10. Apa Kau Bisa Menerimaku

1.7K 257 1
                                    

Baru aja di republish yaa hehe ada yg diedit beberapa~








Mark memegang pergelangan tangannya untuk memeriksa denyut nadinya. Kemudian beralih menatapku.

"Masih hidup"

- di dorm -

"Mark kemana saja kau? Maaf kami meninggalkanmu dan Jaemin. Cepatlah ke tempat latihan"

Sekarang sudah pukul 8 pagi. Meskipun jarak Sungai Han dan dorm cukup dekat, tetap saja lama karena kami jalan kaki, sementara Jaemin digendong oleh Mark.

Belum lagi Mark yang harus mencarikan obat peredam rasa sakit, kapas, dan lain-lain karena persediaan dorm juga habis.

"Maaf hyung, tapi bisakah aku tidak mengikuti latihan?"

"Tidak,Mark. Sebentar lagi kita akan debut. Apa Jaemin sudah pulang?"

"Dia sudah pulang, tapi biarkan ia beristirahat. Jaemin tampak sangat lelah karena semalaman mengerjakan tugas di rumah temannya. Sekarang ia sedang tidur"

"Baiklah kau bergegaslah kemari! Kami menunggumu daritadi"

Mark menutup ponselnya dan mendesis kesal. Ia berjalan kesana kemari seperti orang yang kebingungan.

"Apa kau tidak boleh absen?"

"Aku akan segera debut. Sedangkan Jaemin, kurasa ia masih punya banyak waktu untuk mempersiapkan debutnya"

"Mengapa kau tidak mengatakan bahwa Jaemin sedang sakit saat ini?"

"Aku hanya tidak ingin membuat mereka khawatir"

Aku terdiam sejenak menatap Jaemin. Luka-luka diwajahnya tidak bisa menghalau ketampanannya.

Apa yang terjadi padamu?

Mark menepuk bahuku yang menyadarkan diriku dari lamunan.

"Bisakah kau menjaga Jaemin?"

Tentu aku bisa. Tapi aku tidak yakin Jaemin masih bisa menerimaku atau tidak.

"Tentu"

"Jika ia bangun, aku sudah siapkan makanan didapur. Aku pergi dulu"

Aku masih berada di kamar, kurasa ini kamar Jaemin dan pria bernama Jeno. Beberapa benda seperti tas dan pakaian yang menggantung bernama Jeno dan juga Jaemin. Ini akan bagus jika ditata dengan rapi.

Aku tidak tahu apa yang harus kulakukan. Aku tidak berani melihat sekeliling ataupun menyentuh barang-barang disini, pemilik kamar ini bukan orang biasa. Mereka calon idol dan tentunya ini semua bukan barang murah.

Aku memandangi wajah Jaemin. Para fans disana pasti iri denganku jika mengetahui aku berteman baik dengannya. Tapi aku baru mengetahui kemarin bahwa ia seorang trainee.

"Jaemin,"

Entah mengapa aku berani untuk membelai rambutnya. Mengusapnya halus seperti yang sering kulakukan ketika kami bersama.

"Aku tidak bermaksud seperti itu, sungguh.."

Tanganku beralih memegang tangannya, bisa kurasakan betapa dinginnya Jaemin. Kuambilkan selimut yang terlipat rapi di lemari yang terbuka dan melentangkannya di atas tubuh Jaemin.

"Apa kau ingat saat pertama kali kita bertemu?"

"Saat itu aku kebingungan di stasiun dan kau menolongku. Pada awalnya aku sedikit risih dengan wanita-wanita yang menatapku sinis"

Aku mengingat kejadian 2 minggu yang lalu.

"Ketika aku bertanya padamu, kau dengan percaya dirinya mengatakan aku kan tampan, mereka iri denganmu yang bisa berjalan berdampingan denganku"

"Kau memang menggemaskan" kataku sambil tersenyum.

Aku mengelus pipi Jaemin yang lembut. Kemudian menarik kembali tanganku, entah mengapa aku berpikir Jaemin akan merasakan sakit karena aku menyentuh lukanya.

"Maafkan aku merusak kebahagiaanmu"

Aku menunduk. Menyadari lagi apa yang telah kuperbuat padanya. Aku wanita yang jahat, sangat jahat.

"Kau orang yang baik Na Jaemin, aku sadar aku tidak akan bisa memilikimu"

"A-aku sungguh tidak ingin membuat hubunganmu berantakan. Sungguh"

Tak terasa air mataku mulai mendesak keluar. Dadaku terasa nyeri ketika mengatakannya pada Jaemin.

"Aku harap kita masih bisa berteman, tapi aku tidaklah pantas-"

Aku terus saja menyalahkan diriku sendiri, aku tidak bisa membayangkan apa yang Jaemin rasakan saat ini.

"Tapi tenang saja, aku akan menjauh. Kemudian pergi. Berbahagialah, aku tidak akan merusaknya"

"Aku mencintaimu, Na Jaemin"

Aku tidak bisa menahan isak tangisku disampingnya. Rasanya sangat perih, bahkan aku tidak pernah merasakannya. Aku sungguh tidak bisa menyakitinya, seperti sebuah bongkahan besar telah menghantamku.

Aku menutupi wajahku yang basah dengan kedua tanganku.

Kenapa air mataku sangat sulit dikendalikan.

"Elsa..."

Aku dengan segera mengusap wajahku dan memasang senyum terbaikku. Aku harap Jaemin tidak melihatku.

"Oh kau sudah sadar, syukurlah! Kau mau makan? Atau kuambilkan minum? Tunggu sebentar aku akan ke dapur" kataku dengan wajah yang berseri-seri.

Aku segera pergi dari kamarnya. Aku memang ingin keluar untuk membersihkan air mataku. Aku berkaca di layar ponsel. Setelah kurasa wajahku normal kembali, aku pergi ke dapur mengambilkannya makan dan minum.

"Mark harus pergi latihan dan terpaksa aku yang menjagamu. Tenang saja, tidak akan lama. Makanlah"

Aku berusaha untuk memasang senyum, aku membantu Jaemin untuk duduk di ranjangnya.

"Bagaimana kau bisa mendapat luka seperti itu dan pingsan di Sungai Han?"

"Kau membuatku sangat khawatir, Jaemin."

Jaemin membelai halus rambutku, mengusapnya pelan. Entah sejak kapan air mataku keluar, tangan Jaemin beralih mengusap air mataku. Menatapku dengan tatapan sayu.

"Jika kau ingin aku baik-baik saja,..."

30DAYS - Book Of Destiny°Mark LeeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang