"Kak, bicara dengan siapa?"
"Kakak sehabis menerima panggilan."
"Dari Tara?"
"Bagaimana kau bisa tahu?"
***
07.30 - Hari Festival Sekolah
"Ah sial, benar - benar sial. Aku malu sekali seolah - olah aku memakan kalimatku sendiri."
"Sepertinya kini Tara si Ratu Festival bakal tersingkir setelah hampir setiap hari menjadi pilihan anak - anak sekolah ini."
"Aku bisa gila jika begini."
"Lagipula bagaimana bisa kau gagal, Tara? Ini pertama kalinya."
"Ini semua gara - gara si bisu itu. Dia memang sudah merencanakannya padaku."
"HAH? SI BISU ITU?"
"Mari kita beri dia pelajaran. Kurang ajar sekali dia, berani - beraninya melawan Tara CS."
"Dia akan tahu akibatnya."
***
Aku berjalan menyusuri lorong kelas dua. Hanya memantau saja apa usaha yang dilakukan kelas - kelas lain untuk menarik pelanggan datang.
"Sepertinya usaha mereka semua standar - standar saja." gumamku setelah menengok kelas -kelas lain sebagai juru peninjau.
"Aru!"
"Ah, Glary."
"Entah mengapa aku merasa senang. Belum pernah kurasakan sebelumnya. Aku tidak pernah menyangka akan begini akhirnya."
"Begini?"
"Aku memiliki apa yang selalu ingin kumiliki tapi semua kini ada di depan mata."
"Apa itu?" tanya Glary.
"Kalian semua, teman - teman. Hal yang selalu ingin kurasakan. Dan kini aku mendapatkannya."
"Baiklah, lanjutkan tugasmu, Aru! Aku ada urusan."
Glare pergi dari pandanganku. Dia berlari menyusuri lorong dan mebghilang di pertigaan tangga.
Tapi mengapa aku memberi tahunya tentang perasaanku?
Mungkin itu yang namanya teman. Tidak perlu berpikir apa yang harus diceritakan.
Harus kuakui festival kali ini sangat menyenangkan. Bahkan jam - jam yang begitu lama terasa lebih singkat.
"Aruna, bisa kau tolong aku?" teriak Kana dari dalam kelas sambil melambaiku.
"Tentu." Aku mendekat, berusaha mendengar apa yang ia butuhkan.
"Aku tidak tahu kemana perginya Nana."
"Nana?"
"Dia seharusnya sudah kembali, aku sangat membutuhkannya."
"Apa yang kau butuhkan, Kana?" tanyaku.
"Aku minta tolong padamu untuk mengambilkan tongkat untuk penampilan sulap kelas kita atau jika kau bertemu Nana maka beri tahukan padanya untuk segera kemari."
"Dimana kau menaruh tongkatnya?"
"Kemarin sore aku mengecat tongkat itu di gudang selatan."
"Baiklah, aku mengerti."
"Kau bisa lakukan itu dengan cepat? Waktunya tinggal sepuluh menit lagi."
Aku mengangguk dan berusaha dengan cepat untuk mengambil tongkat itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Plain [HIATUS]
Teen FictionSepi adalah rasaku tiap hari. Polos tak berwarna adalah jalan hidupku. Dia datang dengan membawa warna yang terus ia bagikan kepadaku. Sampai - sampai pada hari itu, dia kehabisan cahanyanya. Padam, begitulah dia berhasil membuatku mengulang perasaa...