7. Hari Pernikahan

170 16 0
                                    

Joshua masih berusaha mengkondisikan wajahnya agar terlihat senang, walaupun sebenarnya jauh di dalam dia masih sangat kesal dengan Eleanor yang mengganggunya di ruang pengantin tadi. 

Mereka saat ini sudah resmi menjadi sepasang suami-istri. Eleanor membawa pendeta dari gerejanya di Boston untuk menikahkan mereka. Joshua sendiri memilih untuk mengikuti apa yang dikatakan Eleanor karena dia juga tidak mau repot mengurus game pernikahan mereka ini.

"Selamat atas pernikahanmu, El".

"Terima kasih," jawab wanita itu berusaha terlihat ramah pada Nicolas.

"Selamat, ya". Nicolas beralih pada Joshua yang ada di sebelah Eleanor.

Joshua meraih jabatan tangan dari pria itu. "Terima kasih"

"Aku menyesal tidak bisa bertahan lebih lama di sini. Masih ada sesuatu yang harus aku kerjakan di Boston," ujar Nicolas. 

Wajah pria itu benar-benar terlihat sedih, tetapi Eleanor tentu tahu semua itu hanya tipuan.

"Sekali lagi selamat untuk pernikahanmu, adik kecilku yang cantik," ujar Nicolas.

Badan pria itu maju, memeluk Eleanor layaknya saudara. 

"Pria yang malang," bisik pria itu pelan tepat di telinga Eleanor. 

Eleanor tertawa berusaha menyembunyikan amarahnya yang hampir meledak. Setelah melepaskan pelukan singkat mereka, Nicolas langsung berpamitan pada keduanya dan dengan cepat meninggalkan ruang pesta. 

Para ramu undangan sedang menikmati jamuan. Ruangan itu dipenuhi dengan berbagai orang-orang penting dari Amerika. Didominasi para eksekutif bisnis dan sisanya pejabat pemerintahan. Wajar karena Joshua dan Eleanor sama-sama berada di level atas dalam strata sosial negara itu.

"Aku tidak menyangka wanita sepertimu bisa menikah," Robert, pria berusia 46 tahun menyapa mereka berdua.

Eleanor tersenyum lebar. "Ya, akhirnya aku berhenti berkeliaran," jawab Eleanor dengan tawa di ujung kalimatnya.

Perkataan itu mengundang tawa juga bagi Robert. Pria itu adalah pemilik perusahaan di London, bidang industri. Perusahaan pria itu termasuk penaruh investasi di perusahaan Eleanor tiga tahun lalu ketika wanita itu baru mendirikan bisnisnya.

"Aku merasa sedih kau sudah menikah, El," Damian datang dari keramaian ikut bergabung dengan Robert, Eleanor, dan Joshua.

Pria itu masih lebih muda dibandingkan dengan Robert, usianya masih 38 tahun. Anak pemilik perusahaan tekstil di New York. 

"Tidak perlu sedih seolah kehilangan mainanmu," balas Eleanor.

Senyuman miring dari Damian membuat tawa Robert kembali keluar. Ketiganya masih melanjutkan pembicaraan mereka sementara Joshua diam saja. Lengannya masih digandeng oleh Eleanor membuatnya tidak bisa pergi dari ruang pesta itu.

"Oh, ya, Matthew tidak mau datang. Dia tidak siap melihatmu menikah," ujar Damian di tengah obrolan mereka.

"Dia sepertinya benar-benar menganggapmu istimewa. Tidak heran, kau memang sangat pandai merayu," lanjut Damian.

Eleanor tersenyum miring, dia paham itu bukan pujian baginya. Tetapi dia harus tetap profesional untuk terlihat ramah pada pria-pria hidung belang di depannya. Mereka adalah orang-orang yang berjasa bagi perusahaannya sampai bisa berdiri dan sebesar sekarang. 

"Silahkan menikmati hidangan, kami harus menjamu tamu-tamu lain," Eleanor memotong pembicaraan di antara ketiganya dan menarik tangan Joshua untuk melangkah ke sisi lain ruangan.

"Kenapa kau tidak mengatakan apapun pada mereka tadi? Mereka para pemilik perusahaan besar, kau tau, kan? Harusnya kau menyapa mereka, siapa tahu di masa depan kalian bisa saling bekerja sama," ujar Eleanor melihat wajah kaku Joshua.

Caught YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang