Mine - 17

2.6K 147 3
                                    

Ps. Jangan lupa vommentnya ya..
.
.
.
.
.

●○●

CAKKA tersenyum tipis sambil menuangkan isi dari botol wine di genggamannya itu ke dalam gelas dihadapannya. "Lalu?"

"Dia bilang hubungannya dengan Rio sudah berakhir. Itu mengejutkan kan?"

Pemuda itu tertawa kecil sambil meneguk winenya, "Aku sudah tahu."

"Apa? Kamu sudah tahu? Kenapa tidak memberitahuku?"

"Haruskah?" Ujar Cakka menggoda gadis dihadapannya dengan tersenyum.

Gladys mencibir sambil meneguk winenya juga, "Heish.. sekarang kamu makin menyebalkan."

"Bukankah itu menyenangkan? Pembicaraan kita tidak akan membosankan."

Gladys mengangguki perkataan Cakka, lalu melirik jam di ponselnya sebentar, "Ah sudah malam. Kamu tidak pulang? Apa akan menginap disini?"

"Haruskah?"

Gladys menyipitkan matanya lali menarik Cakka agar bangkit dari duduknya, "Cepatlah pulang.."

"Bagaimana kalau aku menginap?"

"Heish.. ngaco." Gladys mendorong tubuh Cakka menuju pintu keluar apartementnya. Sedangkan pemuda itu terus tertawa.

Selepas tertawa, Cakka mencibir sambil mengacak rambut Gladys tepat di depan pintu apartemennya, "Kamu akan menyesal karena mengusirku malam ini."

"Tidak akan."

"Yakin?"

"Hm."

"Baiklah. Aku pulang. Semoga tidurmu malam ini nyenyak."

Gladys mengangguk, "Hm, hati-hati dijalan."

Cakka mulai meninggalkan pintu apartement Gladys, dan gadis itu juga langsung masuk ke dalam apartementnya kembali dan bersiap untuk tidur setelah membereskan meja makannya.

❤❤❤

Shilla menatap burung-burung kertas yang tergantung diatas pohon. Pohon besar yang berdiri sendiri di dekat sebuah tebing. Shilla tersenyum, sambil memperhatikan burung yang digantung dengan tali yang sesekali bergerak terkena terpaan angin.

"Berapa banyak burung disini?"

Rio mengangkat bahunya, "Entahlah. Terakhir kali aku kesini, masih sekitar dua ratusan."

Shilla mengulum bibir lalu memegang burung kertas berwarna putih, "Pasti sisanya, aku yang melakukannya. Apa karna saat itu hubungan kita sudah selesai?"

Pemuda itu bingung, ia tidak tahu harus menjawab ia atau malah menjawab dengan ucapan lain. Akhirnya ia tidak memilih keduanya.

Tidak ada jawaban dari Rio, Shilla tersenyum tipis dan menoleh padanya, "Lalu, apa arti dari burung-burung kertas ini?"

Rio menatap kertas-kertas yang berbentuk burung di atas kepalanya, "Dulu, kata orang, seribu burung kertas bisa mengabulkan permintaan. Dan di setiap burung, kamu menuliskan permintaanmu. Menurut orang juga, permintaan keseribu yang akan terkabul."

Shilla mengambil beberapa burung tersebut dan membukanya dengan hati-hati, ia membaca setiap harapan yang ditulos.

'Aku ingin selalu bersamanya.'

Ia mengeja tulisannya sambil mengernyit lalu menatap Rio, "Kenapa di burung kertas ini kata-katanya sama semua?"

Rio mengangkat bahu, "Waktu dulu aku bilang harapan terakhir yang mungkin akan terkabul, kamu bilang percuma kalau menulis harapan yang berbeda pada setiap burung. Sepertinya kamu benar-benar melakukannya."

MINETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang