Galuh memasuki kamarnya dengan hati yang bercampur aduk. Seperti di hantam dan di terjang ombak bersamaan. Tidak pernah disangka nya ia menderita penyakit berbahaya seperti ini. Bahkan ia tidak merasakan gejala apapun. Sudah berada di masa masa akhir? Ia bahkan tidak tau sejak kapan penyakit ini menyerangnya. Dan tadi Om David katakan jika ia berada di titik dimana ia harus mendapatkan pengobatan intensif? Dari rumah sakit sampai sekarang difikirannya hanya bagaimana menyembunyikan ini semua dari ayah, bunda, dan yang lainnya?
Krieett
Galuh menoleh, didepan pintu sudah berdiri seorang pria sekaligus kakak yang sangat ia sayangi. Matanya sendu, itu yang bisa Galuh lihat akan ekspresi kakaknya sekarang. Apakah kakaknya ini sudah mengetahuinya?
"Boleh kakak masuk?"tanya Ray ragu-ragu. Galuh mengangguk. Matanya menangkap sebuah berkas yang ada ditangan kakaknya. Kenapa bisa ada pada Ray?
"Nih" Ray menyerahkan hasil tes itu pada adiknya.
Kenapa bisa sama kak Ray?
"Ah, ini tadi kakak temuin dekat pintu masuk. Jatuh kali" ujar Ray seolah tau apa yang sedang ada dalam fikiran adiknya.
"Kak" suaranya bergetar. Wajah yang biasa memancarkan keceriaan kini tampak kehilangan semangatnya.
Ray menempelkan jari telunjuknya dibibir, "Sshhtt" ia memegang kedua bahu adiknya erat. Seakan ingin membantu menguatkan adiknya meski ia tahu itu tidak mungkin.
"Kak, aku.. " Galuh tidak meneruskan perkataannya. Ray menarik adiknya itu kedalam pelukannya. Bagaimanapun ia juga seorang manusia. Dan ia memiliki batas dimana ia tidak bisa menyimpan rasa sakitnya sendiri. Dulu ia sangat lihai saat harus berpura-pura. Dan kini, ia sadar ia bukanlah seseorang yang hebat yang bisa berpura pura kalau ia kuat. Ia tumpahkan semuanya didada kakaknya itu.
"Kamu harus dirawat!" masih dengan mengelus rambut hitam adiknya, perkataan Ray ini tetap lembut meski terdengar tidak terbantahkan. Dan Galuh tidak bisa mengelak, atau ia akan mati sia-sia tanpa ada usaha mempertahankan. Karna ia sadar, waktu yang ia punya tidak sebanyak yang ia fikir. Namun, ia sangat takut jika harus berhadapan dengan peralatan rumah sakit yang menakutkan itu. Tidak adakah cara lain selain ke rumah sakit?
Masih dengan sesenggukan, Galuh melonggarkan pelukannya. Menatap mata kakaknya dalam.
"Aku.. Belum siap" kicauan yang biasa ia dengar kini seperti menghilang, tergantikan dengan suara parau nan menyayat hati yang mendengarnya. Ia kehilangan sosok adiknya yang nakal, yang membawa keceriaan semua orang, Ray kehilangan Galuh yang dulu.
•°°°°•
Pagi ini sepi, hening. Hanya suara dentingan sendok yang beradu dengan piring. Bahkan ayah dan bunda tampak saling bertanya lewat tatapan, kenapa anak-anaknya ini? Tidak biasanya mereka terdiam seperti ini. Dan tadi malam pun, Ray ketiduran dikamar adiknya. Jika bukan karna ayah yang membangunkan, Ray mungkin akan tetap tidur dikamar Galuh sampai pagi tiba.
"Galuh, Ray, ada apa nak?" tanya bunda.
Menolehkan wajahnya sesaat, Ray kembali menatap roti didepannya tidak selera.
"Mungkin pertanyaan itu lebih tepat untuk bunda tanyakan pada Galuh, bukan Ray" ujar Ray lirih. Galuh memandang Ray sejenak. Ray hanya bisa tersenyum pedih, ia berdiri lalu pergi meninggalkan meja makan pagi itu.
"Galuh? Ada apa ini nak?" Galuh tergugu. Masalahnya ia tidak tahu harus berkata apa. Jujurkah? Atau ia harus menunggu waktu yang tepat?
"Ini"Arga kembali dengan menyerahkan secarik kertas pada bundanya. Diberikan sebuah surat berlabel rumah sakit, bundanya memandangi Galuh dan Arga bergantian, lalu perhatiannya kembali pada kertas yang diberikan Arga tadi.
Tubuh bunda langsung bergetar, bersender pada kursi. Dengan cepat, sang ayah langsung merebut kertas ditangan istrinya. Setelah membacanya, ayahnya pun ikut terdiam.
"Kanker sum sum tulang belakang? Sejak kapan?" tanya Om Broto.
"Adek.. Nggak tau yah" sahut Galuh.
Baru kali ini suasana meja makan dikeluarga Broto Asmoro hening. Semuanya sibuk dengan fikiran masing-masing, namun tetap pada satu poin, kesehatan Galuh. Semuanya setuju mulai nanti, Galuh akan konsultasi dan memulai perawatannya. Tapi Galuh menolak. Ia tetap menolak meski ayah dan bundanya juga Ray memaksanya. Ia tahu penyakitnya ini tidak bisa di anggap remeh, tapi ia belum siap jika harus segera menerima perawatan itu. Sekilas ia pernah tahu kalau penyakit ini bisa di tangani dengan kemoterapi dan itu menyakitkan sekali. Ayah, bunda, dan Ray pun mengerti akan hal itu. Berbicara tentang yang selalu mengertinya, ia teringat pada satu sosok, Arga.
Bagaimana jika nanti Arga tahu? Apakah ia juga akan pergi meninggalkan Galuh?
•••••••••••••••••••
Pendek dulu aja chapter yang ini ya.
Maaf kalau lama banget updatenya, maklum authornya masih banyak ujian 😀Happy reading:)
KAMU SEDANG MEMBACA
Belenggu Cinta Galuh (Complete)
Romance-Completed- Arga Dinata, seorang kapten tim basket disalah satu kampus dengan segala kelebihannya membuat ia sebagai incaran nomor satu dikalangan kaum hawa. Bagaimana tidak, selain smart Arga juga memiliki tubuh atletis yang membuat siapapun yang m...