Part 15

59 5 0
                                    

Hangatnya sinar mentari pagi ini ternyata tak sampai pada tubuh Galuh. Gadis itu masih meringkuk dibawah selimut tebalnya yang berwarna coklat. Atau mungkin, ia masih malas menyapa dunia pagi ini. Hatinya masih diliputi rasa sedih yang entah kapan dapat kembali ceria.

Sudah lima hari ia mengurung diri didalam kamar. Jangankan pergi ke kampus, untuk makan saja mesti pembantunya yang akan mengantarkan.

Tok tok tok!

Mendengar suara pintu diketuk, Galuh sedikit mengintip dari balik selimut. Dan ternyata yang mengetuk pintu kamarnya tadi adalah sang bunda.

"Dek, kamu masih nggak ke kampus? Sayangloh, banyak ketinggalan pelajaran"
Galuh menghela nafas panjang. Mengapa ia harus pergi ke kampus? Pentingkah itu buatnya? Mengejar dunia sedangkan ia tau akan meninggalkannya sebentar lagi.

"Buat apa bun?"

"Loh kok buat apa sih dek, ya supaya ilmu adek itu nambah. Lagian, nggak kangen sama temen-temen adek di kampus? Itu Arga udah jemput adek"

"Adek nggak mau ketemu siapa-siapa. Bunda kan tau itu"

Sudah lima hari sejak ia tahu penyakit itu, sudah selama itu pulalah ia tak ingin bertemu siapa-siapa. Kecuali keluarganya dan Keyla, bahkan Arga pun tak pernah ia izinkan melihatnya.

"Kamu jangan gitu ah, mau sampai kapan kamu seperti ini dek? Galuh, bunda didik kamu supaya kamu jadi wanita yang kuat, yang mau berusaha nak. Bukan yang mudah nyerah kaya gini" bunda berbicara panjang lebar.

Galuh hanya menghela nafasnya. Bukan berniat ingin durhaka pada bunda karna tak pernah mendengar ocehannya. Hanya saja, ini mengenai kebahagiaan hidup seseorang. Sungguh, Galuh sangat ingin jika hanya ia seorang yang menjadi kunci kebahagiaan prianya, Arga. Tapi itu dulu, sebelum... Ah! Rasanya Galuh pun malas mengingatnya. Ia hanya tidak ingin menyusahkan Arga.

•°°°•

Arga turun dari mobilnya, sudah beberapa hari ini sepertinya ia kehilangan semangatnya. Kembali menapakkan kakinya lagi dihalaman kampus, wajahnya menunduk lesu, langkahnya gontai, sesekali ia memaki setiap batu yang menghalangi jalannya. Satu nama terlintas dikepalanya, 'Galuh'. Entah sudah berapa minggu Galuh tak pernah menampakkan batang hidungnya. Dirumah, bahkan dikampus. Kalau dirumah, bisa saja ia meminta pada tante Lia agar dapat bertemu Galuh. Tapi Arga bukan seorang yang pemaksa. Jika Galuh tidak ingin bertemu dengannya, ya sudah. Walau dihatinya sangat berharap Galuh mau menampakkan dirinya di depan Arga. Setidaknya melepas rindu dengan tatapannya atau melihat wajahnya saja. Itu sudah cukup untuk Arga.

Dikampus? Arga sudah berkali-kali ke kelas Galuh. Tapi hasilnya nihil. Setiap Arga datang, bangku yang biasa diduduki Galuh tetap kosong, gadis itu selalu pulang lebih dulu.

Saat sudah berada di depan kelasnya, Arga menghampiri Frans dan Ray diujung kelas yang nampak tergelak membicarakan sesuatu. Mencoba bertanya pada Ray, mungkin kali ini temannya sekaligus calon abang iparnya itu mau menjawab mengapa adiknya tak mau bertemu Arga.

"Ray" panggilnya lirih. Ray terkejut. Bukan, bukan karna Arga memanggilnya, tapi karna ia belum punya alasan apa apa untuk menjawab pertanyaan sahabatnya ini tentang adiknya. Bisa saja ia memberitahu, tapi adiknya pasti tak akan pernah memaafkannya.

"Oy! Udah datang rupanya lo" sahut Ray basa basi.

"Bisa gue ngomong sama lo?"

"Ya ngomong aja kali, Ga. Ada apa sih?" Ray bukannya tak tahu apa yang akan Arga bicarakan. Pasti tentang si adek lagi, batinnya.

"Ini tentang Galuh" daebak! Benar kan yang difikirnya tadi? Ray tergugu, ia masih mencari alasan yang masuk akal

Belenggu Cinta Galuh (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang