BAB 25 : SEDIKIT EGOIS

586 81 1
                                    

Apa boleh aku belajar sedikit untuk egois?
Apa boleh aku belajar untuk tidak terus menuruti logika agar dapat beristirahat dan mengikuti kata hati?

INSIDE YOU

...

Entah termasuk keberuntungan ataukah tidak memiliki pengajar seperti Atha, sungguh Netha tidak tahu. Beruntung saat dirinya bisa semakin dekat dengan cowok itu dan tidak beruntungnya adalah tebak saja berapa kali pena hitam milik Atha mengetuk puncak kepalanya selama seminggu ini?

Menyebalkan sekali.

Tuk!

"Kalau gue ajak belajar jangan tidur," ucap Atha datar, mendekatkan salah satu buku rangkuman khusus lalu mengetuknya dengan ujung pena. "Ini rumus yang udah gue buat supaya lebih mudah dipahami, dan sekarang coba lo kerjain dengan soal di buku cetak ini."

"Atha ...," Netha berdecak, diangkatnya kedua alis lalu menatap Atha dengan memohon. "Ini lagi jam istirahat pertama 'kan? Netha boleh ke kantin ya? Soalnya Netha enggak bisa belajar dengan perut lapar."

"Bukan hanya dengan perut lapar, bagaimanapun keadaan perut lo emang pada dasarnya enggak mau belajar," sambung Atha menatap datar. Gila? Terserah katakanlah dirinya seperti itu dan kejam kepada Netha, tidak membiarkan cewek itu langsung menuju kantin sebelum bisa mengerjakan soal-soal ini.

Bibir bawah Netha terangkat. "Atha ...."

Puppy eyes. Secepat mungkin Atha mendesis lalu mengalihkan pandangan. "Kerjakan aja buruan. Gue juga malas."

Netha mendengus. Jail sudah, di balikkannnya badan ke belakang lalu mengambil beberapa pena dari kotak pensil milik Resa yang sedang fokus dengan novel di tangan. "Pinjam Res!"

"Ah!" Belum sempat menahan, Netha membalikkan tubuh berhasil membuat cewek itu tertunduk pasrah. "Ya udah, jangan sampai tutupnya hilang."

Netha mengangguk, lalu kembali mendengus begitu memergoki Atha yang melirik tajam ke arahnya. Menyebalkan. "Kalau Atha malas ngapain Atha suruh Netha ngerjain soalnya sekarang? Kan bisa nanti waktu pulang."

"Karena ini tanggungjawab gue," ucap Atha datar, lalu menumpu kepala dengan sebelah tangan seraya membolak-balikan lembaran buku di hadapannya. Sungguh ada rasa ingin mengunjungi kantin sejenak hanya untuk membantu berjualan atau mungkin membeli minuman.

"Naikan nilai lo minimal delapan puluh itu juga jadi tantangan buat gue, bukan cuma untuk lo. Meskipun gue enggak tahu apa untungnya, tapi karena berhubung ini hukuman dari Bu Nani mau enggak mau gue setuju."

"Takut beasiswa Atha dicabut ya?" tanya Netha, tertawa jail.

Dan sayang, untuk sekian kali candaan itu tidak berhasil. Entah candaannya yang terlalu garing atau mungkin otak Atha yang selalu bersikap serius yang pasti hanya digubris senyuman sinis dari mulut itu.

Netha mengacak poni dengan gusar, dicoretnya lembaran kertas putih dengan angka-angka cukup banyak. "Kayaknya Netha mulai ngerti deh teka-teki Atha waktu itu."

Kedua alis Atha terangkat.

"Hal yang terlihat bahagia tidak sebahagia kelihatannya," ucap Netha fokus. "Contoh sederhananya, orang-orang bilang enak jadi Atha, pintar, otaknya encer kayak jus, kalau enggak belajar juga enggak apa. Tapi nyatanya enggak semudah itu kan?"

Inside YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang