4. Membawamu Kembali

260 22 0
                                    

Di pagi buta ini, anak perempuan dari keluarga Grivanka pemilik perusahaan teknologi terbesar itu memutuskan untuk bunuh diri.

Eleanor berdiri di atas pembatas jembatan Boston. Jembatan itu menggantung di atas danau besar di kota itu. Wajah perempuan muda itu dipenuhi dengan memar. Di sudut mata kiri, ujung bibir atas, dan pelipis kanannya.

Eleanor yang berusia 15 tahun itu memandang jauh pada bangunan-bangunan tinggi di kota itu. Saat ini sudah pukul dua pagi dan dia sedang lari dari kakak angkatnya. 

Rambut pendek Eleanor kusut berantakan tertiup angin. Perlahan perempuan muda itu menurunkan satu kakinya ke bawah pembatas hanya tinggal satu kaki saja yang masih menanjak pada pembatas jembatan. Tubuh perempuan itu bahkan sudah mulai oleng karena angin malam yang kencang menubruk tubuhnya.

"Aku juga ingin mati".

Eleanor kembali menanjakkan kedua kakinya di tanah. Perempuan itu menoleh ke samping pada seseorang yang baru saja menegurnya.

Seorang lelaki muda telah berdiri di samping kirinya. Kedua tangan lelaki itu masuk ke dalam saku celana. Saking kacaunya pikiran Eleanor, perempuan itu bahkan tidak menyadari kedatangan lelaki itu.

"Bahkan setiap orang di dunia ini pernah ingin mati".

Eleanor masih diam. Matanya hanya fokus menatap lelaki muda itu. Lelaki bernama Joshua, anak kedua dari keluarga Revano. Awalnya, lelaki berperawakan tinggi itu menatap jauh ke depan, tetapi setelah menyelesaikan kalimatnya dia menoleh pada Eleanor.

"Turunlah dari situ atau kita akan melompat bersama kalau kau masih ingin bunuh diri".

Keduanya saling menatap. Mata hijau pekat Joshua dan mata biru laut Eleanor bertemu. Dua orang dengan perbedaan usia yang jauh itu terlihat saling melempar rasa di balik mata keduanya.

Eleanor dengan kekacauan dalam pikirannya begitupun Joshua yang sebenarnya juga sedang kabur dari keluarganya.

Eleanor kemudian turun dari pembatas jembatan itu. Berdiri berhadapan dengan Joshua yang jauh lebih tinggi darinya. Pakaian yang dikenakan Joshua adalah mantel cokelat panjang, kemeja hitam dan celana panjang, sementara Eleanor hanya berbalut satu set piyama tidur berwarna pink.

Joshua memerhatikan wajah Eleanor yang dipenuhi luka dan memar, bahkan luka di sudut bibir remaja perempuan itu masih baru terlihat dari bekas darah yang masih tertinggal di sana.

"Berapa usiamu?" Joshua bertanya melangkahkan kakinya mendekat pada Eleanor.

"15 tahun".

Joshua tersenyum tipis. Seolah melihat dirinya sendiri di masa lalu yang pernah mencoba untuk mengakhiri hidupnya karena kelelahan mengejar setiap pencapaian dari kakak laki-lakinya.

"Aku juga berpikir untuk mati ketika seusiamu".

Eleanor masih memasang wajah batunya, meskipun sekarang jantungnya berdetak begitu kencang. Lelaki muda di depannya memiliki paras yang begitu tampan dengan kedua bola mata berwarna hijau pekat.

Joshua memerengkan tubuhnya kembali menatap jauh pada ujung danau yang memperlihatkan kemewahan dari kota Boston. Meskipun sudah dini hari, kota itu tetap terlihat bercahaya dengan ribuan lampu yang menyala terang di setiap tempat.

"Kalau kau mati semuanya akan berakhir. Hidupmu, hidup keluargamu, hidup teman-temanmu. Lalu tidak ada lagi yang bisa kau perbuat setelah itu. Entah segala hal yang kau harapkan atau segala hal yang ingin kau hancurkan tidak akan pernah terjadi karena kau sudah mati".

Eleanor masih memandang Joshua dengan kedua bola mata birunya. Mendengarkan baik-baik apa yang dikatakan Joshua, walaupun sebenarnya dia tidak memiliki satu orang pun yang mencintainya saat ini, tidak ada keluarga, tidak ada teman yang begitu dekat.

Caught YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang