Kuncinya adalah menemukan Aruna terlebih dahulu. Kalau Aruna sudah ditemukan akan lebih mudah untuk menemukan ibunya.
Tak nampak. Bukannya karena jarak pandang yang sangat terbatas akan tetapi Aruna memang tidak berada di sana.
"Aru, dimana aku harus mencarimu?" gumam Kana gelisah.
"Kana! Bagaimana?" tanya seorang wanita yang datang dengan payung hitamnya.
"Mereka tidak ada di sini." jawab Kana menunjuk sekeliling yang tak ada seorang pun selain mereka.
"Kita berpencar saja, bagaimana?" ajak Bibi mencoba cari solusi.
"Baiklah, aku akan mencari ke arah sana." kata Kana sambil menunjuk satu arah dan sekelilingnya.
"Kalau begitu aku akan mencari sebelah sana. Ini, ambil payungmu! Kita saling menghubungi jika sudah menemukan mereka."
Mereka bergegas berpencar agar segera menemukan keduanya.
- flashback -
"Cobalah sekali saja untuk menyayangiku!"
"Kenapa aku harus melakukannya untuk orang lain padahal puteriku membutuhkan aku."
"Aku ini bukan orang lain, aku juga puterimu."
"Airin, Ibu akan menemanimu sampai hujan ini tidak lagi membasahimu, Nak."
"Sadarlah! Dia itu sudah meninggal. Setidaknya jangan siksa dirimu sendiri!" Aku menarik lengannya yang ramping.
"Apa maksudmu?" Ibu mendorongku hingga jatuh tersungkur. Kini badanku penuh dengan lumpur namun lumpur - lumpur itu langsung luntur karena air hujan yang membasuh.
"Cepat pergi, kau hanya akan mngganggu waktu istirahat puteriku."
"Tidak," Aku berdiri, "Aku tak akan pergi sendiri. Aku akan pergi bersamamu." Aku menggandeng paksa tangannya.
Bukannya dia ikut pulang bersamaku, dia justru memukul perutku yang tak berisi dan menamparku hingga genggamanku terlepas dan aku berlutut dihadapannya karena rasa sakit yang kualami.
"Jangan ganggu aku dan puteriku lagi! Dasar orang tidak waras!"
Ibu berlari menjauh setelah menghujat puterinya sendiri. Aku mencoba mengejarnya dengan sisa - sisa tenaga yang masih kumiliki.
- flashback end -
"Aruna, jawab aku jika kau dengar!" teriak Kana suaranya bertarung dengan suara hujan.
"Dimana kau?" Tetap tak ada jawaban.
"Ini sudah sampai di jalan raya utama Tanjun. Mungkin Aruna tidak di sini." Sesaat sebelum Kana meninggalkan tempat itu, dia mendengar suara tangis perempuan.
"Dari mana suara itu?" Kana terus mencari sumber suaranya.
"Aru." Kana menemukan seorang yang ia cari berada di seberang jalan sana. Sekitar tiga ratus meter dari tempatnya berdiri. Terlihat dengan lumayan jelas karena hujan yang mulai mereda.
"Pulanglah bersamaku, kumohon. Jangan keluyuran seperti ini." Aku bersujud sambil menahan kaki Ibu.
"Aku tidak mengenalmu. Untuk apa aku pergi denganmu?" bentak Ibu mengagetkan, hatiku tersentak dengan suaranya.
Kaki kanan Ibu yang tidak kutahan dipergunakannya untuk menjejak tanganku. Dia berusaha melepaskan diri.
Ibu langsung bergegas pergi dari tempat ini. Aku tak ingin kehilangan dirinya lagi. Tak pikir panjang aku segera berdiri dan menahan lengan ibu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Plain [HIATUS]
Teen FictionSepi adalah rasaku tiap hari. Polos tak berwarna adalah jalan hidupku. Dia datang dengan membawa warna yang terus ia bagikan kepadaku. Sampai - sampai pada hari itu, dia kehabisan cahanyanya. Padam, begitulah dia berhasil membuatku mengulang perasaa...