Malaikat tak bersayap [Jun]

2.3K 255 10
                                    

Duduk diatas kursi roda dengan mengenakan baju khas rumah sakit,
lengkap dengan selang infus yang terpasang di tangan kirimu. Itu hal yang tak pernah kamu bayangkan sebelumnya.

Dengan wajah yang pucat, dan senyum yang terkesan dipaksakan kamu menatap ke arah suster yang tengah memanggilmu dari kejauhan.

"(Y/N) ada yang nyari nih"

"Suruh kesini aja ya sus, saya bosen di kamar terus"

Wanita berpakaian serba putih itu mengangguk, sebelum akhirnya pergi. 

Tak lama setelah itu sesosok lelaki berusia hampir 20 tahun menghampirimu. Dengan senyum manis yang mengembang, lelaki itu berjongkok tepat di hadapanmu.

"Gimana hari ini?"

"Datar, kaya biasanya. Ngebosenin"

Lagi-lagi lelaki itu tersenyum. "Kan saya setiap hari udah kesini, kok masih aja bosen?"

"Setiap hari harus disini, gimana nggak bosen coba? Saya kangen keluar dari sini. Saya pengen ke Taman bermain, saya pengen ke kebun binatang, saya pengen ke pantai, saya pengen makan ini itu kaya dulu"

Tak terasa buliran air bening meluncur bebas dari pelupuk matamu. Pedih rasanya jika harus kembali mengingat masa lalu, saat semuanya tidak seperti ini.

"Saya kangen bisa jalan lagi"

Deg.

Lelaki di hadapanmu tertunduk lesu. Seakan menyesali sesuatu.

"Maafin saya...... Maaf (Y/N)... Kalau aja waktu itu saya nggak ngebut bawa mobilnya, saya yakin kamu nggak akan kaya gini sekarang" lirihnya, masih dengan posisi tertunduk.

Kamu mengangkat tangan kananmu, mengusap lembut rambut lelaki di hadapanmu itu.

"Udah jun, semuanya bukan salah kamu kok. Saya yang malam itu nggak hati-hati. Asal nyebrang aja tanpa lihat kanan kiri dulu, saya terlanjur kalut karena diputusin pacar saya.."

Lelaki itu mengangkat kepalanya, dan menatapmu. Matanya memerah, bibirnya bergetar, dan wajah penyesalan terlihat jelas tergambar. Sungguh, kamu tak pernah menyangka sebenarnya hal seperti ini akan terjadi padamu.

Ya, dua minggu yang lalu.
Malam itu pukul sepuluh lewat empat puluh lima menit, kamu keluar dengan tergesa-gesa dari dalam sebuah apartemen di pusat kota. Dengan air mata yang menetes tentunya, kamu berlari sejauh yang kamu bisa.
Hingga tiba di pinggir jalan, tanpa menghiraukan sekitar kamu terus saja berlari... Hingga akhirnya kamu merasakan sesuatu menghantam tubuhmu. Samar-samar kamu mendengar seseorang berteriak minta tolong, dan setelah itu duniamu gelap.
Kamu tak menyadari apa yang terjadi padamu hingga keesokan harinya kamu tersadar dan melihat dirimu sudah terbaring lemah di ruangan sebuah rumah sakit, bau obat-obatan langsung menyeruak masuk ke dalam hidungmu.
Dan yang lebih mengiris hatimu, ketika dokter berkata bahwa kakimu tak dapat digunakan lagi untuk berjalan.

Siapa yang menyangka akan mengalami seperti ini?

Kamu terus menangis setelah itu, hampir seharian dan tak ada yang berani mengganggumu. Merka tahu, kamu butuh waktu sendiri..... 

-----



"Ayo dong makan, saya suapin ya"

"Nggak jun, saya nggak laper"

"Tapi kamu belum makan dari tadi pagi, katanya kamu mau cepet sembuh"

"Percuma kalau saya sembuh tapi tetep nggak bisa jalan, lebih baik saya gini aja terus"

"Kamu ngomong apa sih, kamu pasti sembuh kok. Saya bakalan terus disini bantuin kamu sampai kamu sembuh"

"Saya tau, itu wujud tanggung jawab kamu karena sudah nabrak saya kan?"

"Saya sayang sama kamu"

Kamu langsung menatap ke arah Jun, dengan tatapan yang sulit diartikan. Lelaki itu hanya tersenyum, mengecup puncak kepalamu. "Saya beneran sayang sama kamu, (Y/N)"

"T... Tapi... Kenapa bisa gitu?"

"Nggak tau. Saya nggak mau nyari alasan kenapa saya sayang sama kamu, karena nanti ketika saya pergi saya harus kasih alasan juga. Ribet tau"

"Iya juga ya..."

"Jadi kita resmi jadian nih?"

"Loh, memang kapan kamu nembak saya?"

"Tadi saya nembak kamu"

"Kok nggak romantis"

"Saya nggak bisa romantis, maaf.."

"Hmm... Kalo gitu saya nggak mau ah"

"Kamu nolak saya?"

"Saya kan belum selesai ngomong, ih"

"Yaudah sok dilanjut"

"Saya nggak mau nolak maksudnya"

"Ja...jadi kamu nerima saya?"

"Kelihatannya?"

Lelaki itu langsung memelukmu erat, menyalurkan rasa sayang yang selama ini ia pendam kepadamu.
Ya, apa salahnya untukmu membuka hati lagi.


----




Dua bulan setelahnya..... 



"Ayo pelan-pelan jalannya, kamu pasti bisa kok"

"Jun saya takut.."

"Nggak ada yang perlu kamu takutin, ada saya disini"

"Nanti kalo saya nggak bisa gimana?"

Lelaki itu nampak menghela nafas sejenak. "Kalau belum dicoba gimana kamu bisa berfikiran kamu nggak bisa sih, ayo dicoba pelan-pelan"

Benar juga apa kata Jun, kalau belum dicoba gimana akan tau hasilnya.

Perlahan kamu melangkahkan kakimu, awalnya agak sulit karena rasa sakit yang langsung menjalar hampir ke seluruh tubuhmu. Kamu meringis, "aduh...."

"Kamu nggak papa?" lelaki bernama Jun itu menanyakan keadaanmu.

"Saya nggak papa Jun. Saya bisa kok"

Kamu terus melangkah dengan perlahan.
Menahan rasa sakit yang menjalar di kakimu. Rasanya seperti anak kecil yang baru mulai belajar berjalan.

Sambil memegangi tembok, kamu terus melangkah menuju ke arah Jun. Lelaki itu dengan wajah khawatir trus melihat ke arahmu, seolah tak ingin sesuatu yg buruk terjadi padamu.

"Pelan-pelan (Y/N)"

"Iya jun, saya bisa"

"Jangan terburu-buru"

"Iya saya tau , sebentar lagi saya sampai"

Kamu tetap berkonsentrasi dengan langkah demi langkah kakimu. Perlahan tapi pasti, kamu menggapai tangan Jun yang terarah kepadamu. Wajah lelaki itu tak lagi khawatir, justru berganti dengan senyum manis yang terus mengembang.

"Terimakasih Jun"

"Untuk?"

"Untuk perhatianmu selama ini, saya merasa jauh lebih baik sekarang"

"Itu sudah jadi tugas saya"

Kamu membalas senyumannya tak kalah manis.
Masih dengan berpegangan di lengannya, kamu melangkah perlahan.

"Hmmm Jun"

"Iya?"

"Saya mencintaimu"

"Apa (Y/N)?"

"Saya mencintaimu..."

"Saya tidak salah dengar kan?"

"Ti...tidak"

Lelaki itu nampak menarik nafas, kemudian menghempaskannya perlahan. "Kalau begitu saya juga mencintai kamu"

SEVENTEEN IMAGINETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang