Langkah selangkah yang terpaku terlalu dalam tak selamanya akan bertahan. Dan ketika sesaat itu menghampiri tak pernah kusadari aliran itu telah menghayutkanku. Aku ingin singgah di persimpangan jalan itu. Ada yang ingin kukatakan sejak saat itu tetapi kesempatan itu tak kunjung datang dan setelah aku lama menanti akhirnya kusadari bahwa hari itu tak akan pernah datang.
Dan daun kering itu jatuh ke dalam aliran sungai dan terhanyut dalam derasnya air.
***
Hari ini adalah hari pertamaku, bagaimana jika aku ingin melewatkannya? Kurasa itu tidak akan membawa dampak yang baik pagi ini.
"Selamat makan." nasinya belum cukup matang tapi aku akan terlambat sedangkan sawinya terlalu masak dan itu tidak baik bila ditinggalkan.
"Aku berangkat." aku beranjak memakai sepatuku. "Hati - hati" sejak setahun yang lalu hanya itu yang dia katakan.Teng...teng...
Lonceng itu berdentang juga, cukup lantang untuk mengagetkan beberapa orang yang sibuk dengan dunianya sendiri. Seperti halnya yang terjadi kepadaku. Tapi setidaknya aku mengerti mengapa aku seperti ini.
Ini adalah tahun keduaku di sekolah menengah atas tetapi hari ini adalah hari pertama dan itu adalah hari yang cukup panjang bagiku. Harus melalui upacara penerimaan siswa baru. Arghh..itu membuatku mati bosan.60 menit yang mengerikan berlalu ~
Bangku di depanku selalu kosong sejak setengah tahun yang lalu karena penghuninya memutuskan untuk pindah ke sekolah yang lain dan itu membuatku menjadi orang yang lebih terpantau oleh pengamatan guru meskipun aku duduk dibangku paling belakang.
"Selamat pagi, saya rasa tidak perlu ada perkenalan lagi karena saya akan menjadi wali kalian lagi," wali kelas kami itu memang orang yang tidak terlalu sering bertele - tele dan aku tidak terusik dengan hal itu, "Akan tetapi saya akan perkenalkan seseorang, silahkan masuk!"Entah mengapa
Saat itu,
Saat dia memandang kami semua
Bagiku...
Waktu seakan berhenti sesaat.
"Dia adalah murid pindahan dan namanya Kana Giskey. Silahkan duduk di satu - satunya bangku kosong yang ada di kelas ini."
Dia akan duduk di depanku.
Sampai pelajaran selesaipun dia, Kana tetap diam, kupikir sesuatu pasti telah terjadi padanya.Teng... Teng...
"Hari ini hari pertama sudah lama kita tidak main sama - sama, kan? Ayo kita pergi makan kari bersama." mereka sudah biasa melakukan itu, bermain bersama anak - anak yang lain. Terkadang aku juga ingin merasakannya tapi aku tidak akan diterima karena aku terlalu membosankan. Aku melanjutkan membereskan buku dan bergegas pulang ke rumah.
"Ah, dia mengagetkanku." teriakku dalam hati sepertinya aku juga sedikit melompat terkejut dari bangkuku. Tiba - tiba saja Kana menatapku dengan tatapan bingung, sepertinya dia juga seperti teman - teman yang lain menganggapku sebagai orang yang aneh. Dan tanpa berkata sesikitpun dia meninggalkan kelas, sepertinya dia tipe orang yang pendiam.
Lebih baik aku pulang sekarang dari pada harus merasa iri karena ini terasa hanya aku yang tidak memiliki teman di kelas.Oh, rumputnya tumbuh dengan baik dan bunga - bunganya mulai bermekaran, "Indahnya.."
Sampai - sampai aku hafal dengan sendirinya berapa jumlah pohon ceri yang ada di tepi sepanjang jalan ini. Sepertinya ceri - ceri itu juga akan segera muncul.Ada dua jalan yang menghubungkan rumahku hingga sampai ke sekolah. Yang pertama adalah dengan menggunakan trem dan yang kedua dengan berjalan kaki melewati ladang bunga ini yang jarang dilewati orang. Orang lebih suka lewat jalan raya dengan pemandangan gemerlap lampu kota dan keramaian, sedangkan disini tidak ramai bahkan hanya ada segelintir orang yang melewatinya dan bila gelap datang tak ada begitu banyak penerangan disekitar sini. Tapi aku selalu melalui jalan ini untuk pulang ke rumah sedangkan untuk berangkat ke sekolah aku lebih memilih menggunakan trem agar tidak terlambat.
"Aruna Ginta!"
Jantungku serasa mendapatkan pukulan yang cukup keras. Ada seseorang yang menyerukan namaku di luar rumah untuk yang pertama kalinya.
Kutolehkan pandanganku ke belakang, hah, tak ada siapapun disana, lantas suara siapa yang aku dengar?
"Aruna - "
Ada seseorang yang melambaikan tangan di bawah pohon ceri yang kedelapan. "Oh, itu..."
Aku melangkahkan kakiku mendekat padanya."Kau, namamu Aruna, kan?" lalu aku mengangguk padanya. "Hanya suaramu yang belum aku dengar dari semua anak di kelas." namun aku tetap diam menatapnya. "Apa kau sedang marah pada seseorang hingga tidak bicara seharian ini?" aku tidak menyangka bahwa Kana tidak sependiam yang aku kira.
"Aku hanya berpikir tidak perlu untuk berbicara pada yang lain." akhirnya aku terpaksa mengeluarkan suaraku. "Owh, ternyata suaramu cukup indah sekarang aku sudah tahu." Kana tersenyum padaku.
"Kalau hanya untuk mendengar suaraku maka kau sudah mendapatkannya." aku sadar perkataanku agak ketus padanya tapi aku memang sedikit jengkel padanya karena kalimatnya mengingatkanku pada kesendirian yang kualami selama ini.
Aku berjalan menjauhinya melanjutkan perjalanan pulangku. "Aruna, apa kau marah padaku?" teriak Kana, aku mempercepat langkah kakiku.GUBRRAAKKK...
Suara yang sangat keras itu mampu menghentikan langkah kakiku.
Bersambung..."Aku tahu tanganmu tidak begitu panjang tapi maukah kau mengulurkannya padaku sekarang?"
"Wajahmu terlihat agak pucat. Apa kau sakit?"Jangan lupa vote dan comment ya
KAMU SEDANG MEMBACA
Plain [HIATUS]
Teen FictionSepi adalah rasaku tiap hari. Polos tak berwarna adalah jalan hidupku. Dia datang dengan membawa warna yang terus ia bagikan kepadaku. Sampai - sampai pada hari itu, dia kehabisan cahanyanya. Padam, begitulah dia berhasil membuatku mengulang perasaa...