CHAPTER 16

2.4K 332 41
                                    

The last one

"Dia sudah pulang?" Krystal duduk disamping Jongin.

Mereka duduk di depan piano, merasa muak dengan kedatangan Myungsoo yang tiba-tiba. Saat mereka tahu dia datang pagi tadi, Jongin meminta Krystal untuk tinggal di kamarnya dan cukup mendengar mereka dari sana. Dia tak mau Krystal bertemu lagi dengan Myungsoo. Dia sudah merasa cukup muak dengan omong kosong soal meminta maaf, dia tak akan memberi kesempatan kedua untuk Myungsoo. Dan pada akhirnya dia mengusirnya.

Krystal memainkan nada kunci dan Jongin masih tidak mengatakan apapun. Dia masih marah. Krystal bicara pelan, "Mungkin kita harus membiarkannya bebas."

"Aku tahu kalau kau akan mengatakan itu," Jongin mengepalkan tangannya, mencoba untuk meredakan amarahnya. "Aku tak percaya kalau kau memaafkannya semudah itu."

Krystal menaruh tangannya di punggung tangan Jongin. "Membiarkannya bebas bukan berarti kita memaafkannya. Kita hanya akan membiarkannya pergi dan dia tak akan mengganggu kita lagi. Aku tak mau dia muncul lagi seperti tadi pagi."

"Dan apa yang membuatmu berpikir kalau dia tak akan mendekatimu lagi meskipun kita sudah memberi apa yang dia mau?" Jongin menatapnya, meminta jawaban. Krystal harus memberinya jawaban yang bagus. "Kalau kita menarik tuntutannya, dia akan bebas berkeliaran, Soojung."

Krystal juga memikirkan itu. Tapi kalau mereka meneruskan kasus ini, Myungsoo mungkin akan kembali melakukan sesuatu pada mereka dan begitu seterusnya, ini akan menjadi lingkaran yang tak berujung. Balas dendam tak akan menghasilkan apapun. Seseorang harus menghentikan ini. Krystal harus melakukannya. "Kita pergi ke Frisco."

Jongin menatapnya tak percaya. "Itu idemu?"

"Kau bisa bermain sepak bola disana," Krystal membujuknya. "Aku bisa meneruskan sekolah disana."

"Dia yang bersalah, tapi kenapa kita yang melarikan diri?" Jongin tertawa. Krystal selalu penuh kejutan.

"Kita tidak melarikan diri," Krystal ikut tertawa. "Kau bilang kalau kau selalu ingin mencoba bermain di luar negeri."

"Err.. aku tak tahu, Soojung," dia menunduk dan memainkan tuts. Meninggalkan Korea mungkin satu kesempatan bagus. Tapi Jongin tak tahu apa dia cukup bagus untuk mencobanya. Dia mugkin salah satu permain terbaik di Korea, tapi dia tak bisa mengatakan hal yang sama untuk tawaran Krystal.

Krystal nampak menangkan keraguan Jongin. "Kau selalu meremehkanku," dia merengut.

"Ap-"

"Kau pikir aku akan menjadi penggemar loyal dari pemain yang tidak berpotensi?" Krystal berpura-pura kesal. "Aku melihat bakatmu, oppa. Kau harusnya lebih percaya diri dengan kemampuanmu."

Jongin kembali tertawa. Di saat seperti ini, jawaban Krystal selalu berhasil membuatnya terkejut. Dia menjentik dahi Krystal pelan dan bergurau, "Pulang saja sendiri, jangan mengajakku."

Krystal baru saja akan melayangkan protesnya saat Jongin mulai memainkan nada. Dia memainkan satu melodi yang manis, lagu mereka. Krystal menyandarkan kepalanya di bahu Jongin dan memejamkan mata, menikmati permainannya. Kalau sajasemua ini berlangsung setiap hari. Hari yang damai dan menyenangkan.

"Ayolah, oppa," Krystal kembali membujuknya saat akhirnya Jongin menutup pianonya. "Frisco."

"Kita bisa menjalani hubungan jarak jauh, kau tahu?" dia tertawa. "Aku bisa pergi ke Frisco kapanpun aku ingin bertemu denganmu."

"Bagaimana kalau aku ingin bertemu setiap hari?" dia merajuk dan memainkan jemarinya.

"Tak akan," Jongin meyakinkannya. "Kau sangat menyukai Frisco."

Sudden FiancéTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang