"Dasar manusia kejam!"
Kana hanya terdiam mendengar apa yang diteriakkan oleh adiknya itu. Tidak bersuara.
"Kenapa kau baru datang sekarang? Kau sudah melupakanku?"
Kana masih terdiam.
"JAWAB AKU!" teriakkannya makin kencang.
Dengan cepat Kana mendatangi Kleya yang terbaring dan memeluknya. Melepas rasa rindu pada saudaranya.
"Maaf." katanya singkat.
Tak lama kemudian pecahlah seluruh tangis yang ada di ruang ini. Tak terkecuali aku yang memang benar - benar mengerti bagaimana rasanya.
Kulihat pelukan seorang kakak yang sangat hangat juga erat sampai bisa jadi Kleya dapat kehilangan napasnya.
Perlahan nenek bangkit dari duduknya, menghampiriku dan mengajakku keluar dari ruangan ini.
Kami duduk di kursi - kursi yang ada di lorong.
"Gadis muda, siapakah namamu?" tanya nenek dengan lembut selembut wajahnya.
"Saya Aruna, Nek."
"Kau pasti dekat dengan Kana?"
"Oh, tidak. Kami tidak begitu dekat."
"Benarkah? Apa dia pernah menceritakan tentang adiknya padamu?"
"Iya, dia pernah menceritakannya, menceritakan Kleya padaku." Sambil kuingat cerita tentang Kleya ketika di kereta.
"Kalau begitu berarti kalian memang dekat."
"Maaf?" Kurasa aku salah dengar.
"Kalian dekat. Kana, anak itu tidak akan menceritakan ke sembarang orang tentang Kleya. Apalagi sampai - sampai dia membawamu bertemu dengan adik kesayangannya. Dia percaya padamu, Nak." jelas nenek.
"Maaf, tiba - tiba nenek mengajakmu keluar saat mereka sedang saling melepas rindu bersama haru." tambah nenek.
"Tidak apa, Nek. Kurasa memang lebih baik seperti itu."
"Tiba - tiba saja aku ingin sesuatu yang bisa menghangatkan badanku. Apa kau bisa membelikan sesuatu untukku, Aru? Ada beberapa kedai di depan rumah sakit."
"Tentu, Nek. Aku akan segera kembali." Aku menyanggupi permintaan nenek.
Aku harus menghormatinya, bukan? Apalagi dia memang sedang membutuhkan bantuanku. Bantuan dari orang yang energinya melebihi dirinya. Apalagi malam - malam yang dingin begini akan lebih sulit bagi nenek kurasa.
Aku mulai berjalan keluar rumah sakit. Bermaksud menyanggupi apa yang nenek inginkan.
Nenek pasti lelah menjaga Kleya sendirian, apalagi dengan umurnya yang sudah tidak muda lagi.
Oh, aku melihat kedai yang dimaksud oleh nenek.
"Silahkan, anda ingin pesan apa?" tanya penjaga kedai seorang wanita yang ramah.
"Um, apa yang harus aku beli ya?" Aku bertanya lirih pada diriku sendiri.
"Aha, anda bisa mendapatkan apa yang anda inginkan." Sepertinya penjaga kedai mendengar gumamanku yang lirih tapi mungkin juga agak kencang.
"Em, apa yang sesuai untuk diminum oleh seorang nenek malam - malam begini?" tanyaku ingin mengetahui pendapat penjaga kedai.
"Ah, ini." Dia menyodorkan sesuatu yang barusan diambilnya setelah ia mendengar pertanyaanku, "Aku kenal dengan seorang nenek yang setiap hari membeli ini sebagai teman untuk menjaga cucunya yang sakit."
KAMU SEDANG MEMBACA
Plain [HIATUS]
Teen FictionSepi adalah rasaku tiap hari. Polos tak berwarna adalah jalan hidupku. Dia datang dengan membawa warna yang terus ia bagikan kepadaku. Sampai - sampai pada hari itu, dia kehabisan cahanyanya. Padam, begitulah dia berhasil membuatku mengulang perasaa...