Meskipun Netha suka merasa kayak enggak punya teman sebangku. Tapi Netha tetap senang kalau ada Atha di sekolah.
INSIDE YOU
...
Bel berdering satu jam yang lalu, begitu juga dengan pelajaran sejarah yang terus mengulang kejadian beberapa abad yang lalu. Asal mula nenek moyang, teori-teorinya, hingga bagaimana bisa terbentuknya bangsa-bangsa di permukaan bumi ini.
"Ada yang tahu, apa yang diperebutkan bangsa Eropa di wilayah Indonesia?"
"Permen..." gumam Netha setengah sadar. Disanggalnya kedua kelopak mata dengan jari telunjuk berusaha mungkin memerhatikan guru yang sibuk dengan materi. Jika dirinya sedang berada di padang pasir mungkin akan jauh lebih menyenangkan dapat menghirup udara di luar sana bukan udara seminim mungkin seperti di kelas terkutuk ini.
Brug!
Nihil sudah Netha menahan kantuk, tanpa peduli wajah itu sontak membentur meja dengan kuat berhasil menyita perhatian seisi kelas. Secepat mungkin Resa yang berada di bangku belakang kini menendang kaki kursi di depan dengan kuat tapi siapa disangka kalau Netha jika sudah tertidur seperti orang mati?
"Neth!"
Seluruh murid menegak ludah. Habislah sudah, jika tadi pelajaran sejarah ini tadinya terasa membosankan maka sekarang pelajaran ini tak jauh seperti film horor yang ditonton tengah malam. Pena merah yang tergeletak rapi di tempat pensil kini dikeluarkan, begitu juga dengan buku nilai yang berada di meja.
Siapa pun pasti sudah hafal, jika satu siswa tidak dapat menjawab pertanyaan, maka satu kelas terpaksa mengikuti ulangan dadakan.
Tahu definisi tidak adil? Maka seperti inilah situasi yang menggambarkan.
"Bangun kamu!!"
Pipi gembul Netha ditekan dengan jari telunjuk begitu kuat. Nihil, bukannya bangun, cewek itu masih saja memejamkan mata, tertidur dengan nyenyak. Merasa tidak dipedulikan, hidung kecil itu ditekan berhasil membuat cewek itu tersentak seketika, terbangun dari mimpinya.
Guru itu menatap tajam. "Apa yang diperebutkan bangsa Eropa di wilayah Indonesia?"
Netha yang masih setengah nyawa kini mengangkat kedua alis. "Kenapa harus berebutan?"
Ujung pena ditekan dengan kuat, mata guru di balik kacamata itu menyipit tajam. Murid-murid meneguk ludah, menatap Netha seraya penuh harap. "Jawab saja pertanyaan saya."
Netha yang masih terkantuk itu menjejali kedua kelopak mata yang hampir turun dengan jari. "Permen mungkin?"
Dari belakang Resa menepuk dahi, diam-diam menendang salah satu kaki kursi milik seseorang di depan. Berharap cewek itu menoleh belakang dan dirinya bisa memberi jawaban atas pertanyaan yang begitu mudah.
Guru mengernyit. "Apa?"
"Ah! Permen dan cokelat! Biar bisa saling memberi kebahagiaan!"
Murid-murid mendesis, refleks saja semuanya menepuk dahi dengan serentak begitu mendengar jawaban dari cewek polos berpipi tembam itu.
Tamat? Resa menegak ludah, merasakan hawa dingin menjulur disekujur tubuhnya.
"TUTUP BUKU KALIAN! KITA ULANGAN DADAKAN HARI INI! DAN KAMU ..." Netha yang masih terkantuk itu mengangkat wajah, memerhatikan wajah galak milik guru sejarah yang tampak buram. "KELUAR DARI KELAS SAYA SEKARANG JUGA!"
___
Beda dengan Atha, jika semua murid sudah berhamburan ke kelas sedari beberapa menit yang lalu maka Atha masih saja berada di kantin. Berhenti menghadapi penggorengan ataupun mendengar suara gesekan antara sendok masak yang bersentuhan dengan kuali.
KAMU SEDANG MEMBACA
Inside You
Fiksi Remaja"Coba Atha tebak, apa yang jauh di mata tapi dekat di hati?" "Usus." "ATHAA!" ___ Begitulah Atha di mata Netha. Serius, dingin dan kaku. Jika Netha selalu mengejar Atha, maka Atha selalu mengejar uang. Jika Netha selalu mencintai kehadiran Atha...