T I G A

82 4 0
                                    

Jarum jam menunjukkan angka enam dan dua belas saat Kiara melangkah keluar dari kamarnya. Cewek itu berjalan pelan tanpa berusaha menimbulkan keributan. Matanya melirik mamanya yang terlihat sedang sibuk meja makan menyiapan sarapan.

"Lho, udah bangun Key? Tumben." mama mengeryit heran melihat Kiara. Tak biasanya putrinya ini udah turun jam segini. Lengkap dengan seragam sekolahnya pula. Padahal kan biasanya dijam - jam segini Kiara sedang asyik bergelung dibalik selimutnya.

"Hmmm."

"Mau berangkat sekarang?" tanya mama sambil menghampiri Kiara.

"Iya ma. Ada tugas yang Key nggak ngerti cara ngerjainnya. Semalem udah nanya Rissa, ntar dia mau ngajarin. Jadi mesti berangkat pagi - pagi" jawab Kiara sambil menunduk, pura - pura memperbaiki ikatan tali sepatunya. Menyembunyikan wajah sembabnya hasil menangis dan tak tidur semalaman.

"Kamu ini gimana sih. Kalau ada yang nggak ngerti harusnya tanya dong sama gurunya. Terus kenapa semalem nggak nanya Satria saja, dia kan pinter. Oh ya.. Ngomong - ngomong semalem kok mama nggak tau ya pas Satria pulang, tumben dia nggak pamit sama mama. Kalian nggak lagi berantem kan?" tanya mamanya penuh selidik.

Kiara merasa dadanya nyeri mendengar mamanya menyebut nama cowok itu.

"Iya ma, maaf. Kiara berangkat dulu ya. Nggak enak sama Rissa, nanti dia nunggu." Jawab Kiara tanpa ingin membahas soal Satria.

"Lho, nggak sarapan dulu? Nggak mau barengan papa aja. Sebentar lagi papa keluar kok."

"Nggak usah ma, Key duluan aja. Mesti buru - buru nih. Tugasnya dikumpul jam pertama soalnya." Kiara berdiri dan menyalami mamanya dengan cepat. Tanpa berniat memperlihatkan wajahnya. "Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam. Hati - hati, Key. Itu rambutnya diikat dulu. Berantakan gitu, muka kamu jadi nggak keliatan." teriak mamanya sebelum Kiara benar - benar pergi.

"Iya ma. Sambil jalan.." jawab Kiara tanpa menoleh, meninggalkan mamanya yang hanya bisa geleng - geleng kepala  melihat kelakuan putrinya.

****

Dan disinilah Kiara sekarang. Duduk dibelakang sekolah, tak tahu harus berbuat apa. Sekolah masih benar - benar sepi. Belum ada siswa yang datang selain Kiara. Bahkan Pak Mulyo, penjaga sekolah sampai berulang - ulang mengucek matanya, keheranan melihat ada siswa yang datang sepagi ini.

Sebenarnya cewek tak bersemangat untuk pergi kesekolah. Tapi harus dengan alasan apa. Pura - pura sakit? Nanti malah membuat mamanya bertanya macam - macam. Beruntung dia dan Satria tidak satu sekolah, jadi kemungkinan buat ketemu Satria kecil banget, bahkan nggak ada. Kiara jadi mikir, jangan - jangan ini alasan Satria melarangnya masuk Persada, biar dia bisa santai memutuskannya. Tak merasa terganggu karena nggak perlu saling ketemu lagi.

Kiara menunduk. Hatinya tak tenang. Teringat lagi ucapan Satria semalam.

"Gue mau kita putus.."

"Ma-maksudnya?"

"Yaa, itu maksudnya. Gue mau kita udahan sampe disini aja."

"Sat.." Kiara memanggil Satria tertahan. "Kenapa harus?"

"Gue mau kuliah di Inggris." jawab Satria. Kiara mengangguk pelan. Dia tahu itu. Dahulu sekali Satria pernah mengatakan soal itu saat cowok itu baru masuk SMA, tapi kemudian hal itu tak pernah diungkit lagi sampai hari ini. Lalu sekarang, apa hubungan soal kuliahnya di Inggris dengan putusnya mereka.

KIARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang