T U J U H

38 2 0
                                    

Ingat Kiara, apapun yang terjadi lo harus ikhlasin gue. Berbahagialah Kiara.. Berbahagialah..

Kiara membuka matanya ketika merasakan sinar matahari menembus matanya. Cewek itu mengerjabkan matanya berulang - ulang, berusaha menyesuaikan diri dengan sekitar. Langit - langit ruangan, selimut serba putih, bau obat - obatan. Ini kan... Rumah sakit.

Kiara berusaha mengangkat kepalanya yang terasa begitu berat, susah payah dia berusaha mengingat apa yang sudah terjadi hingga dia bisa berada disini.

Oh ya.. Satria.

"Satria..." teriak Kiara tiba - tiba, hingga membuat seseorang yang tertidur disamping ranjangnya seketika terbangun.

"Satria... Gue harus ketemu Satria." Kiara menyibak selimut yang menutupi tubuhnya. Namun seseorang disebelahnya menahannya, merengkuh tubuh Kiara dan membawa kepelukannya.

"Tenang Key, tenang.."

"Gue mau ketemu Satria, Dir. Gue mau tahu keadaan Satria.." jerit Kiara disela isak tangisnya.

"Dira.." panggil Kiara karena Dira hanya diam saja memeluknya. Sejujurnya dia agak bingung bagaimana  Dira bisa ada disini.

Pintu kamar terbuka, terlihat Clarissa berlari masuk menghampiri mereka dengan wajah cemas. Matanya menatap Kiara yang kini berada di dekapan Dira.

"Gue harus ketemu Satria, Dir. Antar gue nemuin Satria. Please..." ucap Kiara lirih yang seketika membuat Clarissa luruh kelantai. Mati - matian cewek itu menahan tangisnya agar tidak bersuara.

Dira merengkuh Kiara makin erat, mengusap puncak kepala cewek itu pelan.

"Satria udah pulang, Key. Satria udah pulang. Sekarang semuanya sedang mengantar Satria pulang." jawab Dira pelan seperti tak tega. Dan Kiara tahu apa maksud ucapan Dira. Cewek itu tak bisa berkata apa - apa lagi. Hanya air matanya yang mengalir semakin deras mewakili perasaannya.

"Lo tenang, Key. Lo harus sabar. Lo kuat..." bisik Dira berulang - ulang. Sendirinya berusaha menahan airmatanya agar tidak jatuh. "Ikhlasin, Key.."

Clarissa yang sedari tadi menahan suara tangisnya, seketika bangkit dan berhambur memeluk Kiara. Ruangan rumah sakit yang kecil itu kini semakin penuh dengan suara tangis.

*****

Hari ini hujan. Satria meninggal. Sekuat tenaga Kiara berusaha menahan tangisnya. Kiara memandang gundukan tanah merah yang semakin basah karena tetesan air hujan. Tangannya perlahan mengusap batu nisan bertuliskan nama, 'SATRIA PRAMANA WIJAYA'.

Hujan turun semakin deras, tempat pemakaman umum itu sudah benar - benar sepi sekarang. Hanya tinggal Kiara dan Dira yang sedari tadi setia berdiri disamping Kiara, mendampinginya tanpa sepatah kata pun keluar dari bibirnya.

Dira sesekali membungkuk, mengelus bahu Kiara sambil berusaha menahan angin yang berusaha menerbangkan payung hitam yang dipegangnya.

Tiba - tiba, tanpa mengucapkan apa - apa Kiara bangkit dari posisinya. Cewek itu berjalan gontai keluar dari area pemakaman. Dira berjalan mengikutinya sambil terus memayunginya agar cewek itu tak kebasahan.

*****

Dimobil Dira, Kiara masih terdiam sambil terisak - isak. Dari balik kaca mobil, tatapannya menerawang kejalan, menatap air yang tercurah dari langit dengan lebatnya.

Dira melajukan mobilnya pelan. Matanya menatap lurus kejalanan tanpa sedikitpun menoleh kearah Kiara. Dia nggak berani melihat Kiara yang sedari tadi mengeluarkan air mata. Dia nggak tega!

KIARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang