"Gimana?" tanya Aryo sambil terus menyetir tanpa menoleh kearah Dira yang duduk di kursi penumpang, disebelahnya.
"Nggak gimana - gimana.." jawab Dira cuek.
"Udah ambil keputusan?" tanya Aryo lagi.
"Keputusan gue dari awal nggak pernah berubah. Apapun yang bisa bikin Kiara bahagia. Apapun yang dia inginkan. Itu yang bakal jadi keputusan gue."
Aryo tersenyum, mencibir tanpa bermaksud mengejek namun ada sedikit perasaan geli mendengar ucapan Dira.
"Emang Lo tau apa yang bisa bikin Kiara bahagia?" Tanya Aryo balik.
Dira mengangkat bahunya,"apapun yang buat dia ketawa maybe.."
"Nggak semua hal yang buat ketawa itu bikin bahagia, nggak semua orang yang sedang tertawa itu sedang berbahagia..." Ujar Aryo.
"Lo nggak pernah tahu apa yang orang rasakan, apa yang orang simpan dihatinya. Lo nggak pernah tau kalo Lo bahkan nggak pernah mencoba untuk bertanya lagi," lanjutnya lagi.
"Udah terlambat sepertinya. Udah ada Kai kan sekarang. Toh kayaknya dia nggak suka sama gue.."
"Kata siapa?" Potong Aryo cepat.
"Kata..."
"Kata siapa??"
"Kata gue barusan," jawab Dira sambil nyengir karena merasa tak mendapatkan jawaban.
"Jangan sok tau.."
"Jangan sok bijak.." ledek Dira sambil tertawa.
"Gue serius. Sekedar saran sih ya, gak ada salahnya Lo nanya dulu sama Kiara. Lo coba ungkapin apa yang Lo rasain selama ini. Kalo beruntung, Lo bakal diterima.."
"Kalo kagak???"
"Silahkan coba lagi.."
"Apaan sih.. emang undian berhadiah." gerutu Dira.
Aryo tertawa, " Tenang, masih ada Laura.." Aryo menyebut nama seorang bencong yang tinggal tak jauh dari rumahnya.
"Anjing.. kalo itu sih buat elo aja. Lo jomblo kan. Cocok tuh.."
"Haha.." Aryo tertawa, namun kemudian wajahnya berubah serius kembali.
"Percaya deh sama gue. Lo nggak pernah tau kalo Lo gak mencoba.."
Dira manggut-manggut mendengar ucapan Aryo.
"Bener sih kata elo."
"Tuh kan..."
"Ngomong - ngomong sejak kapan Lo jadi bijak gini?"
"Gue mah selalu. Emang Lo pikir siapa yang paling waras diantara kita semua?" tanya Aryo merujuk pada persahabatan mereka.
"Siapa yang selalu membereskan kekacauan yang dibuat Jay? Siapa yang paling sabar menghadapi sifat kekanakan Asep? Siapa yang sudi denger curhatan sedih Lo? Ya gue.." jelas Aryo seolah memuji dirinya sendiri.
Dira tersenyum lebar. Dalam hatinya membenarkan semua ucapan Aryo. Diantara mereka berempat emang bisa dibilang Aryo yang paling dewasa.
"Belum apa - apa gue udah berasa bapak - bapak beranak tiga ngurusin kalian.." rutuk Aryo yang seketika membuat tawa Dira meledak.
"Iya bapak. Maafkan anakmu yang bandel ini.."goda Dira sambil mencolek lengan Aryo.
"Apaan sih.." Aryo bergidik geli.
Dira tertawa lagi.
"Terima kasih bapak karena telah Sudi mengasuh kami bertiga." godanya lagi. Aryo tak menjawab, hanya bibirnya yang semakin maju kedepan, manyun gara - gara ucapan Dira.
Dira tersenyum, dalam hati bersyukur memiliki sahabat seperti Aryo. Yang kadang suka mengeluh namun selalu melakukan yang terbaik untuk sahabat-sahabatnya.
Suasana hening seketika, hanya deru mesin mobil yang terdengar memecah kesunyian.
Aryo memperlambat laju mobilnya dan memasuki sebuah halaman rumah dengan pohon mangga di depannya.
Ya, rumahnya sendiri. Rumahnya yang sudah ramai karena para sahabatnya sudah berkumpul untuk menghabiskan malam bersama.
*****
Dihalaman sudah terparkir satu buah mobil yang Dira tahu betul siapa pemiliknya. Kaisar Arjuna Mahadewa.
"Dir.." seseorang memanggil namanya saat melewati mobil tersebut. Kaca mobil turun perlahan dan menampakkan si pemilik yang memberi kode agar Dira masuk ke mobilnya.
"Gue rasa kita perlu bicara." ucap cowok itu begitu Dira menutup pintu mobil.
"Ngomong aja.." ujar Dira pelan.
"Soal tadi siang, sori ya.." Kai berucap pelan. "Gue udah pikirin semuanya. Gue sadar gue salah. Gue udah minta maaf sama Kiara, dan gue rasa gue juga perlu minta maaf sama elo karena sudah menyia - nyiakan pengorbanan elo. Dan maaf juga sudah membalas pukulan Lo tadi.."
Dira tersenyum seperti menahan tawa mendengar ucapan Kai yang terakhir.
"Gue juga minta maaf. Gue yang menyulut emosi. Gue yang mulai. Dan gue bersyukur kalo Lo emang udah sadar."
"Gue mau nembak Kiara." Ucap Kai tiba - tiba membuat Dira seketika terdiam. "Jadi malam ini gue mau minta tolong kalian semua untuk nyiapin surprise buat dia."
"Oh ya?" Dira antusias.
Kai mengangguk pelan.
"Oke. Kalo gitu langsung di obrolin sama mereka." ucap Dira lagi sambil membuka pintu mobil.
Dira tersenyum getir. Hatinya seperti hancur. Seharusnya dia tahu, hal seperti ini pasti akan terjadi.
"Thanks udah mau dukung gue." Ucap Kai sambil menyusul Dira yang berjalan mendahuluinya. Tangannya terulur merangkul sahabatnya yang dua tahun lebih muda darinya.
"Apaan sih? Apapun keputusan elo, selama itu baik. Baik buat elo dan Kiara, gue pasti akan selalu dukung." jawab Dira sok tegar. Namun dirinya hanya tersenyum, dalam hati berusaha merelakan sesuatu.
******
KAMU SEDANG MEMBACA
KIARA
Teen Fiction"Jadi gini, saya ini sedang rindu kamu. Kamu bagaimana ? Rindu pula atau biasa saja?" tanya Dira. Kiara tergelak, "Najis lo..hahaha" "Kok najis sih, key? Huaaahh.. Aku najis, aku nggak bersih lagi. Kiara mah tega." teriak Dira dengan tampang memelas...