11. Kebencian

206 19 0
                                    

Joshua baru saja akan masuk ke dalam apartemennya pada pukul sebelas malam setelah menyelesaikan semua pekerjaannnya di kantor. Bertepatan dengan tangannya yang meraih ganggang pintu, seseorang dari dalam lebih dulu membukanya.

Muncul Eleanor terlihat sedang membawa sebuah tas jinjing berukuran sedang di tangannya. Wanita berambut pirang itu ikut terkejut dengan kehadiran Joshua yang tiba-tiba ada di depan pintu.

"Kau mau ke mana?" tanya Joshua melihat pakaian Eleanor yang masih mengenakan pakaian jalan.

Wanita cantik itu menyengir lebar. "Kenapa? Kau mau ikut denganku?" tanyanya bermaksud menggoda Joshua.

Pria berperawakan tinggi dan gagah itu mengira bahwa Eleanor akan setidaknya mendiaminya karena insiden tadi pagi, tapi ternyata malam ini wanita itu sudah kembali ke tabiat aslinya. Seolah pertengkaran mereka tadi pagi mengenai Patricia tidak pernah terjadi. Padahal Joshua sendiri sudah merasa sangat terganggu dengan ingatan mengenai ekspresi kecewa Eleanor padanya.

"Ini sudah pukul sebelas malam. Kau mau ke mana di jam segini?" tanya Joshua ulang.

"Aku akan kembali ke rumahku di Boston," jawab Eleanor, tidak lagi memainkan Joshua dengan jawaban asalnya.

"Kenapa?"

"Apanya yang kenapa?" tanya Eleanor.

Joshua diam sebentar, memikirkan jawaban apa yang akan dia katakan pada wanita di depannya. "Ya, kenapa ke Boston jam segini?"

Joshua sendiri jadi penasaran kenapa dia harus begitu peduli dengan Eleanor. Dia jadi merasa harus mengetahui alasan wanita itu pergi, padahal bukannya lebih baik jika wanita itu pergi? Dia jadi tidak perlu menghadapi wanita itu.

"Karena pekerjaanku baru selesai?" jawaban Eleanor terdengar seperti sebuah pertanyaan. 

Wanita itu ikut bingung dengan maksud dari pertanyaan Joshua. Jadi, dia memilih menjawab apa adanya. Dia kembali ke Boston malam-malam karena dia memang baru bisa berangkat di jam segini.

Joshua terlihat tidak puas dengan jawaban yang diberikan oleh Eleanor, tetapi dia juga tidak tahu harus mengatakan apalagi sehingga memilih kembali menutup mulutnya. 

Dalam kepala pria bermata hijau itu dia sedang berasumsi alasan Eleanor berangkat selarut ini. Apa mungkin ada pertemuan bisnis penting besok pagi di Boston? atau dia memiliki keperluan lain? Kenapa tidak berangkat besok pagi saja? Bukannya kalau berangkat jam segini akan tiba dini hari? Kapan wanita itu akan beristirahat? Apa dia tidak lelah seharian kerja dan langsung lanjut perjalanan cukup jauh?

"Apa yang kau pikirkan?" tanya Eleanor setelah beberapa saat memerhatikan Joshua yang larut dalam pikirannya.

Pria itu menggelengkan kepalanya. "Pergilah," ujarnya singkat seolah ratusan pertanyaan yang ada di kepalanya tidak pernah ada.

Eleanor tersenyum tipis, memajukan tubuhnya lebih rapat pada Joshua.

"Aku akan kembali, Sayang," bisiknya tepat di telinga pria berusia 34 tahun itu.

"Jangan nakal dan tunggu aku pulang," lanjutnya, setelah itu mengecup singkat pipi Joshua.

Belum sempat pria berbadan tinggi besar itu protes, Eleanor telah berjalan melewatinya memasuki lift dan hilang. Joshua menghela napas berat, memijit keningnya sebentar lalu masuk ke dalam apartemennya. Dia perlu istirahat segera sebelum benar-benar kehilangan kewarasannya karena ikut khawatir pada wanita gila yang menikahinya.

###########################

Elenoar sampai di Boston tepat pukul satu malam. Wanita itu berdiri di depan rumahnya sambil memerhatikan setiap perubahan yang ada. Pintu dari rumahnya terlihat berganti dengan design yang lebih modern. Halaman rumahnya juga dihiasi beberapa lampu taman berwarna kuning maram, padahal dulunya halaman tersebut hanya berisi bundaran air mancur dan tanaman-tanaman hias.

Caught YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang