16. Menyia-nyiakan yang tak seharusnya.

758 26 4
                                    

    Agil mengendarai mobilnya dengan gegabah, hatinya hancur, kecewa, menyesal, berpadu menghasilkan sebuah rasa bersalah yang semakin mengutuknya.

    Dia memukul stirnya kesal, mengusap wajahnya frustasi, memegang keningnya yang pening.

"Tolol! Bego! Bodoh!! Gue emang goblok!" teriaknya lantang.

    Agil mengambil handphonenya, mencoba untuk menghubungi Anne. Sudah lama Agil tidak menguhubungi Anne semenjak kematian Bianca, Anne yang membiarkan Agil untuk mencari ruang sendiri. Tetapi kini hati Agil kembali memberontak, nyatanya Agil bukan apa-apa jika ia sendirian tanpa kehadiran Anne di sampingnya.

    Maaf nomor yang anda tuju tidak menjawab.

    Agil membanting handphonenya ke dasbor, kini tubuhnya terasa lemas, berdiam diri termenung di sebuah cafe. Waktu sudah tengah malam dan dirinya masih berada di luar rumah.

    Dia menghisap dalam-dalam rokok yang sedang ia nikmati. Menatap kosong ke pusat kota yang tidak pernah tidur.

    Baru kali ini Agil merasakan dilema yang luar biasa, hanya kepada Anne. Mengingat berapa banyak perempuan yang lebih sempurna daripada Anne yang telah hadir sebelumnya di kehidupan Agil, termasuk sosok Bianca yang baru saja pergi dari kehidupan Agil untuk selama-lamanya.

    Dia meminum pelan black coffee pesanannya, menikmati setiap tetes kopi hitamnya. Cafe ini tidak terlalu ramai, cukup untuk Agil menyendiri di sini.

    Pandangannya masih tertuju ke pusat kota dengan gemerlap cahaya lampu yang meneranginya.

    Seseorang sudah duduk santai di hadapan Agil. Kedatangan Dandy yang tiba-tiba cukup membuat Agil terkejut. Dandy nampak menyunggingkan senyuman kecil.

    Agil mengacuhkannya.

"Ngapain lo di sini?" tanya Agil ketus.

"Gue mau nyadarin lo!" jawab Dandy tegas.

"Ga perlu!" tolak Agil mentah-mentah.

"Gue mau rokok lo dong!" pinta Dandy santai.

    Agil memberi sebatang rokok kepada Dandy, lalu Dandy menyalakan korek api untuk rokoknya. Dan menghisap dan menikmati rokok pemberian Agil.

"Kenapa lo tinggalin Anne?" tanya Dandy mengitimidasi, kemudian membuang abu rokoknya ke asbak di meja.

    Agil menatap Dandy tajam, seperti ingin menerkam. Tak ada lagi kesan santai dari raut wajah Agil yang sedang kacau seperti ini. Bahkan ini lebih menyeramkan daripada Agil yang terkenal dingin.

"Kenapa?" tanya Dandy mengangkat bahu, kembali menghisap rokoknya.

"Bukan urusan lo Dy!" bentak Agil sinis.

    Agil menghisap rokoknya dalam-dalam dengan mimik wajahnya yang memanas terbakar emosi penyesalan dalam dirinya.

"Berkali-kali gue peringatin lo! Lo tuh udah gausah mengalihkan lagi untuk mengakui kalau lo jatuh cinta sama Anne, Bianca itu hanya sebagian dari masa lalu lo. Dengan terlalu banyak lo menyesal, maka itu akan menghambat jalan menuju masa depan lo sendiri!" nasehat Dandy melakukan yang semestinya dilakukan oleh sahabat.

    Agil mengalihkan pandangannya. Meminum kopinya kembali.

"Kenapa lo ga tonjok gue lagi?!" tegas Agil menantang.

"Lo tau kan gue udah nyakitin cewek yang pernah lo suka juga?! Makanya sampai sekarang aja, lo masih nggak rela kan ngelihat Anne kecewa kayak gitu??!" cerocos Agil melanjutkan, dengan nada yang sedikit dikeraskan.

Putih & Abu-abu Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang