23. Ketahuan

138 12 1
                                    

Joshua menghela napas panjang dan Eleanor menghela napas lega. Kurang dari semenit lalu mereka telah melakukan pemeriksaan kandungan di rumah sakit tengah kota. Tentu hasilnya adalah negatif, Eleanor tidak hamil, tidak ada bayi di dalam rahimnya.

"Aku sudah bilang aku tidak mungkin hamil," ujar Eleanor lebih dulu.

Joshua memijit dahinya pelan, "Sudahlah, aku mau ke toilet dulu."

Eleanor mengangguk dan Joshua berjalan meninggalkannya ke lorong rumah sakit bagian ujung tempat di mana ada toilet. Sementara Eleanor berjalan menjauh dari depan ruangan dokter dan berdiri di bagian belakang ruang tunggu, bersender pada dinding.

"El? Apa hasilnya?"

Eleanor yang tadinya menunduk sambil bermain ponsel, menaikan kepalanya, memandang pada orang yang berbicara padanya. Vasya sudah berjalan semakin dekat ke arahnya dan berhenti tepat di depannya.

Pria keturunan Jerman itu terlihat rapi dan profesional dengan jas dokternya. Sepertinya Vasya baru menyelesaikan sesi konsultasi dengan pasiennya, mengingat pria itu adalah seorang dokter bedah yang terkenal di New York.

Eleanor tersenyum lebar, barisan gigi putihnya terlihat jelas. "Tidak, tidak ada kehamilan," jawab wanita itu sedikit tertawa.

Vasya menghela napas kasar, ikut lega. Sejam lalu Eleanor menghubunginya dan mengatakan bahwa wanita itu mengalami gejala kehamilan, tentu sebagai seorang sahabat Vasya ikut kepikiran. Dia tahu bahwa wanita cantik berambut pirang di depannya ini sama sekali tidak akan siap dan tidak menginginkan anak.

"Aku memang sudah menduga ini. Kau tidak mungkin semudah itu hamil."

Eleanor mengangguk, "Aku ingat perkataanmu tentang mengonsumsi obat-obatan itu. Makanya aku tidak terlalu memikirkan tentang pelindung saat kami melakukan seks kemarin. Seharusnya aku sudah tidak subur, kan?"

"Iya, efek dari narkoba yang rutin kau konsumsi itu salah satunya ketidaksuburan, belum lagi kau juga sering mengonsumsi obat kontrasepsi darurat untuk menghindari hamil selama tiga tahun ini."

Eleanor mengangguk. "Aku juga ber-"

"Obat apa?"

Eleanor dan Vasya sama-sama menoleh pada asal suara. Joshua muncul dari balik dinding belakang mereka. Wajah pria itu sudah sekeras batu. Rupanya Joshua sudah mendengarkan sebagian pembicaraan mereka.

Vasya dan Eleanor saling menatap satu sama lain, berusaha saling berbicara melalui gerakan mata mereka. Vasya mengangguk samar, lalu tersenyum pada Joshua. Pria itu menyerongkan tubuhnya menghadap pada suami Eleanor.

"Vasya," ujarnya memperkenalkan diri sambil menyodorkan tangan kanannya.

Joshua tidak langsung menerima salam tersebut. Pria bermata hijau itu memerhatikan Vasya dari atas ke bawah, lalu menoleh pada Eleanor. Wanita itu tersenyum cerah.

"Ini Vasya, temanku dari Boston," ujar Eleanor memperkenalkan Vasya.

Joshua akhirnya menerima tangan Vasya. "Joshua, suami Eleanor," ujarnya ikut memperkenalkan diri.

"Kita pernah bertemu di pernikahan kalian waktu itu, tapi aku belum sempat menyapamu secara pribadi." Vasya kembali memulai percakapan.

Joshua terlihat tidak tertarik dengan apapun yang Vasya katakan. Kini pria itu kembali menoleh pada Eleanor. "Obat apa yang kau konsumsi?" Joshua bertanya dengan wajah yang dingin, menuntut jawaban pada wanita cantik di sampingnya.

Eleanor dan Vasya terlihat kembali melempar pandang, lalu dengan gerakan mata Eleanor meminta Vasya untuk pergi meninggalkan mereka. Vasya menghela napas berat, menggelengkan kepalanya seolah memberi kode akan sesuatu.

Caught YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang