Argh, badanku agak pegal dan sepertinya tulang keringku sedikir memar.
Ini gara - gara Kana.
Di pagi hari kedua pada semester ini cukup baik, seperti biasa tidak ada perubahan padanya, hanya duduk di dekat foto itu terpajang.
Setiap hari memang begitu, dia selalu menyapa orang yang tidak ada sedangkan yang ada di dekatnya selalu disia - siakan. Mungkin karena dia tidak bisa membendung kesedihannya kala itu.
Kadang aku merasa prihatin juga meskipun harusnya dia yang merasa seperti itu padaku. Tapi tak apalah asalkan kami masih bisa bersama dan aku cukup bersabar untuk menanganinya.
"Aku sudah selesai makan, aku berangkat sekarang."
"Hati - hati di jalan." ucapnya lirih, "Kau ingat hari ini kan ? Aku akan datang kesana lagi, mungkin besok baru aku akan pulang."Dia selalu berkunjung ke tempat itu sendirian, seperti dia tidak pernah ada niatan untuk mengajakku bersamanya untuk mengunjungi tempat itu.
Padahal aku juga ingin bertemu dengan anak nakal itu.Hari ini kota cukup padat, banyak keramaian yang terlihat dari jendela trem. Selintas pandanganku tertuju pada seseorang yang duduk di sudut sana.
Kana, dia tersenyum padaku.
Tapi aku tak peduli. Itu bukan urusanku.Terlihat dia berusaha mendekat tapi terhalang oleh desakan - desakan ramai penumpang hari ini.
Syukurlah, dengan begitu dia tidak akan menggangguku lagi.***
Bel istirahat telah berbunyi, seperti biasa aku menutup buku - bukuku dan merapikannya kembali. Menatap pemandangan di luar jendela adalah kebiasaanku.
Terlihat anak - anak lain dengan segerombol teman - temannya berjalan bersama menuju kantin dengan candaan yang membuat mereka semua terlihat gembira.
"Tidak membawa bekal?" tanya seorang yang berdiri dari bangkunya, "Mau ke kantin bersama?"
Tapi kurasa suara itu tak perlu aku menanggapi. Aku mengalihkan pandanganku kembali ke luar jendela, meneruskan kegiatan yang selalu aku lakukan tiap jam istirahat.
"Wah, apa kalian akrab?" suaranya membuatku mengalihkan pandangan.
Dia, Selia. Salah satu orang yang tidak pernah berbicara padaku sekali saja.
"Kana, kau memang hebat bisa bicara dengan orang yang tidak pernah bisa bicara selama ini." Selia masih melihatku.
"Dia bisa bicara. Hanya saja dia tidak menunjukkannya pada setiap orang."
"Kalau begitu ayo kita ke kantin sama - sama," tiba - tiba saja Selia menarik lenganku, berlari bersamanya.
Bukan pertama kalinya aku melihat kantin sekolah, hanya saja ini pertama kalinya aku berada di kantin.
Ada banyak sekali orang dan banyak pula yang tidak kuketahui.Dan yang membuatku agak risih adalah...suara - suara itu.
"Waahh, jadi dia murid pindahan di kelas 2 - 2?"
"Mana?"
"Itu, yang bersama dua temannya."
"Iya, yang duduk disana itu."
"Dia terlihat sangat cool..."
"Heyy, siapa namanya?"
"Kudengar kemarin dari sahabatku namanya Kana, Kana Giskey."
"Wah, namanya saja sudah sangat keren."Suara wanita - wanita dari kelas lain yang sangat ribut terus saja membicarakan Kana dan tidak ada hentinya memperhatikan kami bertiga.
Kami hanya melanjutkan makan siang kami yang jujur saja bagiku sangat terasa canggung makan siang bersama orang yang tak pernah dekat denganku dan seorang anak baru.
KAMU SEDANG MEMBACA
Plain [HIATUS]
Teen FictionSepi adalah rasaku tiap hari. Polos tak berwarna adalah jalan hidupku. Dia datang dengan membawa warna yang terus ia bagikan kepadaku. Sampai - sampai pada hari itu, dia kehabisan cahanyanya. Padam, begitulah dia berhasil membuatku mengulang perasaa...