuat Galuh terdiam di tempat. Pria itu, dengan senyumnya yang mengembang membuat Galuh bingung harus berkata apa.
"Kau datang" ucapan Arga itu tepat seperti pernyataan bukan pertanyaan. Sakit yang tadi sempat di rasanya pun sudah hilang saat ia bisa melihat pria itu kini bersamanya. Galuh tidak bergeming, Arga menghampirinya.
"Are you okay?" Galuh gelagapan saat ditanya Arga seperti itu. Pasalnya ia sedang melamun tadi, makanya ia tidak mendengar apa yang dikatakan Arga.
"Sorry?" Arga terkekeh.
"Melamun, hm?" Arga tersenyum lalu menarik tangan Galuh untuk duduk. Galuh hanya terima saja diperlakukan seperti itu.
Setelah duduk, Galuh memandangi sepasang manik mata Arga. Mata yang selalu membuatnya rindu ditatap seperti itu, selalu sejuk karna tatapan itu hanya memandangnya, hanya untuknya.
"Sudah puas memandangnya nona?" godaan Arga membuat Galuh menutup matanya dan menggigit bibir bawahnya untuk menutupi pipinya yang mulai bersemu merah. Namun itu tak berhasil. Arga malah semakin menggodanya.
"Kamu makin cantik kalau malu begitu"
Galuh memukul lengan Arga pelan. Bukannya makin kesakitan, justru Arga malah terkekeh.
"Aku lapar, bisa kita pesan makanannya sekarang?" ujar Galuh sambil mengusap usap perutnya yang rata tanpa lemak.
"Bukannya sebelum aku ngantar kamu, kita ke cafe dulu ya? Atau ingatan aku salah?" Ah, Galuh malu sekali tentunya, ia merutuki dirinya yang begitu bodoh. Ia kan mengatakan itu agar ia dapat menutupi kecanggungannya. Malah ia di tertawai Arga seperti ini.
"Aku masih lapar. Salah?" Arga mencubit pipi Galuh. Lalu memanggil seorang waiter untuk memesan makanan. Namun setelah waiter itu sampai, Galuh hanya memesan minuman, begitupun Arga.
Selama mereka menunggu waiter itu menyiapkan pesanan mereka, hening. Arga dan Galuh seperti sibuk dengan fikirannya masing masing.
"Galuh" panggil Arga saat seorang waiter baru saja berlalu setelah mengantarkan pesanannya juga Galuh.
"Hm?"
"Aku ingin mengatakan sesuatu" wajah Arga berubah menjadi serius.
"Mau bilang apa? Bilang aja" jawab Galuh santai.
Karna tak kunjung bicara, Galuh menyesap minumannya menunggu Arga yang sedang menyusun kata katanya.
"Kamu mau kan hubungan kita ini kita bawa kearah yang lebih serius?" Galuh tersedak, Arga pun berdiri lalu membantunya mengusap usap punggung gadis itu -gadis yang sebentar lagi akan menjadi gadisnya- setelah memberikannya sebuah tissu.
"Makanya kalau minum itu pelan pelan"
Elo yang buat gue keselek kayak gini, Arga. Kata kata elo yang bikin gue kaget, Galuh menggerutu dalam hati. Setelah itu, Arga duduk kembali.
"Jadi, gimana? Apa kamu mau? Aku nggak maksa kamu buat jawab sekarang, karna aku bukan sekedar ngajak kamu buat pacaran, buat main bareng aku, senang senang doang, aku ingin bawa hubungan ini kearah yang lebih serius, Galuh"
Setelah mengatakan itu, lalu Arga mengeluarkan sebuah kotak beludru yang isinya sebuah cincin. Cincin berlian yang simple namun sangat elegan.
"Cincin ini punya keluarga Dinata, Galuh. Aku mau kamu yang simpan. Kalau kamu nggak bisa jawab sekarang, nggak apa apa. Nanti kalau kamu udah dapat jawabannya, dan kalau kamu mau, pakai cincinnya. Kalau nggak, ya kamu simpan aja"
Gila! Ini cowok gercep banget. Bikin gue mati kutu mau jawab apa. Ini dia ngelamar gue? batin Galuh.
Sambil menerima kotak beludru itu, Galuh menjawab pertanyaan Arga.
"Aku.."
Drrt drrrt
Ponsel Arga berdering, membuat Galuh menghentikan ucapannya. Namun Arga masuh tidak bergeming, ia membiarkan ponsel itu dan tidak berniat mengangkatnya. Namun setelah lama, ponsel itu terus berdering, membuat Arga mengumpat kesal telah mengganggu momennya bersama Galuh.
"Angkat dulu, Ga. Mana tau penting" dengan malas malasan akhirnya Arga mengangkat telfonnya karna Galuh yang menyuruh. Ia bangkit dari tempat duduknya.
"Tunggu sebentar" ujar Arga pada Galuh lalu sedikit menjauh dari Galuh.
Galuh memandangi punggung Arga dan cincin itu secara bergantian. Apakah ia harus menerimanya? Bagaimana jika Arga sedang dalam kondisi mabuk? Ah mana mungkin Arga mabuk jika sepertinya ucapannya seserius itu. Ia dalam keadaan sadar. Galuh semakin bingung, ia masih ingin bebas.
Setelah Arga selesai menelfon, ia kembali duduk.
"Siapa?" tanya Galuh.
"Ah, mama" Galuh mengangguk.
"Mama kamu bilang apa?"
"Mama bilang besok dia pulang, jadi aku harus jemput dia di bandara. Besok kamu temenin aku jemput mama ya" itu bukan pertanyaan melainkan sebuah pernyataan. Galuh bisa apa selain mengangguk.
Kemudian wajah Arga kembali serius. Ia kini telah menatap Galuh seakan meminta jawaban dari gadis didepannya. Gadis yang selalu membuat hari harinya lebih berwarna, yang dengan mudahnya dapat membuatnya percaya akan kata cinta, gadis yang merubahnya menjadi sosok Arga yang hangat, yang memimpikannya dapat memiliki keluarga kecil suatu saat nanti dihari tuanya.
"Aku nggak mau, Ga" Arga menaikkan kedua alisnya, lalu dengan cepat ia tersenyum. Walaupun dibalik senyum itu ada rasa kecewa.
"Setidaknya, aku akan memberikan kamu waktu. Mungkin sekarang kamu belum bisa--" belum Arga menyelesaikan ucapannya, Galuh sudah memotongnya.
"Aku nggak mau kalau mesti make cincinnya sendiri. Aku mau kamu yang pakein!" Arga menaikkan sebelah alisnya, lalu ia menyenderkan punggungnya di senderan kursi, dan melipat tangannya didada.
Karna merasa tidak nyaman di tatap seperti itu, Galuh mengerucutkan bibirnya membuat Arga gemas sendiri. Dengan cepat ia berdiri, lalu mengecup bibir gadis itu lama. Sedangkan Galuh, ia yang tidak siap mengerjapkan matanya berkali kali karna terkejut. Sejenak, ia menahan nafasnya.
"Lain kali, jangan perlihatkan wajahmu yang seperti tadi didepanku, atau hal yang sama bahkan lebih dari ini akan terjadi lagi" bisik Arga tepat di telinga Galuh. Lagi lagi, Galuh hanya bisa terdiam.
•°°°•
Full of Arga and Galuh scene, siapa yang senang coba lari lari keliling monas hayoo wkwk:D
Jangan keasikan baca sampek lupa tinggalin vote and comment. Nanti Arganya ngambek loh.Happy reading:)
KAMU SEDANG MEMBACA
Belenggu Cinta Galuh (Complete)
Romansa-Completed- Arga Dinata, seorang kapten tim basket disalah satu kampus dengan segala kelebihannya membuat ia sebagai incaran nomor satu dikalangan kaum hawa. Bagaimana tidak, selain smart Arga juga memiliki tubuh atletis yang membuat siapapun yang m...