Setelah mereka selesai menonton film, Rio mengajak Shilla menuju apartementnya sebelum ia mengantarkan Shilla kerumahnya. Lagipula, sekarang dirumah Shilla sudah tidak punya siapa-siapa lagi. Bibi yang dulu selalu bersamanya pun sudah kembali ke kampung sesaat sebelum Shilla ke Amerika.
"Kita makan malamnya disini aja ya?"
Shilla mengangguk, begitu masuk, ia langsung menyandarkan tubuhnya di sofa abu-abu milik Rio. Dan meraih sebuah pajangan bunga yang ada di meja. "Bunganya cantik."
"Hmm.. Itu bunga kesukaan mama."
"Oh iya, mama sekarang dimana?"
"Dia sekarang tinggal di Jerman. Tapi kalau kita nikah nanti dia pasti pulang ke Indonesia kok."
"Ih." sahut Shilla lalu tertawa. Sementara Rio pergi entah kemana, Shilla mulai menelusuri apartement milik Rio itu. Memperhatikan pajangan-pajangan, lukisan bahkan kumpulan bingkai foto yang ditata rapi dimeja.
Shilla meraih salah satu bingkai foto dimana itu adalah foto Rio dan dirinya saat SMA. 'Ah Rio masih menyimpannya?' Gumam Shilla.
Shilla juga tidak bisa tidak tersenyum saat melihat foto itu. Di foto itu, keduanya memegang sebuah ice cream saat mereka pertama kali kencan di Dufan.
Tak lama setelah itu, Rio keluar. Sambil menenteng sebuah buku note kecil yang berisi nomor telepon restaurant untuk delivery.
"Rio, kamu masih simpen foto ini?"
"Hmm.. Itu selalu ada disana." sahut Rio sambil berjalan duduk disofa dan mencoba menelpon salah satu nomor yang ada di buku tersebut.
Kemudian Shilla kembali dan ikut duduk disamping Rio setelah Rio selesai menelpon. Gadis itu membaringkan kepalanya dipaha pemuda itu dan menatap Rio dengan lekat.
"Jangan diliatin mulu. Nanti jatuh cinta."
"Biarin. Aku udah terbiasa jatuh cinta berkali-kali sama kamu."
"Ih ya ampun siapa yang ajarin kamu begini?" Rio tertawa kecil sambil menjawil hidung Shilla. Kini keduanya saling menatap, Rio menatap ke bawah, dimana wajah Shilla yang juga sedang menatapnya ada dipangkuannya. Tatapan mereka seperti sebuah tatapan bersyukur. Keduanya sangat bersyukur sekarang.
"Rio."
"Hm." jawab Rio dengan lembut sambil memainkan rambut gadis itu.
"Kamu tahu siapa yang hampir setiap hari telepon kamu terus dimatiin pas kamu angkat teleponnya? Itu aku. Hehe.." gadis itu menyengir lebar saat jujur pada kekasihnya.
Rio mencibir, "Aku tahu. Itu nomor Amerika. Siapa lagi kalau bukan kamu?"
Shilla mengigit bibir malu, "Terlalu jelas ya?"
"Jelas banget."
"Disana, aku kangen sama kamu berkali-kali lipat. Itu sebabnya aku telpon. Biar denger suara kamu walaupun cuma sedetik."
Rio tersenyum, ia memberikan senyuman termanis yang pernah ada, bahkan Shilla sampai ingin meleleh melihatnya.
"Jadi, sekarang udah nggak kangen kan?"
"Masih. Ada banyak hal yang pengen aku lakuin sama kamu."
"Apa itu?"
Shilla mencoba menerawang pikirannya, "Aku pengen ulang kencan pertama kita di Dufan. Aku pengen peluk kamu. Aku pengen ngabisin waktu seharian sama kamu. Aku pengen travelling keluar negeri berdua sama kamu. Aku pengen ngabisin semua waktu aku sama kamu. Aku pengen cium pipi kamu sebanyak yang aku mau. Aku pengen jalan sambil gandengan tangan sama kamu. Dan tunjukin ke semua orang kalau kamu sekarang milik aku."
KAMU SEDANG MEMBACA
MINE
ФанфикShilla bagi teman-temannya adalah gadis yang kuat. Jarang orang-orang melihatnya menangis kecuali memang ia sedang sangat-sangat sedih. Itupun hanya beberapa orang saja yang bisa ia perlihatkan. Bahkan, ketika diabaikan, diacuhkan, disakiti oleh kek...